Ammonia (NH3) adalah sejenis gas takberwarna dengan bau menyengat. Selama ini, ia digunakan sebagai bahan dasar pupuk kimia yang diproses menjadi aneka pupuk nitrogen dan pupuk yang mengandung nitrogen. Selain itu, ia digunakan sebagai bahan dasar industri kimia anorganik dan kimia organik, misalnya di bidang farmasi, kilang minyak, soda abu (Na2CO3), fiber sintetik, plastik sintetik, garam anorganik mengandung nitrogen, refrigeran/pendingin, dll.
Di laih fihak, BB (Bahan Bakar) fosil masih dimanfaatkan sebagai pembangkit energi hingga kini yang menghasilkan emisi rumah kaca (gas CO2). Oleh karena itu, BB fosil itu secara bertahap harus dikurangi, karena target emisi net-zero pada tahun 2060 sudah dikumandangkan. Hal itu berarti bahwa pemakaian BB pada pembangkit listrik harus sudah dimulai dengan bahan yang tidak mengandung unsur karbon, agar mampu menekan emisi gas rumah kaca itu. Salah satu contoh BB tersebut adalah gas ammonia.
Guna mengurangi emisi rumah kaca, ammonia sebagai BB energi terbarukan harus dibuat bukan berasal dari metan, agar tidak menghasilkan produk samping gas CO2. Ia harus berasal dari matahari, udara, dan air, yaitu reaksi hidrogen yang diproduksi dari proses elektrolisis air dan nitrogen yang telah dipisahkan dari udara. Sementara, listrik yang diperlukan dalam proses elektrolisis air berasal dari ET (energi terbarukan, seperti PLTA, PLTS, PLTB, PLTP, PLTMagnit) yang menghasilkan ion hidrogen (H+) dan ion oksigen. Ion oksigen terkumpul di anoda dan ion hidrogen bermigrasi menuju katoda yang direaksikan dengan gas nitrogen (N2) yang sudah diubah menjadi ion nitrogen sedemikian rupa, sehingga bereaksi dengan ion hidrogen membentuk ammonia (NH3). Reaksi tersebut efisien tapi lambat/rendah yang terjadi pada suhu dan tekanan rendah.
Gas Hidrogen
Produksi ammonia tersebut tergantung kepada bagaimana cara memproduksi gas hidrogen (Lihat Gambar 1). Bila gas hidrogen diproduksi melalui suatu proses dengan cara gas CO2
- Dibuang begitu saja ke lingkungan, maka ia disebut Gray Hydrogen
- Ditangkap dan disimpan dalam sumur migas, maka ia disebut Blue Hydrogen.
- Tidak diproduksi (via elektrolisis air menggunakan ET), maka ia disebut Green Hydrogen.
Ammonia Generasi 1
Cara pembuatan gas ammonia hingga kini (Gen 1) masih menggunakan bahan baku mengandung unsur karbon yang tentu saja menghasilkan produk samping gas CO2 meski ia sebagian dimanfaatkan untuk memproduksi zat lain (Na2CO3, dll), tetapi sisanya dibuang begitu saja ke lingkungan. Ammonia yang dibuat dengan cara ini disebut Gray Ammonia (AA, Ammonia Abu-abu). Bahan bakunya berasal dari gas alam, yang diproses via steam methane reforming, lalu gas H2 yang dihasilkan direaksikan dengan gas N2 (dari udara) menggunakan teknologi H-B (Haber-Bosch, P >200 bar, T > 400 oC) untuk mendapatkan AA. Selanjutnya, bila umpan bahan baku masih berasal dari gas alam yang prosesnya dilengkapi dengan sistem tangkap dan simpan gas CO2 secara permanen, maka ammonia yang diproduksi disebut Blue Ammonia (AB, Ammonia Biru). Pabrik modern H-B menghasilkan AB pada biaya energi setidaknya 8 MWh/ton. Bila LHV ammonia 5,2 MWh/ton, maka efisiensi energi hanya 5,2/8 = 65%. Diagram alir proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.
Ammonia Generasi 2
Bila proses pembuatan gas H2 menggunakan proses elektrolisis air (dalam electrolyzer) sebagai pengganti proses steam methane reforming, dan energi yang diperlukan dibangkitkan oleh ET (PLTS, PLTB, PLTA, PLTP, dll), maka produk ammonia itu disebut Green Ammonia (AH, Ammonia Hijau). Gambar 3 menjelaskan proses pembuatan AH itu dengan dua cara, 1) masih menggunakan reaktor Haber-Bosch, alat untuk mereaksikan gas H2 dan N2 guna membentuk NH3 (Gen 2); dan 2) reaksi produksi gas H2 dan reaksi gas H2 dn N2 secara langsung terjadi dalam satu alat electrolyzer (Gen 3).
Proses pembuatan AH generasi 3 ini didasarkan kepada reduksi listrik N2 menjadi NH3 secara langsung (tidak ada proses H-B) dengan sumber gas hidrogen berasal dari reduksi elektrokimia air.
Contoh rangkaian alat elektrolisis air menggunakan daya listrik dari ET dapat dilihat dalam Gambar 4. Penggunaan PLTS cukup menarik akhir-akhir ini, karena biayanya menurun 250 kalinya (semula 77USD/kWh pada tahun 1977 menjadi 0,3USD/kWh pada tahun 2017). Daya listrik PLTS sekitar 2800MWp akan menghasilkan 130.000 ton H2 (2000MW diperlukan untuk elektroliser) yang bila direaksikan dengan gas N2 memperoleh sekitar 700.000 ton NH3. Daya listrik itu sungguh besar. Kalau menggunakan daya PLTS 36MWp, maka daya untuk elektroliser sekitar 25MW yang akan menghasilkan 3200 ton gas H2 dan 18.000 ton NH3.
Ada upaya untuk menaikkan produksi NH3 menggunakan teknologi selain cara elektrokimia, misalnya:
- sistem usulan CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization) Australia (Monash University) berupa reaktor membran yang terdiri atas 2 pasang tabung panjang silindrik yang dipanaskan hingga 450 oC. Gas hidrogen dipaksa masuk ke ruang antar tabung yang bagian paling dalam tabung dilapisi katalis palladium yang bertugas memecah N2 menjadi atom nitrogen yang selanjutnya bergabung dengan atom hidrogen menjadi molekul NH3. Proses ini lebih cepat dibanding cara elektrokimia, meski hanya sebagian kecil gas hidrogen yang bereaksi. Tim CSIRO masih terus memperbaiki proses ini.
- Usulan dari tim Colorado School of Mines AS yang dipimpin oleh Ryan O'Hare berupa Reverse Fuel cell ukuran kancing yang terbuat dari bahan keramik dan beroperasi pada suhu lebih tinggi yang reaksinya 500 kali lebih cepat dari sistem usulan Monash University. Akan tetapi, hal itu masih belum cukup memenuhi kriteria yang ditentukan DoE AS.
- eNRR (electrochemical Nitrogen Reduction Reaction): elektrokatalis mampu memberikan tambahan elektron dan proton secara langsung ke molekul N2 (Gambar 5A).
- Mekanisme termediasi atau taklangsung, dimana mediator redoks seperti Li+ direduksi dulu, kemudian via serial reaksi, ammonia diproduksi dan mediator diregenerasi (Gambar 5B).
Gambar 5. Mekanisme Reduksi N2 Langsung Menjadi NH3.
Target kinerja praktek sintesa Ammonia Gen 3 ditentukan oleh DoE AS dalam program REFUEL, yaitu densitas arus 300 mA/cm2 dengan efisiensi arus 90% (diketahui sebagai efisiensi Faradik) untuk ammonia dan efisiensi energi 60%.
Hal yang perlu diperhatikan dalam Gen 3 adalah:
- Lebih tahan terhadap intermiten. Proses elektrokimia pada suhu kamar terkadang turun ke nol akibat pemakaian sumber ET tanpa kerusakan (meski katalis khusus dan keluarga mediator tidak cocok untuk itu).
- Kurang sensitif terhadap kemurnian pasok N2. Sebaliknya katalis proses H-B rusak oleh adanya beberapa ppm O2 atau H2O dalam pasok N2.
- Proses eNRR beroperasi pada efisiensi energi lebih besar daripada proses Gen 2.
Peta Jalan Teknologi Produksi Ammonia
Peta jalan teknologi produksi ammonia saat ini (Gen-1/jingga, AA & AB) dan kontribusi proyek yang akan datang (Gen-2/biru muda & Gen-3/hijau, AH) dikompilasi dalam Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Teknologi produksi ammonia Gen 1, 2, dan 3.
Visi Ekonomi Ammonia
Akhir-akhir ini, AH mulai menarik perhatian terutama bila dikaitkan dengan
- BB Pembangkit Listrik yang bebas karbon;
- pembawa hidrogen untuk perdagangan internasional energi yang bebas karbon;
- BB penunjang untuk dekarbonisasi sektor pelayaran internasional.
Beberapa faedah pemanfaatan AH sebagai BB alternatif yang bersih adalah
- Ammonia memiliki tiga atom hidrogen dan satu atom nitrogen, dan berpotensi sebagai penyimpan dan pembawa hidrogen
- Proses produksi, simpan, transportasi, dan distribusi ammonia lebih aman dan lebih mudah dibandingkan denga gas hidrogen (gas NH3 dicairkan pada suhu -33 oC, sedangkan gas H2 dicairkan pada suhu yang jauh lebih rendah, -253 oC). Gas NH3 dapat disimpan pada tekanan atmosferik pada suhu -33 oC atau suhu kamar pada tekanan 10 Bar.
- Hemat biaya dan layak secara ekonomi
- Bila dalam bentuk cair, ia mengandung sekitar 48% (volum) lebih banyak daripada hidrogen
- Tidak ada emisi CO2 selama penggunaannya, karena ia bebas karbon
- Ia dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, seperti BB, cairan kerja, refrigeran, pembawa hidrogen, pupuk, cadangan bahan kimia, bahan pembersih, dll
- Mudah terdeteksi bila terjadi kebocoran dalam tangki, karena baunya yang menyengat
- Ia menjadi calon kuat BB bebas karbon pengganti BB fosil (bensin, solar, minyak tanah) pada mesin-mesin, turbin gas, PLTU, burner, tungku industri, kapal-kapal, pesawat terbang, fuel cell, dll. Modifikasi mesin-mesin BB fosil ke AH itu relatif sedikit.
Biaya produksi AH diduga mendekati 2 kali lipat dari AA. Bila gas AH dimanfaatkan sebagai energi hijau (bebas CO2), maka ia memerlukan litbang secara seksama, terutama bila digunakan sebagai cofiring (gabungan BB, semburan gas ammonia dan batubara) atau mono-firing (gas ammonia 100%) pada PLTU batubara.
Gas NH3 sebagai BB pernah digunakan pada 100 buah bus pada tahun 1943 di Belgia. Sesudah itu, pada tahun 2021 Mitsubishi menggunakan BB gas NH3 pada turbin gas sebagai pembangkit listrik. Dalam industri pelayaran, gas NH3 juga digunakan. Biaya AH dari PLTS dan PLTB diperkirakan berkisar antara 21,5-45,7 USD/GJ (th 2025) yang selanjutnya akan menurun ke 13,5-15,0 USD/GJ (th 2040). Sementara, harga BBM saat ini berkisar antara 12,5-15,0 USD/GJ.
Produksi Ammonia Dunia
- Teknologi paling kompetitif dalam hal CAPEX
- Basis referensi yang kuat dari 4 pabrik skala kecil yang sedang beroperasi (contoh: 240ton AH/hari di Iowa, AS)
- Modularisasi lengkap
- Keandalan yang tinggi, dengan kompresor bolak-balik layan-ganda
- Jejak karbon rendah
- Simulator latihan untuk operator (OTS, Operator Training Simulator) disediakan
- Alat kendali proses yang digital
- Peralatan elektrolisis air yang terintegrasi dengan teknologi asam nitrat dan urea buatan Stamicarbon yang sudah ada.
- Jangka pendek (2023-2030), memanfaatkan ET (PLTA dari PLN menggantikan pemakaian BB fosil) sebagai sumber listrik di pabrik pupuk, dan mengurangi emisi karbon. Hal itu sudah dilakukan di Pupuk Kujang dan Petrokimia Gresik, kemudian menyusul Pusri Palembang, Pupuk Kaltim, dan Pupuk Iskandar Muda. Selain itu, efisiensi energi dan penurunan emisi karbon ditingkatkan, dan teknologi pembuatan AH dikembangkan menggunakan pabrik yang ada. Sementara, gas CO2 sebagai produk samping dimanfaatkan untuk menambah penghasilan perusahaan dengan memproduksi soda ash (Na2CO3) sebagai bahan baku bagi industri kaca, keramik, dll.
- Jangka menengah (2030-2040), teknologi pembuatan AB dikembangkan, dengan penekanan terhadap injeksi gas CO2 ke dalam sumur migas tua via teknologi CCS (Carbon Capture Storage).
- Jangka Panjang (2040-2050), pembangunan pabrik AH baru berskala komersial menggunakan ET (PLTA & PLTP).
- Pupuk Kujang seluas 300 Ha, Jawa Barat.
- Pupuk Iskandar Muda (IMIA), Arun Lhokseumawe, Aceh.
- Pupuk Sriwijaya di Sumatera Selatan.
- Pupuk Kaltim, di Kalimantan Timur.
Peran Gas Ammonia sebagai BB Pembangkit Listrik
Riset di Jepang
Pemanfaatan ammonia sebagai BB diuji-cobakan di
- Pembangkit listrik menggunakan gas turbin. Nyala api berwana merah biru. Uji-coba yang sukses dengan ammonia sebagai BB dilakukan di FREA (Fukushima Renewable Energy Institute, National Institute of Advanced Industrial Science and Technology) bekerjasama dengan Tohoku Univ. menghasilkan daya 50 kW (2015). Pada th 2018, campuran ammonia 20% dan metan diuji-cobakan ke Turbin 2MW yang dikembangkan oleh IHI Corp.
- PLTU batubara. Uji-coba dilakukan di CRIEPI (Central Research Institute of Electric Power Industry) menggunakan serbuk batubara dan injeksi ammonia di suatu tititk yang tepat di tungku burner (tanpa menaikkan kadar NOx di gas buang). Berdasarkan data ini, pada Juli 2017 uji-coba dilanjutkan di Mizushima Power Station of Chugoku Electric Power Co. Inc. dengan melakukan cofiring serbuk batubara dan ammonia 20%. Laju Ammonia 450kg/jam dengan output 155.5MW. Uji-coba pembakaran di PLTU lain dilakukan menggunakan tungku multi-burner pada bulan Desember 2017 menggunakan BB cofiring 20% ammonia dan 100% batubara guna melihat nyala api pada luaran burnernya.
- Tungku Industri. Dua model tungku dicoba di Osaka Univ. dengan daya 10kW dan 100kW menggunakan cofiring metan dan 30% ammonia (NOx 1950ppm) dan ammonia saja (NOx 2300ppm). Kemudian, tambahan semburan gas Oksigen dapat menekan kadar NOx di bawah ambang batas lingkungan di Jepang. Selanjutnya, tungku yang berada di industri baja dan semen diuji-coba juga.
- Sel tunam/BB (Solid Oxide Fuel Cell). Pada Juli 2015 sukses memanfaatkan ammonia untuk memproduksi 200W. Pada Mei 2018 sistem SOFC yang dikembangkan oleh IHI Corp. sukses memproduksi purwarupa 1kW menggunakan ammonia. Kemudian ditingkatkan ke model komersial (bbrp 10kW hingga bebrapa MW).
Proyek Kerjasama
IHI Corp. perusahaan asal Jepang telah sukses menguji-cobakan ammonia sebagai cofiring dengan batubara sebesar 20% pada PLTU Hekinan, Jera di Perfektur Aichi tahun 2021. Selain itu, IHI Corp. juga meneken MoU bersama APL (Adani Power Limited) dan Kowa (Kowa Company Ltd) guna melaksanakan dan mengevaluasi studi kelayakan secara teknis dan ekonomis untuk mencapai rasio cofiring 20% ammonia cair dan selanjutnya menaikkan rasio cofiring itu hingga 100% (mono-firing) pada PLTU batubara Mundra, Gujarat, India. IHI dan Utilitas Jera melanjutkan studi itu pada PLTU Hekinan unit 4 (1 GW) pada tahun fiskal 2024-2025. Kebutuhan ammonia pada PLTU di Jepang dengan cofiring 20% akan mencapai 3juta ton/tahun hingga tahun 2030. Biaya pembangkit pada PLTU yang menggunakan ammonia 20% diperkirakan 0,12USD/kWh. Harga ammonia yang semula sekitar 460 USD/MT, di masa pandemi dan perang Rusia-Ukraina naik menjadi 815 USD/MT (31 Mei 2022).
Kerjasama pada PLTU di Indonesia
Anak perusahaan PLN, PJB, mencoba memanfaatkan gas ammonia itu sebagai teknologi alternatif, yaitu mencampurkan BB gas dan BBM (solar, MFO) dengan gas ammonia (cofiring) yang selanjutnya menggunakan gas ammonia saja (mono-firing) pada PLTU dengan BB gas dan BBM di Indonesia. Hal itu dilakukan dengan cara meneken MoU Riset Clean and Energy Development bersama perusahaan IHI Corp., Jepang yang telah berpengalaman di bidang teknologi cofiring dan mono-firing. PLTU Gresik unit 1-2 (2x100MW), Jawa Timur, dengan BB gas alam dijadikan sebagai proyek percontohan teknologi itu (Unit Pembangkit Gresik memiliki 2 PLTG, 4 PLTU, dan 3 blok PLTGU dengan total kapasitas 2218 MW).
Di samping itu, studi kelayakan penggunaan ammonia juga dilakukan di PLTU Suralaya yang bekerjasama dengan MHI (Mitsubishi Heavy Industries). Studi itu mencakup rantai nilai produksi amonia (AB), transportasi (dari pabrik ammonia ke pembangkit listrik), konsumsi (sebagai BB), dan penyimpanan gas CO2 yang berasal dari pembakaran batubara.
Reaksi pembakaran ammonia
Dususun oleh Fathurrachman Fagi; WA/Phone: 081210881386; ffagi@yahoo.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar