Pages

Kamis, 31 Oktober 2019

Kondisi EBT di KAMBODJA / Renewable Energy in Cambodia

Sebagai akibat dari bencana nuklir di Fukushima, pertemuan PBB di Bangkok April 2011 lalu mendesak penduduk dunia untuk segera memanfaatkan EBT, agar tidak ada pilihan lagi antara bahaya nuklir atau  kerusakan akibat perubahan iklim. Isu yang muncul adalah bagaimana caranya membantu negara berkembang seperti Kambodja untuk mendapatkan teknologi energi bersih dengan melakukan pengumpulan Dana. Di pertemuan itu, Pemerintah masing-masing telah sepakat memobilisasi US$100 miliar per tahun mulai tahun 2020, meski Komite Transisi masih membahas bagaimana langkah kongkritnya.
Kerajaan Kambodja adalah negara agraris, 85% penduduk tinggal di pedesaan sebagai petani. Kehidupan mereka bergantung kepada pertanian, perikanan, peternakan, produk hutan dan non hutan, dan energi yang mereka gunakan berasal dari kayu, arang, dan residu pertanian yang dikumpulkan dari kawasan hutan di dekat mereka tinggal. Pemerintah Kambodja menekankan program energi kepada penggunaan listrik di pedesaan, bila mungkin masuk jaringan listrik nasional, dan di luar jaringan listrik nasional (off-grid) untuk EBT guna meningkatkan standar kehidupan warga pedesaan. Sumber alam energi Kambodja yang terindikasi berupa bahan bakar fosil, gas alam, dan batu bara, dan lebih dari 84% konsumsi energi utama disumbang oleh kayu

Hanya 35% penduduk mempunyai akses ke jaringan listrik yang 90%-nya diperoleh dari PLTD (diesel diimpor), yang menyebabkan harga listrik di Kambodja tertinggi di dunia. Rumah penduduk yang berada di pedesaan dan menikmati jaringan listrik nasional kurang dari 9%. Sisanya menggunakan baterai isi-ulang dan genset kecil yang mereka bayar dengan harga tinggi, karena dikelola oleh pihak swasta. Ketekoran energi ini menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengesampingkan investor ke Kamboja.

Fasilitas pasok energi Kambodja hancur karena perang. Proses rehabilitasinya dibantu oleh Bank Dunia, ADB, Jepang, AS, dan negara-negara Eropa. Proyeksi listrik tahun 2024: 3045 MW.

Pemerintah Kambodja merencanakan 100% listrik masuk desa pada tahun 2020 sebagai bagian dari pengembangan teknologi EBT yang salah satunya bekerjasama dengan JICA.

RGC (Royal Goverment of Cambodia) menetapkan target jangka panjang program 5 tahunan yang pertama untuk teknologi EBT, yaitu 
  • 5% pembangkit listrik baru atau sekitar 6 MW dipasok oleh teknologi EBT, termasuk 3 PLTA grid-mini, 3 bisnis EBT, 50-100 orang ahli EBT yang terlatih; 
  • 100.000 KK akan dipasok listrik dari EBT, dengan sasaran 45.000 KK dilistriki oleh REE (Rural Electricity Enterprises, Perusahaan Listrik Desa); 
  • 10.000 KK dilayani oleh SHS (Solar Home System).
Laporan BMI memperkirakan bahwa pertumbuhan populasi dari 15,1 juta saat ini akan menjadi 17,7juta th 2023, sehingga diharapkan konsumsi energi diestimasi  dari 3,2 TWh (2014) menjadi 8,9 TWh (2023). PLTA diset tumbuh 27% per tahun, dan ET lainnya 11% dengan memberikan spesial tarif. Ambisi pakar industri memperkirakan kapasitas terpasang 985 MW (2012) akan naik menjadi 4 GW (2022) dalam bauran energi nasional.

Rencana pembangkit listrik di Kambodja:
Tahap 1 (2004-2008)
2004: Komisioning PLT HFO 10 MW di Siem Rap (hibah Jepang)
2004: Komisioning Pasok Energi di 8 kota Provinsi (dana ADB dan AFD)
2005: Komisioning HFO 32 MW (IPP-Tenaga Listrik Khmer)
2006: Komisioning tambahan PLT HFO 10 MW (hibah Jepang)
2007: Impor listrik dari Vietnam 80 MW untuk langkah pertama dan dari Thailand 20 MW. 
Tahap 2 (2009-2013)
2009: Komisioning PLTA Kirirum III 13 MW (IPP-CETIC)
2009: Perpanjangan impor dari Vietnam dengan kapasitas hingga 200 MW.
2012: Komisioning PLTA Battambang 1, 2, & 3, dengan kapasitas total terpasang 73 MW.
2013: Komisioning PLT 300 MW di daerah pesisir
Tahap 3 (2014-2018)
2014: Komisioning PLTA Kamchay 180 MW
2015: Komisioning PLTA Russey Chum 125 MW
2016: Komisioning PLTA Stung Atay 110 MW
2018: Komisioning PLTA Sambor 465 MW
2020: Komisioning PLTA Lower Se San-2 207 MW, dan Lower Srepok-2 222 MW
setelah 2020: Komisioning PLTA Stung Treng 980 MW, dan Stung Chay Areng 260 MW.

AIR (PLTA)

Menteri Luar Negeri Kambodja menginginkan Kambodja sebagai negara Baterai di Asia Tenggara. Adanya dukungan dari komisi Sungai Mekong, Kambodja berpotensi menghasilkan listrik 10 GW (potensi teknis 7 GW, yaitu dari 1) aliran sungai Mekong: 3.580 MW / 53,3%; 2) anak sungai Mekong: 1,771 MW / 26,5%; 3) di luar lembah Mekong: 1,344 MW / 30%).  Hal itu direncanakan untuk keperluan sendiri dan ekspor dari 50% proyek sepanjang sungai Mekong. Namun, LSM lingkungan mengingatkan bahwa pembangunan PLTA skala besar akan menimbulkan dampak ekosistem yang serius dan menurunnya debit air dan ikan, yang membawa konsekuensi terhadap kehidupan ribuan penduduk di sekitar sungai Mekong. Hal itu pernah terjadi, ketika penduduk lokal mengklaim bahwa beberapa penduduk Kambodja tewas akibat banjir mendadak dan stok ikan menghilang di provinsi Stung Treng dan Rattanak Kiri di Utara Kambodja pada saat pembangunan PLTA Yali Falls 750 MW di Vietnam (beroperasi th 2001) pada anak sungai Mekong, sungai Se San.

Saat ini 2 mini PLTA beroperasi: O Chum II dengan kapasitas 1 MW (1993); Kirirom I berkapasitas 12 MW yang direhabilitasi dan dioperasikan oleh CETIC, Perusahaan China, dengan pola perjanjian BOT selama 30 tahun sejak 2002 bersama-sama dengan jaringan transmisi 120 km 115 kV ke Pnom Penh. Beberapa PLTMikroHidro dioperasikan pula antara 1-50 kW di Provinsi sebelah Utara yang unit-unitnya diimpor dari Vietnam atau China. 

Integrasi Kambodja ke ASEAN berdampak kepada proyek-proyek prioritas pengembangan PLTA agar terkoneksi pula ke jaringan listrik ASEAN. Ada 29 proyek PLTA (di atas 10 MW) yang akan segera dibangun: Battambang I / 24 MW (MoU dg Korea); Battambang II / 36 MW (dg Korea): Battambang III / 13 MW; Middle St. RC / 125 MW; Upper St. RC / 32 MW; St. Atay / 110 MW; Stung Tatay / 246 MW; Sambor / 2.600 MW (MoU studi kelayakan oleh China); Lower Sesan II / 207 MW (MoU dg Vietnam); Lower Se San III / 375 MW (dg Korea); Lower Srepok II / 222 MW; Lower Srepok III / 330 MW (MoU dg China); Lower Srepok IV / 235 MW;  St. Chay Areng / 260 MW; Prek Liang I / 64 MW (dg Korea); Prek Liang IA / 12 MW; Prek Liang II / 64 MW (dg Korea); Stung Pursat I / 75 MW (dg China); Stung Pursat II / 17 MW (dg China); Stung Sen / 40 MW (dg Korea); Se Kong / 148 MW; Stung Treng / 980 MW (Rusia); Prek Por I / 17 MW; Prek Ter II / 10 MW; Prek Ter III / 23 MW; Prek Chhlong II / 24 MW; Stung Metoek I / 175 MW; Stung Metoek II / 210 MW; Stung Metoek III / 50 MW; Stung Kep / 26 MW; dan Bokor Plateau / 28 MW.

Empat proyek PLTA dibangun oleh perusahaan China di prov. Pursat dan Koh Kong: PLTA Atay 120 MW, BOT, dibangun oleh CYC dari China (2012); PLTA Orussei (Lower Russei Chhrum) 338 MW di prov. Koh Kong, bagian Barat Kambodja, 180 km dari Phnom Penh dibangun oleh China Huadian Corp. (Hong Kong) yang selesai tahun 2013 dengan pola BOT selama 30 tahun dan dana investasi sebesar US$558juta; PLTA Tatay 246 MW (2013) dibangun oleh Perusahaan China (China National Heavy Machinery) dengan pola BOT dan dana investasi US$540juta selama 42 (5+37) tahun kontrak konsesi di prov. Koh Kong yang listriknya didistribusi ke daerah O'Som di Prov. Pursat, Battambang, Kampong Chhnang, Phnom Penh, dan tempat lain.

Vietnam (EVN) membangun PLTA Lower Se San-2 400 MW, sungai Se San, anak sungai Mekong, di provinsi Stung Treng, Kambodja dengan dana investasi US$800juta yang dimulai tahun 2011, dan diperkirakan selesai tahun 2016. Separuh produk listriknya dijual kembali ke Kambodja.

Pejabat Kambodja berharap akan membangun 10 PLTA lagi hingga tahun 2019 guna mencapai target listrik yang telah direncanakan.

Di sisi lain, Kambodja mengimpor listrik dari negara tetangga, misalnya mengimpor dari Vietnam (tegangan 220 kV) dengan kapasitas 200 MW (2009); dari Thailand (tegangan 115 kV) mulai tahun 2007 guna menyediakan jaringan listrik Bagian Utara hingga 80 MW; mengimpor dari Vietnam ke provinsi Kampong Cham (tegangan 115 kV) dengan kapasitas 30 MW (2009); mengimpor dari Laos ke provinsi Stung Treng (tegangan 115 kV) dengan kapasitas 20 MW (2009); 5 tautan lintas batas dari Vietnam dan 8 tautan dari Thailand pada tegangan 22 kV guna melayani komunitas dekat perbatasan.

Program listrik masuk Provinsi dan Desa: 1) Rehabilitasi 8 kota provinsi yang didukung oleh ADB (US$18,6juta) dan AFD (Euro3,75juta); 2) Program listrik masuk desa dan Ekstensi jaringan listrik, dengan bantuan dari Bank Dunia (SDR27,9juta), dan GEF (US$5,75juta); 3) Studi Rencana Induk EBT dan pengembangan 3 PLTMikroHidro oleh JICA.

Kambodja juga mensubsidi listrik sekitar US$20juta/tahun agar dapat dilanggan oleh penduduk dengan harga murah.

PLTMH

Kriteria PLTMH di Cambodja adalah: 1) Mini hidro 500 kW hingga 5 MW; 2) Mikro hidro 100 hingga 500 kW; 3) Piko hidro 0,35 hingga 1 kW.

Potensi PLTMH adalah sekitar 300 MW, tetapi hanya 1,87 MW yang telah dimanfaatkan. Studi kelayakan PLTMH didanai oleh New Zealand, PREGA (Promotion of RE, Efficiency and Green House Gas Abatement) dari ADB, Proyek CDG, SIDA NRE Research Program, dan Proyek PV dari NEDO Jepang.

SURYA (PLTS)

Percobaan tahun 1981-1988 di Phnom Penh menunjukkan intensitas cahaya rata-rata matahari selama 6-9 jam per hari sekitar 5 kWh/m2/hari yang berarti PLTS berpotensi besar di kambodja, yaitu sekitar 65GWh/tahun.Tahun 2018 jumlah PLTS terpasang sekitar 120MW, setidaknya 30MW dari PLTS atap rumah dan 30ribu panel dipasang di hamparan pabrik semen Chip Mong Insee.
  • ADB (April 2017) meminjamkan 9,2juta USD ke perusahaan Singapura, Grup Sunseap, guna membangun PLTS 10MW di Bavet. PPA selama 20 tahun telah diteken dengan Electricite du Cambodge.
  • PLTS 130 kW disumbang oleh UNICEF, Red cross, SIDA, dan FONDEM yang memasang sistem demo pada Pusat Rehabilitasi dan Kesehatan. SHS (Solar Home Systems) dengan keluaran 12 V, 50-70 Ah diberikan kepada penduduk berpendapatan rendah di pedesaan dengan investasi US$40 per rumah. Ongkos energi yang ditimbulkan sekitar 24,4 sen US/kWh. 
  • Dana listrik masuk desa direncanakan untuk membeli 12.000 sistem panel surya untuk setiap desa yang tidak terkoneksi dengan jaringan listrik nasional dengan bantuan dari REF, Bank Dunia (US$67,92juta).  
  • Perusahaan surya lokal, Kamworks, menyewakan lentera surya dengn harga 8 sen US$. Menurut ADB, ongkos sistem surya di perumahan berkisar antara US$200-600 untuk daya 20-80 Watt. 
  • Pagoda Por Maes di sebuah desa provinsi Kandal memasang panel surya di atap Pagoda dengan bantuan  LSM Pico Sol Cambodia. Sejak tahun 2009, 4 pagoda telah menggunakan panel surya. 
  • Surya juga digunakan untuk pengeringan makanan. Teknologi pengeringan surya dilengkapi dengan kendali suhu dan kelembaban udara, sehingga kualitas pengeringan tanaman lebih baik dibanding dengan pengeringan matahari alami. Kinerja pengering surya itu dievaluasi dengan cara melakukan pengujian terhadap pisang, nangka, lombok, jagung, buah-buahan dan sayuran lainnya, ikan, dan daging. Teknologi surya mulai murah, dan pasar lokal mulai terbentuk. Sekitar 20 perusahaan di Kamboja terlibat dalam mengimpor dan menjual produk-produk surya.

BIOMASSA

Biomassa di Kambodja berperan penting terutama bagi warga pedesaan. Di samping kayu, ada pula residu pertanian seperti padi, tebu, jagung, limbah ternak, dan kopra. Akan tetapi, jumlah mereka tidak dapat diestimasi. Kambodja bergabung dengan ASEAN, dan memiliki proyek demo 1,5 MW PLTU sekam padi sebagai bahan bakar utama. 

Kambodja menerapkan teknologi RHG (Rice Husk Gasifier) yang berkapasitas 2,5 ton sekam/j, sekaligus menerapkan teknologi WtE (Waste to Energy, via Gasifikasi) di industri penggilingan padi yang menghasilkan gas sintetik (70%) sebagai campuran BB diesel (30%) dalam mesin diesel pabrik penggilingan padi. Kambodja mereplikasi mesin buatan LN itu untuk dibuat secara lokal oleh 5 UKM untuk 120 pabrik penggilingan padi (total 395) di 9 Provinsi. Teknologi ini menghemat bahan bakar diesel 65% (hemat Eur43.200/th; investasi Eur89.500/gasifier; 2.800 ton beras per th, (1 ton gabah menghasilkan 200 kg sekam); 1 mesin menghasilkan ROI 37% dengan Payback Period <3 tahun; limbah sekam menurun 37%/tahun.

PKTI Energy (+Wah Seong Co. Bhd, Malaysia)  meneken kontrak pengadaan 10 MW PLT Biomassa sekam padi (10juta USD) selama 10 tahun, di prov. Battambang bagian Barat Kamboja yang akan beroperasi th 2016 guna memanfaatkan 4 ton sekam/jam dari Baitang Plc (eksportir beras top) yang memproses gabah 20 ton/jam. Satu kg sekam menghasilkan listrik hampir 1 kWh.

Pabrik briket arang (Charbriquette) pertama di Phnom Penh yang terbuat dari limbah biomassa (sabut dan batok kelapa) dibangun (2010) untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar tungku guna mengurangi perusakan hutan yang mulai tampak di Kambodja. Pabrik yang berasal dari usaha patungan Geres dan For a Child's Simle, 2 organisasi Perancis yang aktif mengembangkan komunitas Kambodja, membantu untuk mengurangi kebutuhan kayu dan arang yang biasa dipakai oleh 80% penduduk Kambodja untuk masak-memasak dan mendidihkan air. Iwan Baskoro (Geres) mengatakan bahwa 1.600 ton emisi gas rumah kaca dapat dikurangi per tahun. Lebih dari satu juta rumah tangga menjadi target hingga tahun 2015 yang saat ini baru mencapai 500,000 keluarga. Menurut Geres, penduduk Phnom Penh mengkonsumsi 90.000 ton arang per tahun, sebuah pasar yang bernilai US$ 25 juta.

KAYU

Bahan bakar kayu telah berperan penting bertahun-tahun di Kambodja, tidak hanya di pedesaan, industri tradisional, dan aktivitas komersial, tetapi juga di perkotaan dan aneka industri lainnya. Tungku kayu bakar juga dinaikkan effisiensinya hingga mampu menurunkan konsumsi kayu 50% dibanding tungku tradisional, dan 30% untuk tungku suling gula kelapa 2 pot. 

Ada 3 bentuk bahan bakar kayu, bentuk padat (kayu, chip kayu, serbuk gergaji, pelet, briket, arang), bentuk cair (Cairan hitam / Black Liquor, methanol, Minyak Pirolitik), dan  bentuk gas dari kayu. Dengan kemajuan teknologi yang progresif, bahan bakar kayu yang baru dalam bentuk arang, briket, dendro-thermal power, kayu-alkohol, dan gas kayu telah digunakan untuk membangkitkan panas dan energi. 

BIOGAS

Ada 90 pabrik gas di Kambodja yang seluruhnya menghasilkan listrik untuk pedesaan dan 40 di antaranya untuk UKM (Usaha Kecil dan Menengah). UKM yang menggunakan gasifikasi biomassa adalah, penggilingan padi, pabrik es, listrik pedesaan, pabrik batu bata, pabrik garmen, dan hotel. Teknologi yang digunakan adalah teknologi Ankhur yang berasal dari India, dengan kapasitas sekitar 200 kW dan ada pula fasilitas berkapasitas maksimum 600/2x300 kWe (tahap konstruksi). semua gasifier menggunakan gas dan diesel dengan mode dual fuel yang menggantikan 75% penggunaan diesel sehingga dapat mengurangi impor diesel 74.460 ton per tahun. Bahan umpan gasifikasi adalah sekam padi, bonggol/tongkol jagung, chip kayu, batok kelapa, bagas tebu, kulit kacang, dll.

Pabrik gasifikasi biomassa yang beroperasi adalah: Penggilingan padi Te keang, Kampong Chhnang (2008, 200 kWe, jenis downdraft, diesel, sekam padi, listrik untuk penggilingan padi); PLTG Bat Doeng, Kampong Speu (2008, 200 kWe, jenis downdraft, diesel, sekam padi/chip kayu, listrik pedesaan dengan grid mini); Penggilingan padi Yam Loung, Battambang (2009, 300 kWe, jenis downdraft, diesel, sekam padi, listrik untuk penggilingan padi); Penggilingan padi Yin Pou, Banteay Mean Cham (2008, 200 kWe, jenis downdraft, diesel, sekam padi, listrik untuk penggilingan padi); Pabrik es Teng Sarith, Phnom Penh (2010, 200 kWe, jenis downdraft, diesel, sekam padi, listrik untuk pabrik es); Pabrik es Eap Sophat, Siem Reap (2007, 150 kWe, jenis downdraft, diesel, sekam padi, listrik untuk pabrik es dan dijual).

Gasifikasi biomassa yang sedang dibangun: Penggilingan padi Ley Chhinh, Battambang (2010, 600 kWe, jenis downdraft, 2x300 diesel, sekam padi, listrik untuk penggilingan padi). 

Masih ada 47 gasifikasi biomassa lainnya untuk UKM yang teridentifikasi di Kambodja. Sebenarnya ada sekitar 24.048 penggilingan padi di Kambodja dengan kapasitas produksi beras 4,96 juta ton. Bila 20 liter diesel diperlukan untuk menggiling 1 ton beras, maka konsumsi diesel sekitar 99,3 juta liter dan 277.1987 ton CO2 dilepas ke lingkungan. Bila 75 % diesel dapat diganti oleh gasifikasi biomassa dari sekam padi, maka 74,5 juta liter diesel dapat dihemat dan 208,488 ton gas CO2 dapat dikurangi.

BIODIESEL

Proyek pengembangan biodiesel dari minyak goreng bekas dan minyak dari biji-bijian lokal yang tumbuh liar, dan jarak pagar aktif dipromosikan. Kilang biodiesel dari minyak biji jarak yang pertama di Phnom Penh menghasilkan biodiesel B100 digunakan pada armada kendaraan diesel Kedutaan Inggris dengan hasil yang baik. Adapula kilang biodiesel di Sihanoukville milik organisasi amal PBOC (Planet Biodiesel Outreach Cambodia) di beberapa tempat di Kambodja. PBOC menghasilkan 1.000 liter biodiesel per bulan dan menjualnya ke Phnom Penh dan Sihanoukville untuk menaikkan kotak amalnya. PBOC mempunyai sekolah anak miskin di Kambodja, menyediakan makanan, pakaian, pendidikan, peralatan sekolah dan transportasi secara gratis. Bus sekolahnya juga menggunakan biodiesel 100% yang diproduksi berkelanjutan dari limbah minyak tumbuhan.

ANGIN (PLTB)

Potensi PLTB sekitar 1380MW. Laju angin rata-rata tahunan tercatat (m/detik) di Sihanoukville 5,06; Pursat 1,89; Daratan 2,01; Pesisir 2,65; dan rata-rata tahunan keseluruhan 3 m/detik. Ada juga laju angin yang kuat sekitar 5 m/detik atau lebih di daerah Selatan danau Tonle Sap, daerah pegunungan di Barat Daya dan di daerah pesisir sebelah Selatan, khususnya di Sihanoukville. PLTB di bulan Februari maksimum diperkirakan 150,4 kWh, minimum di bulan September sekitar 60,5 kWh. dan potensinya sekitar 3.665 GWh/tahun. Akibat dari pola angin tak menentu, maka Sistem hibrida/gabungan antara PLTB dan PLTMH/PLTD akan cukup ideal.

PLTB yang pertama diresmikan tgl 20 Jan 2010 dengan investasi US$1,74juta yang didanai bersama oleh Otoritas Pelabuhan Sihanoukville (48%), Pemerintah Belgia (28%), dan Komisi Eropa (24%, via program Asia Pro Eco).

Geotermal (PLTP)

Hanya sebagian kecil aktivitas panas bumi di provinsi Kampong Speu, Kamboja.



Ditulis oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386; ffagi@yahoo.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar