Pages

Senin, 16 Desember 2019

PLTN Transmutasi (Air Sebagai Bahan Bakar)

Sambungan dari Nasib Air (Air Laut) Sebagai Bahan Bakar Terbarukan

PLTN TRANSMUTASI

LENR (Low Energy Nuclear Reaction), Cold Fusion Phase 2 (Fusi Dingin fase 2) 

[Teknologi LENR disebut pula LANR (Lattice Assisted Nuclear Reaction), atau  
CECR (Brillouin's Controlled Electron Capture Reaction)]

Teknologi LENR memanfaatkan daya dari energi nuklir lemah, tetapi menangkap energi ini cukup sulit. Selama ini upaya terbaik NASA melibatkan kisi-kisi Ni dan ion-ion hidrogen. Ion tersebut dihisap ke dalam kisi-kisi Ni, kemudian kisi tersebut diosilasi pada frekuensi amat tinggi (antara 5-30 Tera Hertz). Osilasi itu mengeksitasi elektron Ni yang dipaksa masuk ke dalam ion hidrogen (proton) membentuk netron lambat. Ni segera menyerap netron-netron ini, sehingga ia tidak stabil. Oleh karena itu, Ni melucuti netron dari elektronnya sehingga menjadi proton, yang menyebabkan Ni menjadi Cu (tembaga) dengan melepaskan energi ke dalam proses. LENR memanfaatkan netron lambat dengan energi di bawah 1 eV sehingga tidak menghasilkan radiasi ionisasi atau limbah radioaktif. Hal itu menyebabkan LENR cocok untuk reaktor nuklir rumahan dan kendaraan yang menghasilkan panas dan listrik. Selain Ni, Karbon juga dapat digunakan yang akan berubah menjadi Nitrogen.

Teknologi LENR (PLTN Transmutasi, Ni-H) memiliki beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan reaktor nuklir (PLTN Fissi Uranium/ Plutonium/ Thorium), yaitu tidak ada bahan radioaktif yang terlibat sebagai bahan bakar (BB), dan tidak ada limbah radioaktif dari proses reaksi nuklir transmutasi (gas, cair, dan bahan bakar bekas). Di samping itu, LENR memiliki densitas energi serupa dengan sumber energi nuklir, yang mempunyai densitas energi superior dibandingkan dengan sumber energi minyak, batubara, dan gas. Contoh:

BBM: C + O2 >>> CO2 + 4,1 eV; sedangkan LENR: Ni-62 + H >>> Cu-63 + 6,12 MeV

Kelebihan lain LENR:
  • Biaya rendah: sekitar 1/1000 biaya BBM (Biaya transportasi juga lebih rendah)
  • Densitas Energinya Superior: densitas energi > 1juta kali densitas energi fosil (minyak, batubara, gas alam), tepatnya, panas dari satu liter Ni-H setara dengan panas 2 juta liter BBM, bahkan lebih tinggi dari densitas energi PLT fissi nuklir komersial saat ini. Seperti diketahui bahwa panas total reaksi fissi uranium ~200MeV, dan panas total fusi nuklir D+T ~18-20MeV, sedangkan reaksi molekul Ni dan proton / hidrogen menghasilkan panas ~5-6MeV, yang masih cukup tinggi untuk menghasilkan listrik.
  • Cadangan BB LENR amat melimpah yang diduga habis sekitar 10 juta tahun, sedangkan fosil sekitar 150 tahun
  • Lingkungan Hijau dan Selamat: LENR itu 100% Hijau dan bebas karbon. Meski LENR adalah reaksi nuklir, ia tidak memerlukan uranium / plutonium / thorium, tidak menghasilkan limbah nuklir atau produk samping nuklir,  tidak punya efek merugikan atau isu keselamatan seperti PLTN fissi. Tidak ada emisi, tidak ada polusi, tidak ada bising (cukup senyap)
  • Tidak Terbatas: BB LENR saat ini, Ni-H tidak terbatas. Ni dan gas hidrogen adalah logam dan gas dengan kelimpahan terbesar di bumi. Ni dan gas hidrogen akan menghasilkan panas bila mereka bercampur,  dan Ni bertransmutasi membentuk tembaga dan energi panas.  LENR dapat menggunakan logam selain Ni (lebih mahal), misalnya Paladium, Titanium, dan Platina.
  • Murah, kecil, dan dapat  diatur ukurannya: Peralatan LENR efisien dari sisi biaya. Mereka itu kecil, mudah dibuat/dioperasikan, sangat efisien dan handal, tidak ada bagian yang bergerak, dan hanya membutuhkan pergantian wadah (cartridge) Ni-H setiap 6 bulan.
Persyaratan pembangkit panas/listrik berbasis LENR, agar sukses dikomersialkan adalah:
  • COP (Coefficient of Performance), rasio energi keluar dan masuk, harus tinggi; contoh: bila COP = 6, maka 1 kW daya masuk menghasilkan panas 6 kW. Makin tinggi COP, mesin LENR makin efisien.
  • Temperatur kerja cukup tinggi
Bila COP = 5, dan temperatur teras setinggi 1000 oC, maka PLTN Transmutasi ini dapat menyumbang bauran energi nasional dengan air sebagai BB.
  
BrLP

Perusahaan Brilliant Light Power (BrLP) (CEO: Dr. Randell L. Mills) membuktikan adanya proses elektrolisis plasma terhadap bahan bakar padat berbasis air, SF-CIHT (Solid Fuel - Catalyst Induced Hydrino Transition). Sementara, peneliti lain mengusulkan agar nama CIHT diganti dengan nama ECHO (Electricity from Collapsing Hydrogen Orbits). Generator memompa serbuk katalis terhidrasi (basah) bergerak ke serial putaran 2 elektroda, sehingga ketika 2 elektroda dialiri listrik, air dalam serbuk meledak dalam bentuk kilatan cahaya yang memiliki spektrum sama dengan matahari dengan intensitas 50.000x intensitas cahaya matahari di muka bumi.

Setelah serbuk itu meledak, serbuk tsb didaur-ulang, dan dihidrasi-ulang, kemudian dikembalikan ke sistem agar meledak kembali. Hal itu berarti sistem hanya mengkonsumsi air saja, dan tidak menghasilkan polusi yang dijamin selama 25 tahun. Selanjutnya, cahaya tsb diubah langsung menjadi tenaga listrik (10MWe) via sel surya fotovoltaik komersial, (berupa panel datar bahan semikonduktor berefek fotovoltaik termasuk lensa, kaca, dan kabel optik fiber), yang disiapkan oleh perusahaan mitra, SunCell. Generator tsb cukup kecil sehingga dapat dipasang di dalam ruang mesin mobil. 

Alat seukuran 1 ft2 (929cm2) (seperti gambar atas) adalah demo PLTHidrino yang menghasilkan energi listrik 10MWe (25MWoptik) dengan spek sbb:  Komposisi BB: serbuk hidrat Ti, Cu, atau Ag + ZnCl2 atau MgCl2; Tekanan terhadap BB:100-200lb/cm2; Laju massa BB: 5kg/detik; Laju volum BB: 1.000cm3/detik; Konsumsi BB air: 9cc/detik (33liter/jam); Frekuensi Daur: 2000Hz; Arus pijar: 20.000-30.000Amp; Tegangan: 4,5-8V; Daya Input Puncak Sistem: 90-240kW; COP ~1000; dll. Proses BlackLight menghasilkan energi 200kali lebih besar dibandingkan dengan pembakaran hidrogen, sehingga energi yang dibangkitkan itu dapat menggantikan PLTN / PLTU batubara / minyak / gas. Bila sel elektroda Ni diganti logam molebdinum (Mo), maka COP yang diperoleh meningkat ~2.400

BB SF-CIHT menggunakan bahan murah, melimpah, tak-beracun, dan dapat diproduksi dalam jumlah besar. Biaya sel SF-CIHT diproyeksikan hanya sekitar 10-100USD/kW; Biaya instalasi PLTHydrino sekitar 1/54 PLTN; LCE/Levelized Cost of Electricity <1 sen USD/kWh, sedangkan nuklir fissi uranium 12sen USD / kWh. Sebelumnya, tahun 2008, BLP membuat purwarupa PLTHydrino 50kW yang siap dikomersialkan, dan Rowan Univ. berhasil mereplikasi proses BLP untuk 1 kW dan 50kW. Capital Cost diestimasi 60USD/kW (20th, CC tahunan 3USD/kW, biaya perawatan 1,2USD/kW, biaya generasi 0,001USD/kWh). Daya dari 10kW hingga 10MW, uji lapangan (100kW) dan komersial akan dilakukan akhir th 2017.

Proses elektrolisis plasma itu dibangkitkan oleh satu sel elektrolisis plasma (2 elektroda: Katoda NiO, Anoda Ni, elektrolit berupa garam eutektik molten LiOH-LiBr, dan matriks MgO) sebagai sumber reaktan untuk membentuk hidrino di anoda, dengan memasukkan arus ~12.000 Amp dan tegangan 1,5V. Air dalam bentuk plasma seketika memijar sangat terang (seperti cahaya matahari) dan mengeluarkan energi sangat besar (hasil dari konversi hidrogen dari air menjadi hydrino).  

Bahan bakar secara konstan diumpankan guna mendapatkan energi sinambung. Satu liter air dalam BB itu akan menghasilkan daya listrik >2000 MW. Air 17 liter dapat menerangi rata-rata rumah di AS selama setahun. BLP memiliki lisensi dengan 7 utilitas (sejenis PLN) berdaya total 8250 MW (2010). Salah satunya adalah Estacado Energy Services, Inc, New Mexico.
Scale-up. Tonggak utama memasuki skala komersial, adalah melakukan scale-up ukuran elektroda dan mengembangkan plat bipolar dimana ribuan sel disusun menjadi satu sel CIHT seperti terlihat pada gambar samping.

Teknologi BLP dapat pula digunakan di angkutan darat, laut, dan udara. Satu galon (3,785 liter) air menggerakkan mobil sejauh >8050 km; atau dapat melistriki rumah sendiri, dan ribuan rumah tetangga. Berdasarkan proyeksi densitas daya SunCell dan ketersediaan bahan-bahan, generator 250 cm3 yang memiliki pengubah fotovoltaik dapat memberikan daya mobil listrik 200kW (267HP) dengan berat mesin hanya <2kg yang setara dengan 1% berat mesin bakar untuk daya yang sama. Banyak kalangan yang kepentingannya terganggu menghadang pengembangan teknologi ini.

E-Cat
 
E-cat, A. Rossi
Andrea Rossi (Italia) (dengan teknologi E-Cat) melakukan Percobaan  LENR  dengan memanfaatkan reaksi nuklir antara gas hidrogen dengan serbuk Ni. Ia langsung mengarah ke pemanfaatan komersial (berdaya 1 MW, tetapi masih banyak masalah) yang menggunakan serbuk nano nikel 55% untuk menyerap gas hidrogen, serbuk besi 39% guna memecah gas H2 menjadi H1, dan litium aluminium hidrida (LiAlH4) 6% sebagai sumber gas hidrogen dan katalis. Beberapa peneliti masih terus mencari kondisi optimal, agar teknologi ini menjadi ekonomis dan dapat dikembangkan untuk memroduksi panas / uap air / listrik.  
 
Pada percobaan Rossi, tidak ada bahan radioaktif yang terlibat, dan radiasi gamma atau netron yang terdeteksi selama uji berlangsung hanya sebatas cacah latar. COP yang diperoleh sekitar 3,2-3,6 (Rossi menyinggung dalam paten AS miliknya No. US 2014/0326711 A1, hal.15, tertgl 6 Nov 2014, yang disebut E-cat temperatur tinggi, Hot-Cat, bahwa Rossi mendapatkan COP ~11, meski banyak peneliti sangsi. Namun, riset terus berlangsung, dia mendapatkan COP~550, ketika melakukan demo E-cat QX di Stockholm, Swedia.
Harga BB (LiAlH4 dan serbuk nano Ni) yang relatif murah dan perawatan yang rendah menarik perhatian banyak pengguna energi. Tidak ada reaksi rantai atau ledakan. Ide besarnya adalah panas yang keluar digunakan untuk mendidihkan air, sehingga menjadi uap air, kemudian bila mungkin, untuk menggerakkan turbin. Idealnya, teknologi ini dapat mengganti PLTN uranium yang menggunakan berkas elemen bakar, dan desainer dapat menghitung duty cycle dengan cara mengganti reaktor (cartridge) per tahunnya, dengan biaya BB (LiAlH4 dan serbuk nano Ni) dan biaya limbah yang rendah. 

CECR (Brillouin's Controlled Electron Capture Reaction)


Teknologi LENR lainnya yang masuk skala komersial, adalah CECRBrillouin Energy (Brillouin "Hot Tube" Boiler) disebut pula Brillouin New Hydrogen Bioler (NHB), Boiler Kering, atau Brillouin Energy's Hydrogen Hot Tube (HHT) yang ditemukan oleh R Godes, sedang dikomersialkan oleh Brillouin Energy Corp. of Berkeley, CA, AS (BEC).  Ia mampu memanaskan sistem hingga 500-700 oC berdasarkan pemanfaatan gas hidrogen tekanan tinggi ke teras reaktor yang tentu saja cocok menjadi PLTU. BEC berharap biaya untuk menghasilkan energi sekitar  1 sen US$ per kWh tanpa emisi apapun dengan bantuan sistem kendali Q-pulse yang unik.

Teknologi ini memanfaatkan gas hidrogen masuk ke geometri internal Ni dengan bantuan pulsa listrik. Generator pulsa elektronik menciptakan titik stres dalam logam dengan memfokuskan energi ke tempat yang sangat kecil, sehingga proton dalam hidrogen menangkap elektron dan berubah menjadi netron (-782keV). Pulsa-pulsa berikutnya membentuk netron baru dan netron tsb bergabung dengan hidrogen membentuk Deuterium (H2: 1 proton 1 netron dalam inti) (E= +2,2MeV). 

Langkah penggabungan itu melepaskan energi. Proses terus berlangsung, Deuterium + elektron menjadi 2 netron (-3MeV); 2 netron + proton atau netron bergabung  dengan Deuterium menjadi Tritium (H3: 1 proton 2 netron) (E=+6,3MeV), dan T + elektron menjadi 3 netron (-9,3MeV); 2 netron + D atau netron + Tritium membentuk Quadrium (H4: 1 proton 3 netron), yang tidak stabil, ia segera berubah menjadi Helium dengan melepaskan lebih banyak energi (E=+17,06-20,6 MeV).

Persamaan daya Brillouin: energi masuk 2,4 unit; energi keluar 24 unit. Pada CECR, Ni hanya sebagai host dan katalis, dan tidak dikonsumsi. 


Sebelum NHB, BB (Brillouin Boiler), WET (Water Electrolytic Tube) Boiler, Boiler Basah, telah dikembangkan lebih dulu, yang sistemnya berupa katoda Ni270 & anoda mesh Ni270 dalam air bebas mineral dan elektrolit (larutan NaOH 0,15-0,5M), sehingga menghasilkan panas 100-150oC yang hanya dapat digunakan untuk membuat air panas untuk pemukiman, sedangkan NHB (T= ~450oC) digunakan untuk PLTU.

Teknologi Brillouin (BB & NHB) bermanfaat untuk
  • Pemakaian: air panas, uap air, panas proses, PLTU
  • Pemakai: pemukiman, komersial, industri, dan desalinasi air laut
  • Keluaran termal: daya terendah hingga 600 W; Daya rendah 600W - 1 kW; daya menengah 1 kW - 500 kW; Daya tinggi lebih dari 500 kW (5-10 MW). PLTH (Pembangkit Listrik tenaga Hidrogen) ini sama desainnya dengan PLTU fosil atau PLTN, kecuali terasnya beda.
Satu gelas air mengandung gas hidrogen sebagai bahan bakar PLTH yang cukup memberikan daya listrik untuk 30.000 rumah selama setahun. Sistem boiler HHT memiliki kemampuan proses aneka pemakaian panas non fosil, termasuk PLTU, desalinasi air laut, dll. Teknologi ikutan lainnya yang terdorong oleh temuan teknologi ini adalah komunitas energi di luar PLN, desalinasi, produksi hidrogen, produksi ammoniak dan pupuk, penambangan, pelumatan, dan pemrosesan logam.

Kelebihan teknologi BB (basah) adalah: dapat diandalkan, tidak merusak katoda, memerlukan arus listrik rendah < 0,2 A/mm2, dan reaksi terjadi hanya beberapa milidetik. Teknologi Brillouin (Sep 2013) memasuki tahap lisensi internasional. Sunset Securities membuat kesepakatan dengan BEC untuk mendirikan PLTU ~10-15MW dengan menginvestasikan dana USD20juta. Perusahaan Korsel juga meneken lisensi beberapa juta USD dengan BEC untuk melakukan rekayasa dan pemanfaatan teknologi (PLTU ~5-10MW).

Dari sisi material, Platinum dan Palladium dihindari untuk digunakan karena harganya mahal dan sulit dibuat. Pasangan Fe-Co dalam sistem periodik cukup dekat. Harga Fe murah (USD200/ton) bertransmutasi menjadi Co (USD 25.000/ton) yang mahal, tetapi afinitas Fe dengan hidrogen sangat rendah. Di sisi lain, penggunaan elektroda Titanium Vanadium (Ti-V) juga menarik perhatian, karena transmutasi Ti ke V dianggap menguntungkan. Harga Ti sekitar USD1.000/ton, sedangkan harga Vanadium sekitar USD50.000/ton. Ti dapat dijenuhkan oleh hidrogen. 

Rusia

Fenomena E-Cat (Rossi) direplikasi oleh Prof. A. G. Parkhomov, peneliti Rusia. Pada tgl 25 Des 2014, ia melaporkan percobaannya menggunakan reaktor tabung porselin dan bahan bakar yang mirip dengan yang dilakukan oleh percobaan grup peneliti Italia-Swedia (eksperimen Lugano + E-cat milik Rossi). Filamen elektrik menginisiasi reaksi nuklir dalam tabung porselin dan proses berlanjut sendiri, sehingga Ni bertransmutasi menjadi isotop Cu dan isotop Ni. 

Penggunaan sel porselin itu mirip batang kelongsong nuklir yang mengeluarkan panas dari hasil fissi, sedangkan tabung porselin mengeluarkan panas dari reaksi nuklir serbuk nano Ni + gas hidrogen dalam tekanan tinggi. Parkhomov melakukan percobaan menggunakan tabung porselin (panjang 20 cm) berisi 1g serbuk putih BB LiAlH4 (10%) yang dicampur dengan 10g serbuk nano Ni alam (90%) dengan cara yang sederhana.

Diagram Percobaan Parkhomov
Ia menaikkan suhu secara perlahan (menggunakan resistor Kanthal A1 yang bekerja hingga 1400 oC), agar gas hidrogen yang dilepas oleh LiAlH4 berkesempatan diabsorp oleh serbuk nano Ni alam, sehingga reaksi nuklir Ni dan hidrogen terjadi dan dapat menghasilkan energi lebih, dengan tekanan masih berada di bawah tekanan tabung reaktor. Radiasi gamma / netron yang terdeteksi hanya setingkat cacah latar. Daya masuk 300W, dan kelebihan daya diperoleh 700W, maka COP ~3,2. Kelebihan panas itu menarik perhatian dunia. Percobaan dari 1g LiAlH4 menghasilkan panas ~1889kJ, sedangkan 1g batubara hanya menghasilkan panas 30kJ. Artinya, BB Parkhomov itu tidak biasa, tetapi sangat berguna. Percobaan diteruskan (Maret 2015); pada suhu 1200 oC diperoleh kelebihan panas mencapai 800W (memproduksi 150mJ / 40kWh).

Tiongkok

Peneliti dari China Institute of Atomic Energy juga mendapatkan kelebihan panas ~600W dengan umpan panas 780W. Serbuk BB (Ni + LiAlH4 10%) sebanyak 20g diisikan ke sel Ni yang terletak dalam ruang reaksi baja nirkarat. pemanas terbuat dari kawat nichrome yang dililitkan ke tabung keramik, dengan arus listrik dc stabil sebagai sumber listrik. Produksi panas anomali teramati beberapa kali. Harga COP ~1,77.

Beberapa cara perbaikan proses perlu dikembangkan di masa depan, misalnya:
  • penggunaan BB lain (selain serbuk LiAlH4 + Ni) (misalnya Ti bertransmutasi ke V) untuk mendapatkan COP yang lebih tinggi lagi. Selain itu, perlu dicari pemanasan jenis lain dari luar (misalnya, radio frequensi, elektromagnet, dll)
  • perlu dicari lagi aneka macam elemen pemanasnya dan teknik pemasangannya
  • Tabung reaktor (alumina, kelongsong logam, dll.)
agar input panas sekitar 300 W dapat diturunkan serendah-rendahnya.

Pemerintah Jepang akan mendanai litbang LENR yang diusulkan oleh NEDO (New Energy and Industrial Technology Development Organization) sekitar US$27juta.

Teknologi LENR perlu dikembangkan serius di Indonesia sebagai teknologi alternatif PLTN guna mendukung bauran energi nasional yang ramah lingkungan.



Disusun oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386; ffagi@yahoo.com
______________________________________________________
Bagi anda yang meng-copy & paste tulisan ini di blog anda,
cobalah ikhlas menyebutkan link sumbernya
http://energibarudanterbarukan.blogspot.co.id/2016/07/nasib-air-air-laut-sebagai-bahan-bakar.html

Kamis, 12 Desember 2019

Kondisi EBT di BRUNEI DARUSSALAM / Renewable Energy in Brunei Darussalam

Brunei terbagi 2 daerah yang terpisah oleh lembah sungai Limbang di Sarawak. Brunei terdiri atas 4 distrik, distrik Brunei-Muara (termasuk ibukota Bandar Seri Begawan), Tutong, Belait (Bagian Barat yang didominasi oleh dataran rendah berbukit, berawa, dan lembah aluvial) dan Temburong (pegunungan di bagian Timur) dengan total area 5.770 km2 dan total penduduk sekitar 408.000 orang (2010), 42% di perkotaan, (201.100 orang di ibukota), sedangkan distrik Temburong berpenduduk hanya 10.000 orang. Daerah tanam diperkirakan sekitar 13.000 Ha, 2,5% dari total area. Daerah yang telah ditanami sekitar 7.000 Ha, dan 4.000 Ha berupa tanaman permanen, sisanya ditanami tanaman tahunan. Tanaman utama adalah beras, ubi kayu, pisang, dan nenas.  

Brunei adalah negara kaya minyak dan gas alam. Pendapatan pemerintah Brunei sangat bergantung kepada ekspor minyak dan gas alam dengan cadangan keduanya masing-masing tinggal 17 tahun dan 30 tahun lagi. Harga pasar mereka saat ini yang kurang stabil menyebabkan pemerintah harus mencari proyek hilir minyak dan gas alam. Hal itu dilakukan dengan cara mendiversifikasi produk ekspor, misalnya mengembangkan industri methanol sebagai industri hilir yang menggunakan minyak mentah dan gas alam sebagai bahan baku. Hal itu berdampak pula kepada penambahan tenaga kerja dan aktifitas tambahan penghasilan (spin-off) pengusaha lokal. Tingginya harga BBM berdampak kepada meningkatnya subsidi BBM dan mempengaruhi kebijakan pangan nasional, karena Brunei selama ini bergantung kepada impor pangan. Saat ini listrik Brunei 99,95% berasal dari Fosil, sisanya 0,05% adalah PLTS. Di masa depan sekitar 2035, Brunei akan meningkatkan peran ET sekitar 10% (954GW) menjadi bauran energi listrik nasional.

Oleh karena itu, penguatan sektor pertanian menjadi isu penting di Brunei, sekaligus menaikkan ketahanan pangan nasional agar mandiri melalui kemampuan sendiri memproduksi beras sebagai agenda utama nasional. Hal itu dapat dilakukan melalui riset dan inovasi yang berkelanjutan dan mengusulkan Taman Teknologi Agro yang terdiri atas laboratorium dan tempat percobaan pertanian, dan pengembangan litbang produk-produk halal yang ternyata mampu menarik minat investor asing dalam memproduksi produk-produk farmasi halal. Infrastruktur untuk melaksanakan itu diperoleh dari bahan-bahan murah yang menarik minat investor dari China, Rusia, dan Jepang. Akibatnya, aktivitas agro akan memproduksi biomassa lebih banyak di samping besarnya potensi EBT lainnya yang menjanjikan untuk dieksploitasi, sehingga Kebijakan pengembangan EBT di Brunei perlu dilakukan.

EDPMO (Energy Department at The Prime Minister's Office) memperkirakan th 2017 Brunei mencapai 124GWh untuk EBT dan sekitar 954GWh pada tahun 2035. Beberapa negara (Kanada, China, Jepang) tertarik untuk mengembangkan Energi Terbarukan (ET) (PLTA, PLTS, dan PLTB) di Brunei. Hal itu tidak hanya berguna mengurangi ancaman global perubahan iklim akibat naiknya penggunaan BBM yang juga menaikkan konsumsi listrik, tetapi juga mempertahankan ekspor minyak dan gas. 

Guna memberikan kepercayaan investor potensial, pulau Muara Besar (PMB) dikembangkan sebagai tempat revolusi ET termasuk kepastian finansial, kemampuan teknis, infrastruktur dan ketrampilan yang memerlukan waktu yang cukup. 

Kapasitas listrik terpasang di Brunei teramati menurun, dari 830,54 MW (2008) menjadi 804,2 MW (2009). Sebaliknya, kebutuhan listrik Brunei meningkat dari 563,3 MW (2008) ke 607.2 MW (2009). Perkiraan konsumsi listrik th 2020 sekitar 4,32miliar kWh. 

Brunei bergabung dengan IREA (International Renewable Energy Agency) pada tanggal 23 Juni 2009.



METHANOL

Mitsubishi Gas Chemical Company, INC, ITOCHU Corp., dan Brunei National Petroleum Co. bergabung membentuk satu perusahaan bernama BMC (Brunei Methanol Company) di Sungai Liang Industrial Park (16Ha) guna memproduksi dan menjual methanol sejak Mei 2010. BMC memproduksi 850.000 ton methanol/tahun yang digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi formalin, asam asetat, dan biodiesel. Methanol diekspor terutama ke negara Asia (Tiongkok 430ribu ton/th) yang menikmati pertumbuhan ekonomi yang pesat.

SURYA (PLTS)

Brunei terletak di daerah tropis yang menerima radiasi surya amat melimpah dan selalu hadir sepanjang tahun. Potensi: 16 GW. PLTS yang ada hanya memproduksi sekitar 1,7GWh/tahun. Bila semua rumah dan lapangan/tempat parkir diatapi PLTS, maka daya listrik 780MW dapat diperoleh. Radiasi surya di Brunei rata-rata sekitar 5 kWh/m2/hari. Bila Brunei memanfaatkan hanya 1% dari  luas daratan 5.770 km2, maka Brunei akan menghasilkan 26.350 MWh/hari, atau 9.617.750 MWh/tahun. Angka ini melewati kebutuhan listrik Brunei tahun 2006, yaitu sebesar 2.929.000 MWh/tahun. Biaya produksi modul PV menurun, karena proses produksi yang lebih efisien, sehingga biaya produksi unit PLTA hanya US$0,36 /kWh.

Mitsubishi Co. memilih Brunei untuk membangun Fasilitas demonstrasi surya terbesar di Asia Tenggara. Saat ini telah ada satu PLTS 1.2 MW di Seria (2010). 

Proyek PLTS lainnya adalah Brunei Solar, berlokasi di Muara, on-grid, Mono-Si sebagai modul PV, dengan efisiensi 11,7%, daya 100 kWp (165.071 MWh), luas 854,7 m2. Proyek lainnya diharapkan menghasilkan 10-15MW.

Penggunaan surya lainnya: pemanas air tenaga surya.

AIR (PLTA)

Potensi Kapasitas PLTA sekitar 20GW. Brunei belum memiliki PLTA. DES (Department of Electrical Services) mempertimbangkan pengembangan PLTA sepanjang sungai Temburong yang diperkirakan berkapasitas sekitar 70-80 MW dengan masih menstudi dampak negatif terhadap hutan tropis, mata pencaharian penduduk dan ikan di sekitarnya. Pemerintah Sarawak telah mengadakan pembicaraan dengan pejabat Brunei tentang pemanfaatan sungai Temburong untuk keperluan PLTA (150 MW) dan irigasi guna meningkatkan produksi pangan (beras) di Temburong. Menteri Utilitas Publik Serawak juga memprioritaskan pengembangan PLTA Limbang (240 MW) dan Lawas (100 MW). Untuk itu, Brunei perlu memperbaiki jalur transmissi interkoneksi 175 kV dengan Sarawak agar terhubung dengan PLTA Limbang dan PLTA Lawas, bahkan bila perlu terhubung dengan Indonesia. Sungai Kenaya dan Batang Terusan di Lawas dapat pula dimanfaatkan untuk PLTA yang lebih dekat ke Temburong. Di antara para investor yang tertarik untuk terlibat dalam proyek PLTA di Lawas adalah China. Saat ini Temburong memanfaatkan PLTD untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah itu.
Sinohydro-Pahaytc Venture Sdn Bhd, anak perusahaan Sinohydro Co, China, ditunjuk untuk membangun waduk Ulu Tutong (tinggi 42 m, DAS 108 km2, volume air 100 juta m3) di Distrik Tutong 22 km dari Kg Belabau dengan kontrak sekitar 437juta Yuan (US$85,4juta) selama 45 bulan yang hanya digunakan untuk pasok air bukan PLTA. Akan tetapi di masa datang, waduk itu dapat diubah ke PLTA, dengan hanya menambahkan generator listrik, dan dengan desain waduk seperti itu akan memproduksi listrik kira-kira 10 MW. Kesulitannya adalah membuat kanal baru dulu untuk mengalihkan air guna memasang dinding beton plastik. Waduk Ulu Tutong berfungsi sebagai waduk regulasi (terutama di musim kemarau), air waduk dilepas sedikit demi sedikit bila aliran air sungai Tutong menurun, dan membagi air ke pintu masuk Kuala Abang (Pengolahan Air Bukit Barun) dan Layong (Pengolahan air Layong) untuk memproduksi air bersih tanpa hambatan. Saat ini Brunei mempunyai 3 waduk, waduk Mengkubau di Mentiri, waduk Tasek di Bandar, dan waduk Benutan di Tutong. Waduk Kagu di Labi masih dalam tahap konstruksi. Satu waduk lainnya, waduk di Imang, hanya digunakan untuk pasok air guna keperluan pertanian di Wasan dan sekitarnya.

ANGIN (PLTB)

Potensi PLTB (bayu/angin): 1800 MW di lepas pantai (75-100 turbin per tapak) dengan densitas energi angin 0,17 kWh/m2, Laju angin paling sering  4,15 m/detik, laju angin paling intensif 8,3 m/detik, faktor kapasitas 0,13; produksi energi tahunan 2239,366 MWh; pengurangan CO2 1099 ton/tahun, atau pengurangan CO2 selama umur ekonomis: 27.475 ton/tahun. Ada 19 tapak potensial (1-10 turbin per tapak) untuk dibangun PLTB terutama di sisi Selatan Brunei, misalnya Temburong, Timur Laut Seria, beberapa di Selatan Tutong. Tapak 5 (Lumut, 9 turbin) akan memberikan 20-30 MW.

BIOMASSA (PLTBm)

Potensi: 13 x 10E5 kWh/tahun (0,15 MW). Pasokan energi domestik dihasilkan dari biomassa (cangkang sawit, dll) dan bahan limbah kayu yang telah menyumbang sekitar 9% dari konsumsi energi utama total. PLT Biomassa menyumbang 34 MW di Sabah, dan dua lagi dikembangkan di Sandakan. PLTBm Mukah 12 MW memanfatkan limbah sawit.

GELOMBANG LAUT

Potensi: 0,66 MW.

TIDAL (ARUS LAUT)

Potensi: 335 kW. Riset menunjukkan bagian Utara distrik Muara berpotensi untuk mengembangkan PLTAL.

INSENTIF
Feed-in Tariff atau FIY diterapkan di Brunei. Penduduk yang memasang sel surya di atap rumahnya dapat memberikan kelebihan listriknya ke jaringan listrik nasional.
Insentif (tidak langsung berupa dollar) sedang ditawarkan guna memberikan dorongan kepada badan-badan sektor swasta/publik di bidang energi. Pemerintah meminta kewaspadaan publik terhadap naiknya biaya energi dan akibat konsumsi energi terhadap lingkungan dan mengawali beberapa kampanye untuk mendidik publik di bidang konservasi dan efisiensi energi. Bila publik telah terdidik, maka mereka akan membeli peralatan berteknologi energi yang sangat efisien.




Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386; ffagi@yahoo.com

Kamis, 05 Desember 2019

Kondisi EBT di THAILAND / Renewable Energy in Thailand

Kebutuhan listrik Thailand (Juli 2015) 60GW, sedangkan pasokan domestik hanya 35GW yang berasal dari 70% gas alam, 17% dari Lignite (batubara muda), 10% ET, dan 2,2% dari PLTA. Kekurangan listrik terpaksa diimpor dari Laos (Lao DPR). Oleh karena itu, PLT lainnya harus segera dibangun di Thailand dengan 3 persyaratan: produksi yang stabil; ramah lingkungan; dan investasi yang wajar. Oleh karena itu, dampak PLTN yang digadang-gadang akan diadopsi Thailand harus dipelajari sungguh-sungguh dari semua aspek, kelebihan dan kekurangannya dan dampaknya (sekarang & yang akan datang) dengan memperhatikan saran dan dukungan pemangku kepentingan.

Gas alam Thailand (70 % listrik yang dihasilkan EGAT PLN Thailand) diperoleh dari 22 sumur gas alam lepas pantai teluk Thailand. Kendati produksi gas alam itu menaik, kebutuhan energi dari gas alam dalam negeri sudah tidak mencukupi, sehingga memaksa Thailand untuk mengimpor 25 % kebutuhan gas alamnya dari Myanmar.

Sejak tahun 1992 Thailand memiliki rencana mengembangkan EBT sekaligus mengurangi ketergantungan energi dari luar. Menteri Energi Thailand berencana memproduksi listrik dari EBT sekitar 25% dari total keluaran listrik negara untuk 10 tahun ke depan. Target EBT sekitar 9.201 MW tahun 2014  akan digenjot menjadi 51% tahun 2021 (13,927GW yang berupa Biomassa 4,8GW; Biogas 3,6GW; Surya 3GW; Angin 1,8GW sisanya dari PLTA dan Limbah). Insentif dari pemerintah diberikan kepada investor / produsen guna mendorong pemanfaatan EBT.

Potensi energi surya dan angin di Thailand sebenarnya amat besar, tetapi hambatan dana dan teknologi menyebabkan pemanfaatan mereka tidak kunjung masuk ke skala komersial. Beberapa proyek panel surya telah berjalan dengan dana yang amat besar. Beberapa PLTA telah beroperasi dan tambahan PLTA ke depan cukup menjanjikan, tetapi tingginya ongkos peralatan dan kurangnya tenaga ahli menyebabkan pembangunannya dibatasi. Potensi energi biomassa amat menjanjikan sebagai sumber energi terbesar saat ini sebagai akibat keberhasilan ekspor produk pertanian ke manca negara. Limbah produk pertanian tersebut berasal dari kayu, sekam/jerami, pucuk/daun/tetes/ampas tebu, kelapa sawit (cangkang+batok), tongkol jagung, dan produk pertanian lainnya. Biogas berasal dari limbah organik padat dari sampah kota/produk pertanian dan limbah organik cair  juga pantas dikembangkan.

BIOMASSA

Target tahun 2021: 4,8 GW. Sebagai negara yang berbasis pertanian yang kuat, produk samping dari hasil pertanian seperti padi, gula, minyak sawit, kayu dan komoditi pertanian lainnya adalah potensi terbesar di Thailand untuk menghasilkan listrik. Hal itu disebabkan oleh kesuksesan Thailand sebagai produsen top dunia untuk beberapa komoditi pertanian. Biomassa menyumbang 80 % EBT Thailand.

Limbah utama biomassa (th 2010) sekitar 72 (ton/tahun): Ampas tebu (14 juta), pucuk+daun tebu (11,4 juta); bubur tapioka (1,33 juta), rimpang tapioka (102 ribu); serabut sawit (13 ribu), batok sawit (16,4 ribu), tandan sawit (237 ribu), sekam padi (2,3 juta), dan jerami (24,7 juta).

Kapasitas terpasang: ampas tebu (536,2 MW); sekam padi (86 MW); sekam padi + kayu (60,8 MW); sekam padi + ampas tebu + limbah kayu (108,8 MW); limbah kayu +  alkohol hitam (32,9 MW); alkohol hitam (2,5 MW).  Menteri Energi telah membuat daftar 15 PLT biomassa untuk investor asing via PBB dengan dana US$ 8,47 juta per tahun.
Tarif khusus yang ditawarkan: Kapasitas < 1 MW adalah 0,5 Baht/kWh selama 7 tahun; Kapasitas > 1 MW adalah 0,3 Baht/kWh selama 7 tahun.
AREVA dan partner lokalnya U-Thong Bio Power Co Ltd membangun PLT Biomassa (jerami+bagas) 9,9 MWe di Prov. Supanburi, Barat Laut Thailand. PLT itu memberikan listrik hijau kepada 6-8ribu KK dengan dana proyek sekitar US$17juta yang selesai akhir tahun 2013.

BIOGAS (gas metan)

Target tahun 2021: 3,6 GW. Singkong / tapioka dan minyak kelapa sawit kualitas tinggi diekspor, sedangkan limbah dan hasil samping mereka dimanfaatkan untuk memproduksi biogas. Limbah produk pertanian, hasil proses industri, dan limbah kota (organik padat / sampah) dimanfaatkan untuk pembangkit listrik skala kecil. Generator biogas 625 kW di Rayong dibangun dengan volum biogas terpakai hanya 4-5 jam sehari. Generator di Chonburi PAO dibangun dengan kapasitas 525 kW. Anaerobic Digester Korat dengan kapasitas 80 ton/hari menghasilkan 925 kW. Satu pabrik biogas skala besar dibangun di Ubonthani, di dekat pusat bisnis agro, pengembang-biakan binatang, dan sampah kota, berkapasitas 2 MW dengan bantuan teknik dari Novis Jerman.
GASIFIKASI (Gas Sintetik, CO+H2)

Studi AIT (Asian Institute Technology) Oktober 2010 menyebutkan bahwa ada sekitar 26 pabrik gas dari biomassa yang diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu 7 Gasifier untuk pemanasan dengan total kapasitas 5.526 MW dan 19 PLTGas untuk produksi listrik. PLTG untuk produksi listrik berupa fixed bed downdraft gasifier dengan kisaran 10-400 kW dan 1500 / 2x750 MW gasifier masih dalam taraf konstruksi. Sementara, Gasifier untuk pemanasan menggunakan teknologi bubbling fluidized beddowndraft hingga updraft. Jadi dari 26 pabrik itu, teknologi untuk 17 pabrik menggunakan downdraft gasifier,  2 updraft gasifier, dan 1 bubbling fluidized bed gasifier. Bahan bakar utama adalah sekam padi dan chip kayu, sedangkan bonggol jagung, limbah plastik, arang, dan ban bekas juga digunakan. Proses gasifikasi biomassa dari beberapa pemasok di negara Asia adalah India (Ankhur), Jepang (Satake), China (Fengyu Electric and Time Pro) dan buatan lokal.
Pabrik yang masih beroperasi: Supreme Renewable Chiang Rai (150 kWe, jenis downdraft, diesel, bonggol jagung, listrik ke grid); Ubon Rachathani (80 kW+, jenis downdraft/double throat, diesel, kayu bakar/bonggol jagung, pompa air); Rajamangala University of Technology Thanyaburi, Pathumthani (30 kWe, Downdraft, bensin, arang, listrik ke grid); Lime and Minerals, Saraburi (updraft, ban bekas, kiln kapur); Thai Ceramic Co., Saraburi (4x5.000 kWth, bubbling fluidized bed, sekam padi, industri keramik);  Pabrik yang sedang dibangun: A+ Power Co. Ltd., Nhongmoung, Lopburi (1.500 kWe, downdraft, gas, chip kayu).

SAMPAH KOTA

Potensi: 250 MW. Sampah kota yang diproduksi: 38.170 ton/hari terdiri atas sampah dapat busuk (42%), kertas (16%), plastik (14%), karet/kulit (1%), tekstil (3%), kayu/rumput (7%), gelas (5%), besi (3%), batu/keramik (3%), dan lain-lain (6%). Sekitar 40-60% dapat didaur-ulang dan digunakan kembali, seperti kertas 57%, gelas 19%, dan plastik 15%, dengan laju daur-ulang naik sekitar 9% per tahun. Sisanya harus dimanfaatkan untuk kompos dan energi. Satu incinerator (Mitsubishi-Martin) di provinsi Phuket menghasilkan listrik 1,6 MWt (kapasitas desain: 2,5 MWt) yang berasal dari 250 ton sampah basah/hari.

BIODIESEL

Minyak sawit melimpah di Thailand yang per hektar menghasilkan 5.800 liter. Penanaman pohon sawit ditargetkan mencapai 400 ribu Ha. Sementara, standar biodiesel B7 digunakan di Thailand. Tahun 2012, B10 (10% biodiesel) mulai diuji-cobakan sebagai bahan bakar transportasi, sehingga produksi biodiesel (B100) harus ditingkatkan hingga 8,5 juta liter/hari, dengan cara menambah bahan baku minyak sawit, minyak kelapa, minyak goreng bekas, minyak jarak, dll. B10 mulai dijual di pasaran pada bulan Mei 2019. B7 diganti B10 pada Januari 2020, dan tahun 2021 diharapkan semua B7 (yang distop produksinya Nov 2020) sudah tergantikan oleh B10 secara nasional. Pemerintah juga mendidik masyarakat untuk membuat biodiesel sendiri melalui komunitas yang semula hanya ada 11 komunitas, kemudian ditingkatkan lagi hingga 60 komunitas di beberapa provinsi. Baru-baru ini, B20 juga sudah diluncurkan di Thailand. Guna menarik minat pemakai kapal nelayan, alat pertanian, pickup, bus, dan truk, harga B20 (21,39Baht/L) diberikan lebih murah 5Baht (subsidi dari pemerintah / State Oil Fund) dibanding B7 (26,39Baht/L) di Bangkok dan sekitarnya (Agust-Sept 2019). Hal itu akibat produksi CPO surplus 300 ribu ton.  B20 diproduksi sekitar 6 juta liter/hari (2019) (tahun lalu hanya 30ribu liter/hari).

Beberapa pabrik skala pilot sedang beroperasi seperti Proyek Royal Chitralada, Raja biodiesel di Surattani, Departemen Pengembangan dan Efisiensi Energi Alternatif, Royal naval Dockyard, MTEC, dan Tistr. Energy Absolute menyumbang 800 kliter dan 80 ton  gliserin per hari.

BIOETANOL

Kebutuhan bioetanol 3 juta liter/hari (2011), yang berguna untuk menaikkan angka oktan gasohol menjadi 95. Pabrik etanol yang berproduksi (2011) sekitar 825 ribu liter/hari yang akan terus ditingkatkan melalui limbah tapioka dan tetes tebu. Seperti diketahui, Thailand pengekspor tapioka no.1, dan pengekspor gula no.2 terbesar di dunia. Antara Maret-September 2011 pemerintah Thailand meluncurkan E95 (95% etanol) sebagai bahan bakar uji-coba pada bus (buatan Swedia, Scania) guna mengganti diesel dan LNG, dan hal itu akan mengkonsumsi 1,3 juta liter etanol/hari, dan diharapkan terus meningkat hingga 9 juta liter/hari pada tahun 2022. Saat ini 1.000 bus mengkonsumsi diesel fosil sekitar 50 juta liter/hari.

Sapthip, pabrik bioetanol Thailand dengan bahan baku singkong memproduksi 200 ribu liter/hari (kapasitas 260 ribu liter/hari) untuk memenuhi permintaan pelanggan termasuk Esso, Chevron, Shell dan  PTT Thailand. Thai Sugar Ethanol Co.Ltd memproduksi etanol 100 ribu liter/hari dengan bahan baku tebu untuk pelanggan Shell, BP, Bangjak yang dimandat oleh hukum bahwa produk mereka setidaknya mengandung etanol 10%. Verenium Co. dan Marubeni Co. (Jepang) membangun pabrik etanol dengan kapasitas 3 juta liter/th di Sarabuni berbahan baku selulose / bagas / ampas tebu hasil samping pabrik etanol berbahan baku tebu. Thailand memiliki 17 pabrik etanol (singkong / tebu) dengan total kapasitas 2,7 juta liter/hari. Kelebihan 4 juta ton singkong/tahun akan diubah menjadi 1,8 juta liter etanol/hari.

AIR

PLTA telah dimanfaatkan bertahun-tahun, dan hanya menyumbang 7 % produksi energi di Thailand. Fasilitas tersebut yaitu 1) Bhumibol (749 MW), Provinsi Tak, sungai Ping, 480 km Bangkok Utara (6x76.5 MW Francis, 115 MW Pelton, 175 MW FPT); 2) Sirikit, Provinsi Uttradit, 500 km Bangkok Utara (4x125 MW bulb) di sungai Nan; 3) Srinagarind, Provinsi Kanchanaburi, Thailand Barat di sungai Kwai (3x120 MW Francis, 2x180 MW FPT); 4) Chulabhorn (40 MW), sungai Nam Phrom, provinsi Chaiyaphum; 5) Huai Kum (1.2 MW), sungai Nam Phrom, provinsi Chaiyaphum; 6) Lam Takhong (500, 2x250 MW), sungai Lam Takhong, Kabupaten Pak Chona dan Si Khiu; 7) Nam Phong (6,3 MW), Provinsi Sakolnakorn, sungai Phong; 8) Sirindhorn (36 MW), Provinsi Ubon Ratchathani, sungai Lam Don Noi; 9) Ubol Ratana (25,2 MW), provinsi Kohn Kaen, sungai Phong; 10) Vajiralongkorn (300, 3x100 MW), provinsi Kanchanaburi, sungai Kwai.
PLTA yang tidak beroperasi / diprotes warga / rusak: Pak Mun (diprotes warga) (4x34 MW bulb), 2) Hua Na (salinasi tingi); 3) Lam Phra Phloeng (rusak karena tumpukan sedimen) 4) Rasi Salai (diprotes warga).

Guna menambah kapasitas PLTA, Pemerintah Thailand sedang bernegosiasi dengan negara tetangga termasuk ASEAN seperti Laos, Myanmar/Burma, China, Vietnam dan Kambodja untuk membangun PLTA skala besar. Studi kelayakan 7.000 MW PLTA di sungai Salween, Burma senilai US$ 10 milyar disetujui Myanmar, China, dan Thailand. Di sisi lain, tahun 2011, Laos, Thailand, Vietnam, Kambodja sedang mencari kata sepakat atas rencana pembangunan PLTA Xayabury (1260 MW, US$3,5 milyar selama 8 tahun untuk dam 810 m, dll) di Laos (95% produksi listriknya dijual ke Thailand, via 200 km jalur trasmisi ke Provinsi Loei). Xayabury adalah salah satu dari 12 PLTA yang akan dibangun di sungai Mekong.
Tarif khusus PLTMH yang ditawarkan: mini-hidro (kap. 50-200 kW) adalah 0,8 Baht/kWh selama 7 tahun; micro-hydro (kap. < 50 kW) adalah 1,5 Baht/kWh selama 7 tahun.


BAYU / ANGIN

Target tahun 2021: 1.800 MW. Pemerintah Thailand mendorong pembangunan PLTB 800 MW hingga 5 tahun ke depan. Wind Energy (PLTB) mendapatkan 2 lisensi. 
  • PLTB Huay Bong-1 dan 2 (turbin angin dari Siemen Wind, dan kontrak konstruksi US$80 juta dengan Demco PCL) dengan kapasitas 240 MW di kabupaten Dan Khun Tot, Provinsi Nakhon Ratchasima, Timur Laut Thailand, yang beroperasi akhir tahun 2011, dan PLTB Khao Kho (kontrak konstruksi US$28 juta dengan Demco) dengan kapasitas 60 MW di provinsi Phetchabun, Utara Thailand yang beroperasi pada pertengahan 2011. EGAT memanfaatkan energi angin di sekitar pantai Phuket sejak 1990.
  • PLTB 126 MW (Energy Absolute) di Prov. Nakhon Si Thammarat beroperasi pada akhir th 2015 dengan investasi 29juta Bath.
  • Tarif khusus yang ditawarkan: Kapasitas < 50 kW adalah 4,5 Baht/kWh selama 10 tahun; Kapasitas > 50 kW adalah 3,5 Baht/kWh selama 10 tahun.


SURYA
Potensi: > 50 GW. Target 2021: 3 GW, dan th 2036: 6 GW. Radiasi matahari di Kerajaan Thailand melimpah sepanjang tahun. Pemerintah Thailand menargetkan peningkatan jumlah energi terbarukan hingga 20% dari total permintaan listrik sampai tahun 2022. Kapasitas th 2015: 2,8GW. Thailand pengguna PLTS lebih besar di ASEAN.
  • Solar panel buatan Thailand dibuat untuk kebutuhan ekspor. Fihak swasta mulai membangun untuk kebutuhan dalam negeri seperti pemasangan panel surya di atap perumahan dan perkantoran. Menurut perusahaan panel surya Jerman, Conergy keindahan pantai Phuket dan Krabi akan makin indah bila PLTS dikembangkan di sana.
  • Conergy dan ATC Enviro Co. Ltd. berencana membangun 3 PLTS dengan kapasitas 19MWp [2 lokasi di Distrik Si Maha Phot (2x8MWp) dan satu lokasi di Distrik Si Maho Sod 3MWp].
  • Kontrak Conergy dengan B. Grimm Power Ltd. (perusahan swasta Energi di Thailand) untuk membangun PLTS 8MWp di Prov. Sa Keo.
  • Symbior Solar memiliki proyek 6 PLTS (PV) berkapasitas 30MW dan beberapa proyek di Asia lainnya (kapasitas 100MW) 2015/2016.
  • Tahun 2006, PLTS 30 MW sudah dicanangkan guna memenuhi kebutuhan energi di daerah pedesaan dan pegunungan. Perusahaan Sharp telah meneken MoU dengan SSP (Serm Sang Palang Nan Co.) Thailand untuk PLTS 52MW di Prov. Lop Buri, Utara Bangkok yang beroperasi akhir tahun 2014. PLTS itu berisi sekitar 400ribu modul bersama dengan BoP-nya yang membutuhkan kawasan sekitar 1,3km2. Sebelumnya, Sharp meneken MoU dengan NED Thailand, produser listrik independen di kerajaan Thailand, dengan 33,3% saham dimiliki oleh DGA (anak perusahaan Mitsubishi) membangun 73 MW (modul surya lapis tipis) dengan dana US$ 250 juta di luar bangkok yang beroperasi tahun 2011. Sharp berkolaborasi dengan ITD/ITE untuk tahap desain dan konstruksinya. Selanjutnya, 92 proyek ladang surya lainnya dengan kapasitas 250 MW juga sudah diumumkan pembangunannya.
  • Operator Energy Absolute Pcl membangun 2 PLTS 2 x 90 MW di Prov. Nakhon Sawan (250 km Utara Bangkok, dengan investasi 17jutaBath).
  • Tarif khusus yang ditawarkan: semula 8 Baht/kWh, lalu diturunkan 6.5 Baht/kWh.

NUKLIR

Juni 2007, Thailand berencana memiliki 4 x 1.000 MWe (2 unit, 2020 dan 2 unit, 2021), tetapi Maret 2009 kabinet merevisinya menjadi 2 x 1.000 MWe (satu unit, 2020 dan 1 unit, 2021). Akan tetapi, setahun kemudian (Maret 2010) Kabinet menyetujui 5 unit PLTN 1000 MWe yang diharapkan PLTN pertama beroperasi pada tahun 2020, dan yang kedua tahun 2021, ketiga tahun 2024, keempat tahun 2025, dan kelima tahun 2028.

EGAT merencanakan membangun 5 unit PLTN 1000 MW yang sejak kejadian Fukushima, Perdana Menteri Thailand meminta Menteri Energi untuk meninjau kembali rencana itu dan memundurkan jadwal operasi PLTN pertamanya ke 2023. Tekanan publik dalam negeri membuat Thailand memundurkan lagi rencana PLTN pertamanya ke tahun 2026 untuk mengantisipasi habisnya cadangan gas alam Thailand dalam jangka waktu 19 tahun lagi. Akibat penundaan itu, Thailand berencana membangun 13 PLTU (800 MWe) dan satu PLT gas alam (800 MWe), meski banyak tentangan dari masyarakat di sekitar PLTU yang akan dibangun.

Februari 2012 staf dari EGAT berkunjung ke PLTN Ningde, yang sedang dibangun di Prov. Fujian, China, yang nantinya akan dibangun 6 PLTN desain China CPR-1000, PWR-1000 MWe.

INSENTIF DAN PAJAK

Pemerintah Thailand (BOI) memberikan insentif dan pajak khusus pengembangan EBT, agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya termasuk tarif khusus, insentif pajak, dan hak-hak istimewa. Pajak misalnya, bebas pajak 8 tahun, potongan pajak 50% untuk 5 tahun berikutnya, potongan atau bebas pajak impor mesin dan alat, potongan pajak biaya konstruksi dan instalasi, dll. Tambahan pula, BOI memberikan hak-hak istimewa seperti kepemilikan asing 100%, hak milik tanah, fasilitas ijin kerja dan visa, dll.
Menteri Energi Thailand telah memprakarsai feed-in tariff untuk sistem pembangkit tenaga listrik.




Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386; ffagi@yahoo.com