Pages

Kamis, 25 Januari 2018

Nasib Air (Air Laut) Sebagai Bahan Bakar Terbarukan


Air sebagai bahan bakar terbarukan saat ini masih dipandang sebelah mata, apalagi teknologi bahan bakar air (BBA) yang telah tua itu tersingkir ketika BBM ditemukan dan dimanfaatkan maksimal sebagai bahan bakar. Di sisi lain, energi yang diperlukan untuk mendisosiasi air menjadi gas hidrogen dan oksigen dengan teknologi elektrolisis lebih besar dibanding dengan energi pembakaran hidrogen yang diperoleh. Artinya, energi elektroliser sebesar 4 kWh diperlukan untuk mendapatkan 1 m3 hidrogen dari air, dan pembakaran hidrogen sebanyak itu hanya menghasilkan energi 3,5 kWh dengan tegangan 1,6-2,0 V dan arus ratusan Amper. Kelemahan ini dijadikan alasan untuk tidak mengembangkan potensi air sebagai BB. Namun, hal itu sebenarnya kurang benar, karena 1) efisiensi produksinya lebih tinggi 10 kali, dan 2) bila gas H2 tercampur dengan O2 yang disebut dengan gas HHO, maka gas HHO segar yang diproduksi tersebut 4 kali lebih berenergi daripada gas H2 dan gas O2. Ketika Bob menggunakan elektroliser bersistem pemulsaan tegangan (lebar pulsa 555 dengan frekuensi masing-masing 42.800; 21.400 dan 10.700 cps), maka efisiensi keseluruhan meningkat tajam menjadi lebih dari 1000% dibandingkan hasil normalnya (Faraday).
Koda mengusulkan bahwa selain pemecahan ikatan atom antara hidrogen dan oksigen dalam air menggunakan arus listrik, dapat ditambahkan pula penggunaan teknik vibrasi ultrasonik disertai dengan gelombang radio guna menaikkan efisiensi yang prosesnya disebut elektrolisis ultrasonik. Sebuah kristal piezoelektrik dilekatkan di dasar kubah logam yang duduk pada bahan fleksibel (karet). Bila kristal distimulasi oleh arus listrik dengan Frekuensi resonansi sekitar 42,7 kHz, maka kristal akan bergetar dan kubah logam ikut bergetar, dan air yang menyelimutinya juga ikut bergetar dengan frekuensi yang sama, sehingga air terdissosiasi menjadi gas hidrogen dan oksigen. Pada saat yang sama, arus listrik yang digunakan untuk menghidrolisis air dilewatkan melalui air yang terletak di antara kubah dan bagian luar dinding logam, sehingga menimbulkan pulsa-pulsa pada frekuensi resonasi air tersebut. Akibatnya, kombinasi antara getaran fisik dan pulsa elektrolitik menghasilkan efisiensi dissosiasi air menjadi gas hidrogen dan oksigen lebih tinggi. Proses pemanfaatan frekuensi itu Hansen menyebutnya Frequency Enhanced Electrolysis atau Hydro-phonic Electrolysis, frekuensi pulsa berfungsi membuat pulsa pada arus yang menuju elektroda, sehingga elektroda bergetar / bervibrasi sekaligus memancarkan pulsa frekuensi dengan nada tinggi ke dalam air. Elektroda bersifat hydrophone (meneruskan efek gelombang) sehingga, bila frekuensinya tepat, dapat memotong ikatan oksigen dan hidrogen dalam molekul air. Kombinasi itu harus diatur sedemikian rupa agar mendapatkan efisiensi setinggi-tingginya tanpa pemberian katalis (mis.NaOH), tetapi hanya menggunakan air keran.

Jokoenergy menggunakan PWM (Pulse Width Modulation) disertai frekuensi sekitar 19,66 Hz, pada arus 12 Amper dan tegangan 12 volt.
Reaktor Elkt plasma Kanarev 3kW
Sejak th 1997 peneliti Kuba (asal Rusia), Kanarev, telah menciptakan lebih dari 20 paten di bidang perolehan gas hidrogen dari air. Laporan penelitiannya bersama Mizuno dari Hokkaido University, Jepang, tahun 2003 menjelaskan bahwa energi elektroliser yang diperlukan untuk mendapatkan 1 m3 hidrogen dapat diturunkan menjadi seperempatnya, dan Kanarev sendiri juga telah mampu menurunkan energi elektroliser sepersepuluhnya dengan mengubah air menjadi bentuk plasma pada suhu 2700-5000 oC, bahkan selanjutnya Kanarev telah menemukan sel elektrolisis yang diatur sedemikian rupa sehingga arus dapat direndahkan lagi hingga 0.02 A dengan tegangan 1,5-2,0 V. Dengan teknik ini air / air laut langsung berubah menjadi uap dan gas hidrogen dalam beberapa detik saja (seperti pada gambar) sehingga bila diproduksi besar-besaran uap air yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk menggerakkan turbin, utilitas di industri kimia, dll., dan gas hidrogen dapat digunakan untuk menghasilkan listrik tambahan. Inilah PLTN (reaksi nuklir menggunakan elektrolisis plasma) yang diinginkan di masa depan, PLTN dengan BBA saja atau air laut saja, bukan dengan bahan bakar uranium, plutonium atau thorium. Ini adalah salah satu bukti awal prospek cerah dari air atau air laut yang berfungsi sebagai BB via elektrolisis plasma.


Naudin juga melakukan percobaan sederhana (Beker borosilikat diisi 400 cc air bebas mineral dan kalium karbonat dengan konsentrasi 0,2 M, lampu 12V/5W; kapasitor 220nF/1.000V; Tegangan: 300Vdc; Arus semula 6 mA lalu turun mendadak saat terjadi reaksi elektrolisis plasma menjadi 2mA) yang membuktikan pula bahwa tidak hanya ada kelebihan energi dengan timbulnya uap air selama proses elektrolisis plasma berlangsung, tetapi juga dapat menghasilkan arus listrik tambahan.

Percobaan replika dari rancangan Meyer dilakukan pula.

Sebenarnya banyak peneliti lain juga mengembangkan teknologi BBA (termasuk produksi gas HHO), seperti Stanley Meyer (mati diracun, 1998), William Rhode, Yull Brown, George Wiseman, Denny Clein, Ruggero Santilli, Andrija Puharich, John Kanzius, Stephen Chambers, Paul Zigouras, Joe (Joe Cell), Alex Schiffer, Paul Pantone, Rasmussen, dll. Akan tetapi, hingga saat ini mereka terancam jiwanya bila terus melanjutkan pengembangan teknologi BBA. Contoh lain: Eugene Mallove pakar Fusi Dingin, guru besar (Profesor) MIT Amerika, ahli energi alternatif, dan editor majalah Infinite Energy, dibunuh secara brutal (15 Mei 2004) di rumah orang tuanya. Th 1989, dia meninggalkan MIT sebagai protes terhadap MIT yang memanipulasi data replikasi penelitian Pons-Fleischmann agar hasil riset kedua penggagas fusi dingin itu negatif. Dia membuka data manipulasi itu. Dia tak kenal lelah menulis dan menyuarakan bukti-bukti adanya energi bebas pada proses fusi dingin.


Tata motor buatan India, mengembangkan air, air hujan, air toilet, air laut sebagai BB (gas Hidrogen), bekerjasama dengan Daniel Nocera (Prof MIT), mengglontorkan dana US$15juta untuk proyek tsb.

Di lain fihak, Jepang (Fukai Environmental lab) telah menemukan gas hidrogen dari air fungsional (+serbuk Al atau Mg) dengan biaya murah. Satu gram Al menghasilkan 2L gas Hidrogen, sementara 1 gram Mg memperoleh 3,3 L. Listrik Satu kWh dapat diperoleh dengan biaya 15 yen saja.

Peneliti Univ. Wollongong (Australia) telah menemukan dan memproduksi khlorofil tiruan pada selembar film plastik konduktif yang berfungsi sebagai katalis sekaligus dapat memecah air-laut menjadi gas oksigen dan gas hidrogen yang cocok untuk Fuel cell (Sel Tunam) untuk menerangi rumah dan mobil listrik dari 5 liter air-laut/hari.

Angi Le Floch, peneliti Perancis memanfaatkan sisa panas (60%) dari mesin bensin/solar (hanya terpakai 40%) pada kapal mewahnya (Luxury MIG 675) untuk menghasilkan gas hidrogen dari air laut. Dia mengembangkan generator mandiri yang mampu menghasilkan tegangan listrik 50.000V yang dimanfaatkan untuk menghasilkan gas hidrogen dari air laut, kemudian diinjeksikan kembali ke dalam mesin (hidrogen hibrida) sehingga daya dorong kapal bertambah (113km/j). Teknologi yang dia tawarkan sekitar 250.000 Euro. Akan tetapi, teknologi hidrogen hibrida tsb tidak sepenuhnya jelas (apakah produksi hidrogen berasal dari proses elektrolisis air laut, dll).

Pemanfaatan BBA (di Indonesia) 

Beberapa peneliti Indonesia mencoba "Niteni, Niroake, Nambahi", di bidang teknologi BBA dan mengubahnya menjadi gas air (HHO) yang digunakan hanya sebatas suplemen BBM, bukan mengganti total BBM oleh BBA dalam ruang bakar mobil, genset, motor, dan kapal motor konvensional. Beberapa contoh berikut membuktikan bahwa air dapat dijadikan bahan bakar masa depan:
  •  Aryanto Misel melakukan percobaan penggunaan gas hidrogen yang berasal dari elektrolisis air menjadi bahan bakar motor. Motor tersebut menggunakan 100% BBA. Gas Hidrogen masuk ke ruang bakar via 2 jalan, yaitu input manifold dan karburator.
  • Mahasiswa program Diploma 3 Otomotif, FT & Sains, UNAS, mengembangkan BBA untuk kendaraan bermotor yang alat temuan mereka disebut Eco Power Booster (EPB). Alat itu telah digunakan pada 40 Kendaraan roda empat dan 20 roda dua di kalangan internal mereka. EPB juga diterapkan di mesin perahu nelayan via PATI (Perhimpunan Ahli Teknik Indonesia) Banten yang dinyalakan dengan minyak dulu, kemudian BBA masuk sebagai BB suplemen mesin perahu itu. Harga mesin ditawarkan Rp.2 juta, dan telah diuji di kemen ESDM dan IPB. 
  • H Nasution (Ds. Gunung Tua Julu, Kec. Panyabungan Kota, Kab. Mandailing Natal / Madina, Sumut) menggunakan BBA (sejak tahun 2014 lalu) pada Toyota Kijang tua-nya yang telah diuji dari Sumut hingga Tasikmalaya, Jabar. Ia menggunakan converter untk mengubah air menjadi gas hidrogen.
  • SMKN Tabanan, Bali, menggunakan BBA (+ Soda kue) yang ditambah sedikit BBM sebagai bahan bakar motor percobaannya. Tiga liter air mampu menjelajah hingga 80km.
  • BBA untuk kompor (kreasi Tan Kusuma) dipamerkan pula.
  • ITS (Lab Teknik Pembakaran dan BB, Teknik mesin FTI) juga mengembangkan BBA sejak tahun 2007 dan mulai dipakai sejak tahun 2009 yang mampu menghemat BBM 36%. Alat HHO ciptaan ITS (Hydrogen Booster), mampu memanfaatkan 1 cc air murni untuk perjalanan sejauh 70 km.
  • Siswa/i SMK Negeri 2 Langsa bekerjasama dengan Green Energy Institute mengubah air menjadi gas hidrogen yang alatnya diberi nama Wave++SMK (Water as a Vehicle's Fuel). Alat tersebut mampu menghemat BB 50% dan menurunkan emisi lebih dari 80%. Tim peneliti ini mendorong masyarakat Indonesia untuk menggunakan air sebagai BB. Saat ini, alat tersebut dipinjamkan dan disematkan pada mobil Esemka Rajawali guna mendongkrak daya mobil yang meningkat menjadi 1:20 km. Malaysia juga tertarik untuk memanfaatkan teknologi itu.
  • Peneliti (para mahasiswa) FMIPA USU menciptakan kendaraan ber-BBA 100% dengan konduktivitas listrik tertentu yang menghasilkan gas buang berupa uap air saja. Sistem itu dapat diterapkan pada kendaraan komersial yang sudah ada dengan mengganti karburator yang didesain oleh mahasiswa tersebut. Peneliti tersebut juga memanfaatkan campuran air dan bioetanol untuk sepeda motor (wadah BB dimodifikasi) melalui sebuah sistem yang disebut SiPeDe dan patennya sedang diupayakan ke kemenkumham. Mereka melaporkan bahwa dengan satu liter campuran air + bioetanol sepeda motor dapat melaju hingga mencapai 63 km, hampir dua kali lipat bila menggunakan bensin. 
  • SMK Teknologi Balung, Jember, menggunakan air (+soda api) sebagai BB sepeda motor 4 tak dengan dana modifikasi rendah saja (4 ratus ribu rp) (spek: laju ~40km/j, 1/2L air  akan habis selama 8 jam). 
  • Sebelumnya, Pak Boy memanfaatkan campuran air dan bensin sebagai BB sepeda motornya.
  •  Guru dan Siswa SMKN 1 Purworejo, Jateng, juga memanfaatkan gas hidrogen yang berasal dari air yang diuapkan menggunakan panas buang dari knalpot kemudian dicampur dengan gas hidrokarbon. 
  • Air + Al + soda api juga dijadikan BB kompor. Mbah Eddy telah mencobanya.
Para 'peneliti' Indonesia terus berupaya mengurangi ketergantungan mereka terhadap BBM, dan mengantisipasi tingginya harga BBM di masa depan sekaligus berupaya agar bangsa Indonesia tidak diombang-ambing oleh penguasa BBM dari hulu ke hilir.


Bersambung ke PLTN Transmutasi (Air Sebagai Bahan Bakar)

Disusun oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386, ffagi@yahoo.com
______________________________________________________
Bagi anda yang meng-copy & paste tulisan ini di blog anda,
cobalah ikhlas menyebutkan link sumbernya
http://energibarudanterbarukan.blogspot.co.id/2017/03/1-nasib-air-air-laut-sebagai-bahan.html

1 komentar: