Pages

Kamis, 05 Desember 2019

Kondisi EBT di THAILAND / Renewable Energy in Thailand

Kebutuhan listrik Thailand (Juli 2015) 60GW, sedangkan pasokan domestik hanya 35GW yang berasal dari 70% gas alam, 17% dari Lignite (batubara muda), 10% ET, dan 2,2% dari PLTA. Kekurangan listrik terpaksa diimpor dari Laos (Lao DPR). Oleh karena itu, PLT lainnya harus segera dibangun di Thailand dengan 3 persyaratan: produksi yang stabil; ramah lingkungan; dan investasi yang wajar. Oleh karena itu, dampak PLTN yang digadang-gadang akan diadopsi Thailand harus dipelajari sungguh-sungguh dari semua aspek, kelebihan dan kekurangannya dan dampaknya (sekarang & yang akan datang) dengan memperhatikan saran dan dukungan pemangku kepentingan.

Gas alam Thailand (70 % listrik yang dihasilkan EGAT PLN Thailand) diperoleh dari 22 sumur gas alam lepas pantai teluk Thailand. Kendati produksi gas alam itu menaik, kebutuhan energi dari gas alam dalam negeri sudah tidak mencukupi, sehingga memaksa Thailand untuk mengimpor 25 % kebutuhan gas alamnya dari Myanmar.

Sejak tahun 1992 Thailand memiliki rencana mengembangkan EBT sekaligus mengurangi ketergantungan energi dari luar. Menteri Energi Thailand berencana memproduksi listrik dari EBT sekitar 25% dari total keluaran listrik negara untuk 10 tahun ke depan. Target EBT sekitar 9.201 MW tahun 2014  akan digenjot menjadi 51% tahun 2021 (13,927GW yang berupa Biomassa 4,8GW; Biogas 3,6GW; Surya 3GW; Angin 1,8GW sisanya dari PLTA dan Limbah). Insentif dari pemerintah diberikan kepada investor / produsen guna mendorong pemanfaatan EBT.

Potensi energi surya dan angin di Thailand sebenarnya amat besar, tetapi hambatan dana dan teknologi menyebabkan pemanfaatan mereka tidak kunjung masuk ke skala komersial. Beberapa proyek panel surya telah berjalan dengan dana yang amat besar. Beberapa PLTA telah beroperasi dan tambahan PLTA ke depan cukup menjanjikan, tetapi tingginya ongkos peralatan dan kurangnya tenaga ahli menyebabkan pembangunannya dibatasi. Potensi energi biomassa amat menjanjikan sebagai sumber energi terbesar saat ini sebagai akibat keberhasilan ekspor produk pertanian ke manca negara. Limbah produk pertanian tersebut berasal dari kayu, sekam/jerami, pucuk/daun/tetes/ampas tebu, kelapa sawit (cangkang+batok), tongkol jagung, dan produk pertanian lainnya. Biogas berasal dari limbah organik padat dari sampah kota/produk pertanian dan limbah organik cair  juga pantas dikembangkan.

BIOMASSA

Target tahun 2021: 4,8 GW. Sebagai negara yang berbasis pertanian yang kuat, produk samping dari hasil pertanian seperti padi, gula, minyak sawit, kayu dan komoditi pertanian lainnya adalah potensi terbesar di Thailand untuk menghasilkan listrik. Hal itu disebabkan oleh kesuksesan Thailand sebagai produsen top dunia untuk beberapa komoditi pertanian. Biomassa menyumbang 80 % EBT Thailand.

Limbah utama biomassa (th 2010) sekitar 72 (ton/tahun): Ampas tebu (14 juta), pucuk+daun tebu (11,4 juta); bubur tapioka (1,33 juta), rimpang tapioka (102 ribu); serabut sawit (13 ribu), batok sawit (16,4 ribu), tandan sawit (237 ribu), sekam padi (2,3 juta), dan jerami (24,7 juta).

Kapasitas terpasang: ampas tebu (536,2 MW); sekam padi (86 MW); sekam padi + kayu (60,8 MW); sekam padi + ampas tebu + limbah kayu (108,8 MW); limbah kayu +  alkohol hitam (32,9 MW); alkohol hitam (2,5 MW).  Menteri Energi telah membuat daftar 15 PLT biomassa untuk investor asing via PBB dengan dana US$ 8,47 juta per tahun.
Tarif khusus yang ditawarkan: Kapasitas < 1 MW adalah 0,5 Baht/kWh selama 7 tahun; Kapasitas > 1 MW adalah 0,3 Baht/kWh selama 7 tahun.
AREVA dan partner lokalnya U-Thong Bio Power Co Ltd membangun PLT Biomassa (jerami+bagas) 9,9 MWe di Prov. Supanburi, Barat Laut Thailand. PLT itu memberikan listrik hijau kepada 6-8ribu KK dengan dana proyek sekitar US$17juta yang selesai akhir tahun 2013.

BIOGAS (gas metan)

Target tahun 2021: 3,6 GW. Singkong / tapioka dan minyak kelapa sawit kualitas tinggi diekspor, sedangkan limbah dan hasil samping mereka dimanfaatkan untuk memproduksi biogas. Limbah produk pertanian, hasil proses industri, dan limbah kota (organik padat / sampah) dimanfaatkan untuk pembangkit listrik skala kecil. Generator biogas 625 kW di Rayong dibangun dengan volum biogas terpakai hanya 4-5 jam sehari. Generator di Chonburi PAO dibangun dengan kapasitas 525 kW. Anaerobic Digester Korat dengan kapasitas 80 ton/hari menghasilkan 925 kW. Satu pabrik biogas skala besar dibangun di Ubonthani, di dekat pusat bisnis agro, pengembang-biakan binatang, dan sampah kota, berkapasitas 2 MW dengan bantuan teknik dari Novis Jerman.
GASIFIKASI (Gas Sintetik, CO+H2)

Studi AIT (Asian Institute Technology) Oktober 2010 menyebutkan bahwa ada sekitar 26 pabrik gas dari biomassa yang diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu 7 Gasifier untuk pemanasan dengan total kapasitas 5.526 MW dan 19 PLTGas untuk produksi listrik. PLTG untuk produksi listrik berupa fixed bed downdraft gasifier dengan kisaran 10-400 kW dan 1500 / 2x750 MW gasifier masih dalam taraf konstruksi. Sementara, Gasifier untuk pemanasan menggunakan teknologi bubbling fluidized beddowndraft hingga updraft. Jadi dari 26 pabrik itu, teknologi untuk 17 pabrik menggunakan downdraft gasifier,  2 updraft gasifier, dan 1 bubbling fluidized bed gasifier. Bahan bakar utama adalah sekam padi dan chip kayu, sedangkan bonggol jagung, limbah plastik, arang, dan ban bekas juga digunakan. Proses gasifikasi biomassa dari beberapa pemasok di negara Asia adalah India (Ankhur), Jepang (Satake), China (Fengyu Electric and Time Pro) dan buatan lokal.
Pabrik yang masih beroperasi: Supreme Renewable Chiang Rai (150 kWe, jenis downdraft, diesel, bonggol jagung, listrik ke grid); Ubon Rachathani (80 kW+, jenis downdraft/double throat, diesel, kayu bakar/bonggol jagung, pompa air); Rajamangala University of Technology Thanyaburi, Pathumthani (30 kWe, Downdraft, bensin, arang, listrik ke grid); Lime and Minerals, Saraburi (updraft, ban bekas, kiln kapur); Thai Ceramic Co., Saraburi (4x5.000 kWth, bubbling fluidized bed, sekam padi, industri keramik);  Pabrik yang sedang dibangun: A+ Power Co. Ltd., Nhongmoung, Lopburi (1.500 kWe, downdraft, gas, chip kayu).

SAMPAH KOTA

Potensi: 250 MW. Sampah kota yang diproduksi: 38.170 ton/hari terdiri atas sampah dapat busuk (42%), kertas (16%), plastik (14%), karet/kulit (1%), tekstil (3%), kayu/rumput (7%), gelas (5%), besi (3%), batu/keramik (3%), dan lain-lain (6%). Sekitar 40-60% dapat didaur-ulang dan digunakan kembali, seperti kertas 57%, gelas 19%, dan plastik 15%, dengan laju daur-ulang naik sekitar 9% per tahun. Sisanya harus dimanfaatkan untuk kompos dan energi. Satu incinerator (Mitsubishi-Martin) di provinsi Phuket menghasilkan listrik 1,6 MWt (kapasitas desain: 2,5 MWt) yang berasal dari 250 ton sampah basah/hari.

BIODIESEL

Minyak sawit melimpah di Thailand yang per hektar menghasilkan 5.800 liter. Penanaman pohon sawit ditargetkan mencapai 400 ribu Ha. Sementara, standar biodiesel B7 digunakan di Thailand. Tahun 2012, B10 (10% biodiesel) mulai diuji-cobakan sebagai bahan bakar transportasi, sehingga produksi biodiesel (B100) harus ditingkatkan hingga 8,5 juta liter/hari, dengan cara menambah bahan baku minyak sawit, minyak kelapa, minyak goreng bekas, minyak jarak, dll. B10 mulai dijual di pasaran pada bulan Mei 2019. B7 diganti B10 pada Januari 2020, dan tahun 2021 diharapkan semua B7 (yang distop produksinya Nov 2020) sudah tergantikan oleh B10 secara nasional. Pemerintah juga mendidik masyarakat untuk membuat biodiesel sendiri melalui komunitas yang semula hanya ada 11 komunitas, kemudian ditingkatkan lagi hingga 60 komunitas di beberapa provinsi. Baru-baru ini, B20 juga sudah diluncurkan di Thailand. Guna menarik minat pemakai kapal nelayan, alat pertanian, pickup, bus, dan truk, harga B20 (21,39Baht/L) diberikan lebih murah 5Baht (subsidi dari pemerintah / State Oil Fund) dibanding B7 (26,39Baht/L) di Bangkok dan sekitarnya (Agust-Sept 2019). Hal itu akibat produksi CPO surplus 300 ribu ton.  B20 diproduksi sekitar 6 juta liter/hari (2019) (tahun lalu hanya 30ribu liter/hari).

Beberapa pabrik skala pilot sedang beroperasi seperti Proyek Royal Chitralada, Raja biodiesel di Surattani, Departemen Pengembangan dan Efisiensi Energi Alternatif, Royal naval Dockyard, MTEC, dan Tistr. Energy Absolute menyumbang 800 kliter dan 80 ton  gliserin per hari.

BIOETANOL

Kebutuhan bioetanol 3 juta liter/hari (2011), yang berguna untuk menaikkan angka oktan gasohol menjadi 95. Pabrik etanol yang berproduksi (2011) sekitar 825 ribu liter/hari yang akan terus ditingkatkan melalui limbah tapioka dan tetes tebu. Seperti diketahui, Thailand pengekspor tapioka no.1, dan pengekspor gula no.2 terbesar di dunia. Antara Maret-September 2011 pemerintah Thailand meluncurkan E95 (95% etanol) sebagai bahan bakar uji-coba pada bus (buatan Swedia, Scania) guna mengganti diesel dan LNG, dan hal itu akan mengkonsumsi 1,3 juta liter etanol/hari, dan diharapkan terus meningkat hingga 9 juta liter/hari pada tahun 2022. Saat ini 1.000 bus mengkonsumsi diesel fosil sekitar 50 juta liter/hari.

Sapthip, pabrik bioetanol Thailand dengan bahan baku singkong memproduksi 200 ribu liter/hari (kapasitas 260 ribu liter/hari) untuk memenuhi permintaan pelanggan termasuk Esso, Chevron, Shell dan  PTT Thailand. Thai Sugar Ethanol Co.Ltd memproduksi etanol 100 ribu liter/hari dengan bahan baku tebu untuk pelanggan Shell, BP, Bangjak yang dimandat oleh hukum bahwa produk mereka setidaknya mengandung etanol 10%. Verenium Co. dan Marubeni Co. (Jepang) membangun pabrik etanol dengan kapasitas 3 juta liter/th di Sarabuni berbahan baku selulose / bagas / ampas tebu hasil samping pabrik etanol berbahan baku tebu. Thailand memiliki 17 pabrik etanol (singkong / tebu) dengan total kapasitas 2,7 juta liter/hari. Kelebihan 4 juta ton singkong/tahun akan diubah menjadi 1,8 juta liter etanol/hari.

AIR

PLTA telah dimanfaatkan bertahun-tahun, dan hanya menyumbang 7 % produksi energi di Thailand. Fasilitas tersebut yaitu 1) Bhumibol (749 MW), Provinsi Tak, sungai Ping, 480 km Bangkok Utara (6x76.5 MW Francis, 115 MW Pelton, 175 MW FPT); 2) Sirikit, Provinsi Uttradit, 500 km Bangkok Utara (4x125 MW bulb) di sungai Nan; 3) Srinagarind, Provinsi Kanchanaburi, Thailand Barat di sungai Kwai (3x120 MW Francis, 2x180 MW FPT); 4) Chulabhorn (40 MW), sungai Nam Phrom, provinsi Chaiyaphum; 5) Huai Kum (1.2 MW), sungai Nam Phrom, provinsi Chaiyaphum; 6) Lam Takhong (500, 2x250 MW), sungai Lam Takhong, Kabupaten Pak Chona dan Si Khiu; 7) Nam Phong (6,3 MW), Provinsi Sakolnakorn, sungai Phong; 8) Sirindhorn (36 MW), Provinsi Ubon Ratchathani, sungai Lam Don Noi; 9) Ubol Ratana (25,2 MW), provinsi Kohn Kaen, sungai Phong; 10) Vajiralongkorn (300, 3x100 MW), provinsi Kanchanaburi, sungai Kwai.
PLTA yang tidak beroperasi / diprotes warga / rusak: Pak Mun (diprotes warga) (4x34 MW bulb), 2) Hua Na (salinasi tingi); 3) Lam Phra Phloeng (rusak karena tumpukan sedimen) 4) Rasi Salai (diprotes warga).

Guna menambah kapasitas PLTA, Pemerintah Thailand sedang bernegosiasi dengan negara tetangga termasuk ASEAN seperti Laos, Myanmar/Burma, China, Vietnam dan Kambodja untuk membangun PLTA skala besar. Studi kelayakan 7.000 MW PLTA di sungai Salween, Burma senilai US$ 10 milyar disetujui Myanmar, China, dan Thailand. Di sisi lain, tahun 2011, Laos, Thailand, Vietnam, Kambodja sedang mencari kata sepakat atas rencana pembangunan PLTA Xayabury (1260 MW, US$3,5 milyar selama 8 tahun untuk dam 810 m, dll) di Laos (95% produksi listriknya dijual ke Thailand, via 200 km jalur trasmisi ke Provinsi Loei). Xayabury adalah salah satu dari 12 PLTA yang akan dibangun di sungai Mekong.
Tarif khusus PLTMH yang ditawarkan: mini-hidro (kap. 50-200 kW) adalah 0,8 Baht/kWh selama 7 tahun; micro-hydro (kap. < 50 kW) adalah 1,5 Baht/kWh selama 7 tahun.


BAYU / ANGIN

Target tahun 2021: 1.800 MW. Pemerintah Thailand mendorong pembangunan PLTB 800 MW hingga 5 tahun ke depan. Wind Energy (PLTB) mendapatkan 2 lisensi. 
  • PLTB Huay Bong-1 dan 2 (turbin angin dari Siemen Wind, dan kontrak konstruksi US$80 juta dengan Demco PCL) dengan kapasitas 240 MW di kabupaten Dan Khun Tot, Provinsi Nakhon Ratchasima, Timur Laut Thailand, yang beroperasi akhir tahun 2011, dan PLTB Khao Kho (kontrak konstruksi US$28 juta dengan Demco) dengan kapasitas 60 MW di provinsi Phetchabun, Utara Thailand yang beroperasi pada pertengahan 2011. EGAT memanfaatkan energi angin di sekitar pantai Phuket sejak 1990.
  • PLTB 126 MW (Energy Absolute) di Prov. Nakhon Si Thammarat beroperasi pada akhir th 2015 dengan investasi 29juta Bath.
  • Tarif khusus yang ditawarkan: Kapasitas < 50 kW adalah 4,5 Baht/kWh selama 10 tahun; Kapasitas > 50 kW adalah 3,5 Baht/kWh selama 10 tahun.


SURYA
Potensi: > 50 GW. Target 2021: 3 GW, dan th 2036: 6 GW. Radiasi matahari di Kerajaan Thailand melimpah sepanjang tahun. Pemerintah Thailand menargetkan peningkatan jumlah energi terbarukan hingga 20% dari total permintaan listrik sampai tahun 2022. Kapasitas th 2015: 2,8GW. Thailand pengguna PLTS lebih besar di ASEAN.
  • Solar panel buatan Thailand dibuat untuk kebutuhan ekspor. Fihak swasta mulai membangun untuk kebutuhan dalam negeri seperti pemasangan panel surya di atap perumahan dan perkantoran. Menurut perusahaan panel surya Jerman, Conergy keindahan pantai Phuket dan Krabi akan makin indah bila PLTS dikembangkan di sana.
  • Conergy dan ATC Enviro Co. Ltd. berencana membangun 3 PLTS dengan kapasitas 19MWp [2 lokasi di Distrik Si Maha Phot (2x8MWp) dan satu lokasi di Distrik Si Maho Sod 3MWp].
  • Kontrak Conergy dengan B. Grimm Power Ltd. (perusahan swasta Energi di Thailand) untuk membangun PLTS 8MWp di Prov. Sa Keo.
  • Symbior Solar memiliki proyek 6 PLTS (PV) berkapasitas 30MW dan beberapa proyek di Asia lainnya (kapasitas 100MW) 2015/2016.
  • Tahun 2006, PLTS 30 MW sudah dicanangkan guna memenuhi kebutuhan energi di daerah pedesaan dan pegunungan. Perusahaan Sharp telah meneken MoU dengan SSP (Serm Sang Palang Nan Co.) Thailand untuk PLTS 52MW di Prov. Lop Buri, Utara Bangkok yang beroperasi akhir tahun 2014. PLTS itu berisi sekitar 400ribu modul bersama dengan BoP-nya yang membutuhkan kawasan sekitar 1,3km2. Sebelumnya, Sharp meneken MoU dengan NED Thailand, produser listrik independen di kerajaan Thailand, dengan 33,3% saham dimiliki oleh DGA (anak perusahaan Mitsubishi) membangun 73 MW (modul surya lapis tipis) dengan dana US$ 250 juta di luar bangkok yang beroperasi tahun 2011. Sharp berkolaborasi dengan ITD/ITE untuk tahap desain dan konstruksinya. Selanjutnya, 92 proyek ladang surya lainnya dengan kapasitas 250 MW juga sudah diumumkan pembangunannya.
  • Operator Energy Absolute Pcl membangun 2 PLTS 2 x 90 MW di Prov. Nakhon Sawan (250 km Utara Bangkok, dengan investasi 17jutaBath).
  • Tarif khusus yang ditawarkan: semula 8 Baht/kWh, lalu diturunkan 6.5 Baht/kWh.

NUKLIR

Juni 2007, Thailand berencana memiliki 4 x 1.000 MWe (2 unit, 2020 dan 2 unit, 2021), tetapi Maret 2009 kabinet merevisinya menjadi 2 x 1.000 MWe (satu unit, 2020 dan 1 unit, 2021). Akan tetapi, setahun kemudian (Maret 2010) Kabinet menyetujui 5 unit PLTN 1000 MWe yang diharapkan PLTN pertama beroperasi pada tahun 2020, dan yang kedua tahun 2021, ketiga tahun 2024, keempat tahun 2025, dan kelima tahun 2028.

EGAT merencanakan membangun 5 unit PLTN 1000 MW yang sejak kejadian Fukushima, Perdana Menteri Thailand meminta Menteri Energi untuk meninjau kembali rencana itu dan memundurkan jadwal operasi PLTN pertamanya ke 2023. Tekanan publik dalam negeri membuat Thailand memundurkan lagi rencana PLTN pertamanya ke tahun 2026 untuk mengantisipasi habisnya cadangan gas alam Thailand dalam jangka waktu 19 tahun lagi. Akibat penundaan itu, Thailand berencana membangun 13 PLTU (800 MWe) dan satu PLT gas alam (800 MWe), meski banyak tentangan dari masyarakat di sekitar PLTU yang akan dibangun.

Februari 2012 staf dari EGAT berkunjung ke PLTN Ningde, yang sedang dibangun di Prov. Fujian, China, yang nantinya akan dibangun 6 PLTN desain China CPR-1000, PWR-1000 MWe.

INSENTIF DAN PAJAK

Pemerintah Thailand (BOI) memberikan insentif dan pajak khusus pengembangan EBT, agar investor tertarik untuk menanamkan modalnya termasuk tarif khusus, insentif pajak, dan hak-hak istimewa. Pajak misalnya, bebas pajak 8 tahun, potongan pajak 50% untuk 5 tahun berikutnya, potongan atau bebas pajak impor mesin dan alat, potongan pajak biaya konstruksi dan instalasi, dll. Tambahan pula, BOI memberikan hak-hak istimewa seperti kepemilikan asing 100%, hak milik tanah, fasilitas ijin kerja dan visa, dll.
Menteri Energi Thailand telah memprakarsai feed-in tariff untuk sistem pembangkit tenaga listrik.




Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386; ffagi@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar