Pages

Jumat, 16 Juli 2021

1B. Kondisi EBT di INDONESIA / Renewable Energy in INDONESIA

 Sambungan dari 1A

PANAS BUMI (GEOTHERMAL)

Potensi energi PLTP: 29.038 MW (29 GW), sedangkan kapasitas terpasang th 2017 sebesar 1.838,5MW atau naik menjadi 6,3% dari total potensi yang ada. Tahun 2018, ada tambahan daya dari PLTP Sarulla (2x110MW), PLTP Karaha (30MW), Sorik Merapi (2x20MW), dan Lumut Balai (55MW), sehingga total daya menjadi 2.023,5MW (naik menjadi 6,97%). Hal ini menaikkan peringkat PLTP Indonesia menjadi kedua dunia sesudah AS (3.450MW), dan Filipina turun menjadi ketiga dunia. Target tahun 2025: 7.200MW. Empat puluh (40) % potensi dunia ada di Indonesia, dan sekitar 331 titik potensi panas bumi (oleh KEN) telah ditemukan. Sepuluh (10) % dari total potensi itu (sekitar 2 GW) ada di Sumsel. Oleh karena itu, dibangunlah Laboratorium Geotermal I yang diresmikan Oktober 2013 di Palembang, Sumsel, dan dioperasikan oleh PT Sucofindo.


PLTP Dieng 60 MW, Jateng
Secara keseluruhan, potensi energi geotermal di Indonesia ditemukan tersebar di sepanjang lajur Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Busur Banda hingga Sulawesi Utara, dan lajur Halmahera, Bali, dan Papua. Potensi tersebut besarnya ternyata 2 kali cadangan minyak bumi Indonesia. Tidak salah bila Indonesia merupakan potensi terbesar di dunia, sehingga mendorong Indonesia untuk dijadikan pusat pengembangan panas bumi dunia yang tentu saja memerlukan SDM tangguh dari dalam negeri sendiri. Amerika, Filipina dan Selandia Baru tertarik berinvestasi di geotermal. Untuk itu, Amerika membantu ITB dan UI membuka jurusan geotermal, dan Selandia Baru membuka diri kepada putra Indonesia untuk belajar geotermal di sana.

Dr. SK Sanyal (GeothermEx Inc., California) menyinggung bahwa lebih dari 70% lahan Indonesia memiliki basis sumberdaya geothermal lebih dari 50 MW dan hampir setengahnya lebih dari 100 MW dengan sumur komersial antara 3-40 MW (rata-rata 9 MW), sedangkan sumur bor dunia hanya sekitar 4-6 MW. Tahun 2025, EBTKE menargetkan 12 GW dapat ditapis dari PLTP. 

Harga jual listrik PLTP sekitar 100% BPP setempat (BPP setempat > BPP nasional).


PLTP Kamojang 30 MW, Garut, Jabar
Sejarah pemanfaatan PLTP di Indonesia diawali oleh usulan Van Dijk asal Belanda tahun 1918 untuk membangun PLTP di Kamojang, Jabar. Kamojang menghasilkan uap tahun 1926, kemudian dari 5 sumur uap hanya satu sumur yang produktif, tetapi tidak lama kemudian mati. Tahun 1964 PLTP dihidupkan kembali oleh Direktorat Vulkanologi (Bandung), PLN, dan ITB. Tahun 1971, PLTP Lahendong Sulut, dan PLTP Lempung, Kerinci dikembangkan. Tahun 1972, pengeboran 6 sumur di Dieng, Jateng, dilakukan, tetapi tak satu pun mengeluarkan uap. Tahun 1974, Pertamina dan PLN mengembangkan PLTP Kamojang 30 MW. Tahun 1977, Selandia Baru menyumbang NZ$24juta dari kebutuhan NZ$34juta, sisanya ditanggung Indonesia untuk Kamojang. Tahun 1978, tim Kanada ke Lahendong dan Lempung, Kerinci. Monoblok Kamojang diresmikan 27 November. Tahun 1981, Monoblok Dieng diresmikan 14 Mei; Pertamina diberi wewenang melakukan survei, eksplorasi dan eksploitasi PLTP di Indonesia. Tahun 1982, Pertamina meneruskan penelitian di Lahendong dan melakukan kontrak dengan UGI (Unocal Geothermal Indonesia) untuk PLTP di Gunung Salak, Jabar. Tahun 1983, PLTP Kamojang-I 30 MW diresmikan 1 Februari. Tahun 1987, PLTP Kamojang-II dioperasikan. Pertamina, Amoseas of Indonesia Inc., dan PLN melakukan kerma eksplorasi panas bumi di Gunung Drajat, Jabar. Tahun 1991, keluar Keppres meleluasakan Pertamina dan kontraktor mengeksplorasi dan mengeksploitasi panas bumi, dan menjual uap / listrik kepada PLN. Tahun 1994, PLTP Gunung Drajat-I beroperasi, PLTP Gunung Salak-I dan II beroperasi, dan Pertamina melakukan kontrak dengan 4 perusahaan swasta. Tahun 1995, Nota kesepahaman dilakukan Pertamina dan PLN untuk membangun PLTP Lahendong 1x20 MW, Sulut, dan PLTP Sibayak 2 MW, Sumut.

Sayangnya, sekitar 70% lokasi PLTP yang potensial berada di kawasan hutan lindung, sehingga terjadi konflik kepentingan dengan Kementrian Kehutanan, apakah membangun PLTP (hanya butuh lahan 0,3-4 Ha) atau mempertahankan kawasan konservasi. Untuk mengatasi hal tersebut, DPR telah mengesahkan RUU Panas Bumi (26/08/2014) sebagai revisi UU No. 27/2003, yang ringkasan isinya sbb:
  1. Panas bumi sebagai sumber energi alternatif. Eksplorasi & Produksi panas bumi tidak termasuk kategori pertambangan, sehingga dapat dilakukan di wilayah konservasi
  2. Penyelenggaraan oleh Pem Pusat & Provinsi, sedangkan pemanfaatan langsung & tidak langsung oleh PemKab
  3. Pembinaan & Pengawasan IUP oleh Pemerintah.
Indonesia memerlukan investasi USD30miliar untuk mengembangkan PLTP 11 GW hingga 2025. Memang, konsekuensi pemberian ijin PLTP di hutan lindung akan menyebabkan beberapa Ha hutan lindung akan terbabat. PT CGI (Chevron Geothermal Indon) belum mendapat ijin penambahan 9 Ha dari Menhut untuk membabat hutan karena telah melanggar daerah cagar alam Gunung Papandayan di Kertasari Bandung. Di sisi lain, PT PGE (Pertamina Geothermal Energy) berencana menanam 100juta pohon di sekitar lereng gunung berapi, salah satunya adalah 50 ribu pohon telah ditanam di sekitar PLTP Kamojang guna menahan resapan air dan mengurangi emisi karbon, agar panas dan air terjaga dan Kamojang terus menghasilkan uap.

Sebanyak 28 titik potensi panas bumi (14 proyek PLTP pada WKP existing sebelum terbit UU No.27/2003 dan 14 proyek PLTP pada WKP baru setelah terbit UU no. 27/2003, sekitar 12.069 MW) di hutan lindung sepanjang Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, telah disepakati agar proses perijinan proyek dari menteri Kehutanan segera berjalan. Permen 11/2008 mengajukan 5 WKP, yaitu Bonjol (Sumbar) 200 MW, Danau Ranau (Lampung, Sumsel) 210 MW, Mataloko (NTT) 63 MW, Ciremei (Jabar) 150 MW, dan Gunung Endut (Banten) 80 MW. Calon 4 WKP lainnya (masih disurvei) adalah Sembalun (NTB) 120 MW, Way Ratai (Lampung) 194 MW, Simbolon Samosir (Sumut) 225 MW, dan Telomoyo (Jateng) 92 MW.


PLTP Lahendong-3 10 MW, Sulut
Kapasitas terpasang PLTP Indonesia: yaitu di PLTP Kamojang (200 MW) Jabar, Lahendong-1, 2, dan 3 (3x20 MW) Sulut, Dieng (60 MW) Jateng, Gunung Salak (375 MW) jabar, Darajat (255 MW) Jabar, Sibayak (2x5 MW) Sumut, Wayan Windu (227 MW) Jabar, PLTP Ulubelu-1 dan 2 (2x55MW) di Lampung.

Status PLTP yang sedang/akan dibangun di Indonesia  (Februari 2019):

 
Sumatera
Aceh
  • PPA PLTP (IPP, MW): Jaboi (FTP2) (5/2023, 2,5/2027, 2,5/2030). 
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Panas Bumi Sumatera (Kuota) Tersebar (10/2024; 30/2025).
  • Potensi PLTP (MW); Seulawah Agam 1 & 2 (FTP2), (2x55); G. Geureudong (50); Jaboi (FTP2) #3 (80); Gunung Kembar (110); Lokop (40).
Sumut
  • Konstruksi: PLTP Sarulla-1, 2 & 3 (IPP, 3x110 MW). Konsorsium (Medco Geothermal Indonesia, Ormat technology Inc / USA, Kyusu Electric Power Inc / Jepang, dan Itochu Corp. / Jepang) menggarap proyek PLTP Sarulla 330/3x110 MW, di Kab. Tapanuli Utara dan Selatan, Sumut, dengan dana senilai US$1,7 miliar (USD260juta didukung oleh Ormat) yang didanai via JBIC (Japan Bank for International Corp.) dan ADB (Asian Development bank) dan beberapa bank komersial. Tarif jual listriknya ke PT PLN sekitar US$0,0679/kWh. PLTP Sarulla-1 110 MW COD 2018, sedangkan Sarulla-2 110 MW, dan Sarulla-3 110 MW ditunda (2027). Proyek PLTP terbesar di dunia itu mundur beberapa tahun dari rencana semula. Pemerintah menyiapkan SKB 3 Menteri (ESDM, Keuangan, BUMN) guna mengatasi kisruh tersebut;  
  • Konstruksi PLTP (IPP, MW): Sorik Marapi (FTP2) (45/2019, 45/2020, 50/2022, 50/2023);
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Panas Bumi Sumatera (kuota) Tersebar (195/2024, 235/2025).
  • Potensi PLTP (MW): Sarula II (FTP2) #1 (40); Sarulla #2, #3 (2x110); Simbolon Samosir #1&#2 (FTP2) (50+60); Sipoholon Ria-Ria (FTP2) (10); Sibual-Buali (590).
Sumbar
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Panas Bumi Sumatera (kuota) Tersebar (195/2024, 235/2025).
  • PPA PLTP Muara Laboh (FTP2) (140/2025, Rp.4,3 triliun). PT Supreme Energy bernegosiasi dengn PT PLN (Persero) dengan dana investasi US$650 juta.
  • Potensi PLTP (MW): Gunung Talang (20); Bonjol (FTP2) (60); Simisioh (55); Sumani (50); Cubadak (20); Talamau (20); Tandikat Singgalang (20); Panti (55);
Jambi
  • Rencana PLTP (MW): Panas Bumi Sumatera (kuota) Tersebar (IPP, 195/2024, 235/2025); Sungai Penuh 1,2 (FTP2) (PLN, 2x55/2025);
  • Potensi PLTP (MW): Graho Nyabu 1,2 (50+60); Sungai Penuh Semurup (30); Sungai Penuh Small Scale (5); Sungai Tenang (10).
Sumsel
  • Konstruksi PLTP (IPP, MW): Lumut Balai 1,2 (FTP2) (55/2019, 55/2021) ]dibangun oleh PGE (Pertamina Geothermal Energy), pinjaman dari JICA (2015) sebesar Rp 100,7 miliar]; Rantau Dedap (FTP2) (86/2020,134/2025) [Konsorsium yang terdiri atas PT Supreme Energy, GDF Suez, dan Marubeni Corp menandatangani PPA dengan PT PLN dengan harga yang disepakati 8,86 sen US$];
  • PPA PLTP (IPP, MW): Lumut Balai 3,4 (FTP2) (55/2023, 55/2027).
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Panas Bumi Sumatera (kuota) Tersebar (195/2024, 235/2025)
  • Committed PLTP (PLN, MW): Danau Ranau (FTP2) (40/2026);
    Potensi PLTP (MW): Lumut Balai Small Scale (5); Margabayur 1,2 (2x30); Tanjung Sakti (50).
Bengkulu
  • Rencana PLTP (MW): Hululais-1,2 (FTP2) (PLN, 2x55/2022); Panas Bumi Sumatera (kuota) Tersebar (IPP, 195/2024, 235/2025)
  • Committed PLTP (MW): Kepahiyang-1,2 (PLN, 55/2025, 55/2027).
  • Potensi PLTP (MW): Bukit Daun 1,2 (55, 30); Hululais 3&4 (2x55); Hululais Small Scale 1,2 (2x10); Tambang Sawah (10); Lawang-Malintang (20).
Lampung

  • Rencana PLTP (MW): Ulubelu Co-Gen (PLN, 30/2021); Panas Bumi Sumatera (kuota) Tersebar (IPP, 195/2024, 235/2025); 
  • PPA PLTP (IPP, MW): Rajabasa (FTP2) (2x110/2025).
  • Potensi PLTP (MW): Sekincau 1,2 (FTP2) (55, 165);  Way Ratai (FTP2) (55); Ulubelu Small Scale (10); Way Panas (110).
Jawa
Banten
  • Rencana PLTP (MW): Rawa Dano (FTP2) (IPP, 110/2022); Tersebar (Unallocated, 40/2025).
  • Potensi PLTP (MW): Gunung Endut (FTP2) (40).
Jabar  
  • Pengembangan PLTP Karaha Bodas di lahan sekitar 40 Ha dilanjutkan kembali setelah dibatalkan pemerintah (Soeharto) saat krisis ekonomi 1997. Dana berasal dari ADB (Asian Development Bank). PGE menggandeng PT Alstom Power Energy System Indonesia guna menggarap konstruksinya (EPCC). 
  • Pendanaan PLTP (IPP, MW): Cibuni (FTP2) (10/2022); Patuha (FTP2) (55/2022); Wayang Windu 3 (FTP2) (60/2024); Cisolok-Cisukarame (FTP2) (50/2025) Patuha (FTP2) (55/2025); Tampomas (FTP2) (45/2025);
  • Rencana PLTP (MW): Gunung Salak Binary (IPP,15/2023); Tangkuban Perahu Ciater (FTP2) (PLN, 20/2024); Kuota Tersebar (Unallocated, 390/2025); Tangkuban Perahu (FTP2) (PLN, 2x20/2025); Gunung Salak 5 (55/2025).
  •  Potensi PLTP (MW);   Cibeureum Parabakti (85); Cibuni 2 (20);  Cilayu (20); Ciseeng (20); Gede Pangrango (55); Gunung Ciremai 1,2 (FTP2) (2x55); Gunung Galunggung 1,2 (2x55); Gunung Salak 7 (55); Kamojan Darajat (65); Karaha 2 (20); Masigit 1 (55); Papandayan (40);  ; Wayang Windu 4 (FTP2) (120). 
Jateng
  • Pendanaan PLTP (IPP, MW): Dieng Small Scale (10/2020); Dieng Binary (10/2021); Dieng 2,3,4 (FTP2) (55/2022, 55/2024, 55/2025); Baturaden/Slamet 1,2,3 (FTP2) (50/2023, 2x85/2025); Guci (FTP2) (55/2025); 
  • Rencana PLTP (MW): Kuota Tersebar (IPP, 245/2025); Ungaran (FTP2) (PLN, 55/2025).
  • Potensi: Candradimuka (40); Gunung Lawu 1,2 (2x55); Mangunan-Wanayasa (40);  Umbul Telomoyo (FTP2) (55);  
D I Yogyakarta 
  • Potensi PLTP (MW): Parangtritis (10), Gunung Kidul.
Jatim
  • Pendanaan PLTP (IPP, MW): Ngebel/Wilis (FTP2) (55/2022, 2x55/2025); Ijen 1,2 (FTP2) (55/2023, 55/2024);
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Kuota Tersebar (355/2025);  
  • Potensi PLTP (MW): Arjuno Welirang (185); Bromo-Tengger (20); Gunung Pandan (60); Gunung Wilis 1,2 (2x10); Iyang Argopuro (FTP2) (55); Krucil Tiris (30); Songgoriti (35).
Bali
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Kuota Tersebar (65/2025).
  • Potensi PLTP (MW): Banyu Wedang (10); Bedugul (110); Gunung batur (40); Tabanan (65).
NTB
  • Rencana PLTP (Unallocated, MW): Kuota Tersebar (10/2027).
  • Potensi PLTP (MW): Hu'u 1,2 (FTP2) (2x10); Sembalun 1,2 (FTP2) (2x10MW);
NTT
PLTP Ulumbu, Flores, NTT
  • Pengadaan PLTP (IPP, MW): Sokoria (FTP2) (2x5/2019, 5/2020, 5/2022, 5/2023, 5/2025); 
  • Rencana PLTP (PLN, MW): Mataloko (FTP2) (10/2024, 10/2025); Ulumbu 5 (PLN, 20/2024); Ulumbu 6 (20/2027); Atadei (FTP2) (5/2025, 5/2027); Gunung Sirung (5/2026); Oka Ile Ange (FTP2) (10/2028);
  • Potensi PLTP (MW): Gou - Inelika (10); Lesugolo (10); Mapos (20); Nage (40); Waisano (20); Wapsalit (10); Way Pesi (10); 
Sulawesi
Sulut (Sulawesi Utara)
  • Rencana PLTP (IPP, MW): Sulbagut (kuota) Tersebar (40/2025, 35/2028).
  • Potensi PLTP (MW): Kotamobagu I, II, III, IV (FTP2) (4x20); Lahendong Small Scale 1,2 (2x5); Lahendong 7,8 (2x20); Lahendong Binary (5); Klabat Wineru (10+40); 
Sulteng
  • Potensi PLTP (MW): Marana/Masaingi (FTP2) (20); Bora Pulu (FTP2) (40); Kadidia (55).
Gorontalo: Potensi PLTP (MW): Suwawa (20); Pentadio (10); Puhuwato (10).
Sulsel: Potensi PLTP (MW): Bittuang (20); Massepe (55); Pincara (10).

Maluku
  • Eksplorasi PLTP (PLN, MW): Tulehu (FTP2) (7/2021-22); dikembangan oleh PLN dan Haliburton (AS).
Maluku Utara
  • Rencana PLTP (MW):  Songa Wayaua (FTP2) (PLN, 10/2023); Jailolo (FTP2) (IPP, 10/2028), Halmahera Barat; Halmahera (kuota) Tersebar (Unallocated, 20/2025).
  • Potensi PLTP (MW): Telaga Ranu (5); Gunung Hamiding (20). 
BPPT mengembangkan purwarupa PLTP skala kecil 3 MW di Kamojang, Kab. Bandung, Jawa Barat. Proyek ini menggunakan komponan lokal (TKDN 70%) termasuk turbin (gandeng NTP, Nusantara Turbin Propulsi anak perusahaan IPTN) dan generator (gandeng PT Pindad). Dana diperoleh dari APBN BPPT Rp 50 milyar. Di sisi lain, BPPT mengkaji PLTP Ulu Ere 25 MW di Kab. Bantaeng, Sulawesi Selatan. Th 2014, BPPT bekerjasama dengan Jerman melakukan riset PLTP siklus biner 500 kW di Lahendong, Sulut.

Cadangan panas bumi baru yang ditemukan adalah Kebar (25 MW) Manokwari, Papua Barat; Tehoru (75 MW), Banda Baru (75 MW), dan Pohon Batu (50 MW) Maluku Tengah; Kelapa Dua (25 MW) Maluku Barat; Lili (75 MW), Mapili (50 MW), dan Alu (25 MW) Polewali Mandar, Sulawesi Barat.

Calon lokasi  PLTP yang belum disurvei adalah Sungai Betung/Kab. Kerinci (Jambi), Pesisir Selatan (Sumbar), Sungai Tenang/Kab. Merangin, (Jambi), Ciseeng (Bogor, Jabar), Lebak (Banten), Malawa/Kab. Maros, Pangkajene/Kab. Bone, dan Kab Barru (Sulsel), Gunung Dua dara (Kab. Bitung, Sulut), Gunung Pangrango (Bogor, Jabar).  


BIOMASSA

Potensi energi biomassa Indonesia diperkirakan: 49.810 MW (50 GW) yang berasal dari perkiraan produksi 200 juta ton biomassa/tahun dari residu pertanian, kehutanan, perkebunan dan limbah padat/sampah kota, sementara daya terpasang: hanya 1.716,5 MW (th 2013) atau sekitar 3,45 % saja dengan hutan produktif dan perkebunan seluas 23 juta Ha. Itu berarti pemanfaatan biomassa untuk energi listrik masih sangat sedikit. Oleh karena itu ESDM mengeluarkan Permen No. 3 th 2016 dan 27 th 2014 guna mendorong pemanfaatan biomassa (PLTBm) dan biogas (PLTBg) seoptimal-mungkin menjadi listrik. Program jangka pendek Kementrian ESDM meliputi promosi investasi, insentif fiskal dan pajak, kebijakan penetapan harga energi, penyebarluasan informasi, dan penelitian dan pengembangan. Ada 57juta Ha lahan terdegradasi yang dapat dikembangkan untuk energy forest. Sekitar 20juta Ha akan dimanfaatkan dulu untuk biofuel dan PLTBayu. Perhutani baru menanam hanya 122ribu Ha.

Contoh:
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. PT Semen Padang, dan PT Semen Tonasa telah memanfaatkan biomassa sebagai pengganti batubara. 
PT Growth Asia (GA) di bawah GSG / Growth Steel Group (PLTU Biomassa, 2x15 MWe dengan TKDN 70%, Rp10miliar/MW dari BCA Bioler/Indon, generator/turbin/Tiongkok, modul pengatur turbin/AS) memanfaatkan limbah kering cangkang sawit (1 kWh listrik perlu 1,2 kg cangkang), serat sawit, sekam padi, bonggol/tongkol jagung, serbuk kayu, ampas tebu, dll. untuk menapis listrik. PLTU sejenis sudah dibangun di
  • Medan/Sumatera: PT GSI  / Growth Sumatra Industry, Unit-1 excess power 6 MW, (COD Des 2008); Unit-2 Excess Power 9MW, (COD Nov 2010).
  • Medan/Sumatera (PT GA Unit-1, excess power 10 MW, (COD Okt 2011); Unit-2 excess power 10 MW, (COD Juni 2012);
  • Simalungun/Sumatera: PT HS / Harkat Sejahtera, Unit-1 PLTU 2x15 MW, (COD April 2013); Unit-2 (no Info).
  • Jambi/Sumatera: PT RPSL / Rimba Palma Sejahtera Lestari, PLTU 2x15 MW, (COD awal 2013);
  • Cilegon/Jawa: PT Indocoke, Unit-1 PLTU 1x15 MW (Clean energy + HRSG); (COD Maret 2013); UNit-2 PLTU 1x15 MW
  • PLTU yang sedang direncanakan: Pontianak (PNK), Banjarmasin (BDJ), Balikpapan (BPN), Pekan Baru (PKU), Palembang (PLM), dll.
Aceh
  • Konstruksi (IPP, MW): Tanjung Semanto (9,8/2022);
  • PPA PLTBm (IPP, MW):  Langsa (10/2022);
  • Potensi PLTBm (MW): Simeuleu (3,5); Penanggalan (10); Subulussalam (10); Sinabang (5); 
  • Potensi Hybrid (+PLTS): Deudap (0,25); Seurapung (0,25).
Sumut 
  • Potensi PLTBm (MW): Paya Bagas (9,9); Deli Serdang (22); Penggalangan (2); Nias Utara (3); Besitang (30); Ononamolo Tumula (6); Tanjung Putus (10); Labura (10); Pulau Nias (9,8);
Riau
  • Konstruksi PLTBm (IPP, MW): Rantau Sakti (EBTKE) (1/2029);  Rokan Jaya (10/2020). 
  • Potensi PLTBm (MW): Siak 1,2 (15+3); Bengkalis-2 (6); Rokan Hulu-3 (7; Indragiri Hilir-1,3 (1+10); Tersebar (13,6); Dumai (40);
Kepulauan Riau (Tanpa Batam)
Kepulauan Riau (Batam, Bintan, Karimun) diupayakan sebagai pilot project pengembangan KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) melalui kerjasama denga pemerintah Singapura. pengembangan ekonomi itu berupa Kawasan Industri, yaitu KI Lobam, Galang Batang, Senggarang, Dompak, dan Soma serta beberapa kabupaten.
  • Potensi PLTBm (MW): Natuna (4); Tanjung Batu 1&2 (2+2); Dabo-1 (4); LIngga-1 (2); Kundur (2,5).
Jambi
  • PPA PLTBm (IPP, MW) Mersam (IPP, 3/2021);
  • Potensi PLTBm (MW): Sungai Bahar (9); Pelawan Sarolangun (1,3).
Bangka-Belitung
  • Konstruksi PLTBm (IPP, MW): Pegantungan (5/2020); Tempilang (IPP, 6MW, 2018); PLTBm Pegantungan (IPP, 5MW, 2018);  
  • PPA PLTBm (IPP, MW): Sadai Bangka Selatan (10/2020). 
Sumbar: Potensi PLTBm (MW):  Mentawai (9,8).

Sumsel
  • Potensi PLTBm (MW): Ogan Ilir (9,9); Mesuji (5); Musi Banyuasin (5); Pedamaran Timur OKI (5); Musi Rawas (5).
Bengkulu: Potensi PLTBm (MW): Ketahun (4).
Jatim: Rencana PLTBm (IPP, MW): Kuota Tersebar (50/2019).

Bali
  • Rencana PLTBm (Unallocated, MW): Kuota Tersebar (0,9/2022).
  • Potensi PLTBm (MW): Bangli (0,9).
NTB: Potensi PLTBm (MW): Sumbawa, NTB (20).
 
NTT
  • Rencana PLTBm (MW):Tersebar (IPP, 1/2020);  (Unallocated, MW): Alor (1/2021, 1/2022); Rote (1/2021, 1/2022); Kuota Tersebar (5/2023, 5/2025, 5/2027).
  • Potensi PLTBm (MW): Bodohula Sumba Barat (1). 
Kalbar
  • Potensi PLTBm (MW): Sungai Tebelian (10); Putussibau Utara (10); Sekadau Hilir (10); Kualamandor (5); TumbangTiti (5); Kapuas, Sanggau (1,2); Nanga Pinoh, Melawi (10); Muara Pawan, Ketapang (10); Sekayam, Balai Karangan (6).
Kalsel: Potensi PLTBm (MW): Mantuil (10).
Kalteng: Potensi PLTBm (MW): Tersebar (80).
Kaltim: Potensi PLTBm (MW): Penajam Paser Utara (9,5).
Sulteng: Potensi PLTBm (MW): Luwuk (9,8).
Gorontalo: Potensi PLTBm (MW): Gorontalo (9,8).

Sulsel: Potensi PLTBm (MW): Sidrap (10); Pulau Buton (9,8); Pulau Muna (9,8).

NTB: Potensi PLTBm (MW): Sumbawa, NTB (20).


NTT
  • Rencana PLTBm (IPP, MW): Tersebar (1/2020); Unallocated: Alor (1/2021, 1/2022); Rote (1/2021, 1/2022); Kuota Tersebar (5/2023, 5/2025, 5/2027).
  • Potensi PLTBm (MW): Bodohula Sumba Barat (1).
Maluku: Potensi PLTBm (MW): Piru (6).
Maluku Utara: Potensi PLTBm (MW): Halmahera (9,8); Bacan (4).


Papua: Konstruksi PLTBm Merauke (IPP, 3,5MW, 2018).

Kelapa Sawit

Indonesia adalah produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan areal sekitar 14,03 juta Ha (Feb 2018) (milik rakyat / Perkebunan rakyat 35,64%, Negara (PTPN) 12,74%, swasta asing 1,54%, sisanya swasta nasional/lokal 50,08%). Produksi CPO sekitar  37,8 juta ton (2018) terdiri atas milik rakyat 13,47juta ton, Negara 4,81juta ton, dan swasta 19,52juta ton. Jumlah pabrik minyak kelapa sawit sekitar 608. Residu berupa tandan kosong kelapa sawit (TKKS) sekitar 27,5 juta ton basah (1 ton TBS/Tandan Buah Segar menghasilkan 200 kg CPO, limbah TKKS 250 kg, dan limbah cair 0,5 m3). Masih ada limbah sawit lain, seperti pelepah 4%, cangkang 6,5%, serat 13%. Pemerintah melarang membakar TKKS langsung guna menghindari pencemaran udara.
  • Program olah limbah sawit di Muba dilakukan BRG (Badan Restorasi Gambut) bersama CIRAD Perancis
  • Jepang butuh Palm Oil 48 ribu ton/tahun dan TKKS 10ribu ton/tahun
  • Riau membangun PLTGBm Sencalang 140 kW (250-300 KK) dari pelepah sawit di Siak dan Inhil. KEI (PT Kreatif Energi Indonesia) membangun PLTBiogas 4 MW dari limbah cair kelapa sawit  pertama  di Langkat, Sumut, dengan investasi Rp.20miliar.  Potensi listrik Riau dari sawit: 906 MW (serat + cangkang), dan 112 MW (limbah cair / biogas).
  • PT PEI (Pasadena Engineering Indonesia, Jkt) membangun PLTBm dengan proses gasifikasi biomassa (pelepah sawit) di Riau 100kVA, dan PLTBm 30kW (50KVA) 220/380V, 50Hz, di Sumba Timur (2013); 
  • Nurhuda (dosen Unbraw, Malang, Jatim) memanfaatkan cangkang sawit (kulit, batok sawit) sebagai bahan bakar kompor ciptaannya Biomass UB 03-1 (isi 1 kg, laju bakar 10 gr/menit selama 100 menit) yang bersistem semi-gasifikasi dengan aliran udara alami tanpa listrik sama sekali. Limbah cangkang tersedia sekitar 5% dari TBS, atau sekitar 5 juta ton/tahun dengan harga Rp300/kg di Kalimantan dan Sumatra, atau sekitar Rp1000,- di Jawa yang mampu mencukupi bahan bakar kompor untuk 13 juta keluarga di Indonesia.
  • BPPT dan AIST (National Institute for Advance Industrial Science & Techn.) Jepang yang didukung oleh NEDO (New Energy and Industrial Technology Development Organization) bekerjasama (via MoU) meneliti, mengembangkan, dan merekayasa teknologi biomassa untuk pembangkit listrik.
  • Kerjasama Pemerintah dan Finlandia membuahkan dana hibah 4 juta Euro selama 3 tahun (2011-2014) dan melahirkan 22 proyek EBT (14 di Provinsi Riau, dan 8 di Kalteng) yang berupa studi kelayakan investasi, demonstrasi, basis industri, dan pengembangan kapasitas (15 desa menggunakan biogas dari limbah pertanian, 1 unit biogas untuk pabrik tepung terigu, 1 unit pemanfaatan kotoran manusia).
  • Pemprov Bangka Belitung merencanakan membangun pembangkit listrik berbasis biomassa TKKS. Pasokan bahan baku TKKS dari kebun sawit seluas 80.000 Ha akan menghasilkan 20 MW.
  • PT Ajiubaya memanfaatkan biomassa di Sampit (Kaltim) dengan kapasitas 4-6 MW.
  • PT Boma Bisma Indra memanfaatkan gasifikasi biomassa pada mesin diesel (listrik dan mesin giling) dengan kapasitas 18 kW di beberapa daerah di Kalimantan, Sumatra, dan Sulut.

Ampas Tebu

Penggunaan ampas tebu (bagas): sebagai bahan bakar PLTBm, bioetanol, kompos, pakan ternak, bahan baku industri kertas (tissu), particleboard, fibreboard, silika gel, media tanam (jamur tiram), adsorsi minyak bebas dalam minyak jelantah, arang aktif, dll. Pabrik gula Ngadirejo, Kediri, Jatim, menyisakan ampas tebu yang cukup besar jumlahnya, sebagai BB PLTU Biomassa untuk menghasilkan listrik (8 MW) dan uap untuk kebutuhan pabrik. Tebu segar 6200 ton/hari menghasilkan 30-40% ampas tebu (sekitar 1860-2480 ton/hari). Listrik yang diperlukan di pabrik hanya 4,5 MW maka sisanya (3,5 MW) dijual kepada PLN.

Batok Kelapa

Pemerintah membangun PLT Biomassa berbasis batok kelapa dari Wonosobo atau dari Kalimantan ke Pulau Karimunjawa, Jawa Tengah dengan daya 0,5MW (2015). Hal itu dimaksudkan untuk mengganti PLTD BBM yang saat ini beroperasi sangat mahal (Rp. 3 miliar/tahun). 
PLN Sulut, Sulteng, dan Gorontalo juga memanfaatkan batok kelapa sebagai umpan PLT Biomassa (daya per unit 0,1 MW). Pulau-pulau kecil di sekitar Gorontalo adalah produsen kopra, sehingga limbah seperti batok & serabut kelapa, ranting pohon, cangkang pala, dll cukup melimpah. Oleh karena itu, beberapa unit PLTBm sangat memungkinkan untuk dibangun di sana.

Manfaat batok kelapa lainnya adalah pembuatan arang (sebagai BB misalnya bakar sate, industri kuliner, dll dengan energi 7.340kal. Bila ditambah tapioka dapat dibentuk menjadi briket). Harga arang batok (Maret 2017) USD448/ton tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta (harga Ex-Works), dengan spek: Mati hampa (tidak disiram air); kering: sudah diayak; kemasan PP bag baru; kemasan dijahit dengan mesin (arang batok).

Selanjutnya arang batok kelapa dapat diubah menjadi arang/karbon aktif yang berguna untuk obat anti bisa, anti racun, menurunkan kolesterol, membersihkan sistem pencernaan / detoksifikasi, obat sakit perut, obat inflamasi, obat luka, diare, cegah mabuk setelah minum alkohol, menjernihkan / memurnikan air, percantik kulit (untuk maskara), dll.

Limbah Sagu

Uyung (kulit sagu)

Uyung semula dijadikan arang briket, kini siap dijadikan listrik. Perum Perhutani bekerjasama dengan PT EMI (Energi Manajemen Indonesia) (BUMN) memanfaatkan limbah hasil pengolahan sagu menjadi PLTBm Kais 3 MW (Papua) (Rp.2.450/kWh, setengah dari energi fosil) untuk memenuhi kebutuhan pabrik Perhutani. Sisa listrik dibagikan kepada masyarakat dan SMK di Sorong Selatan. Bila energi listrik dari 1 kg uyung sekitar 0,4kWh (via Gasifier & engine), maka potensi 6.066ton uyung/bulan akan menghasilkan listrik 2.426.400 kWh/bulan. Uyung dapat digunakan sebagai material pembangunan jalan.
 

Pelet Kayu/Limbah Kayu

Kaliandra Merah
Kebutuhan Eropa: 15 juta ton (th 2013), Indonesia baru memenuhi 40 ribu ton th 2009.
Pelet kayu digunakan untuk energi pemanas rumah tangga (musim dingin), energi dapur masak, dan energi pembangkit tenaga listrik khusus pelet kayu dan sebagai campuran BB batubara pada PLTU batubara. Kayu kaliandra (merah) yang banyak pula ditanam di Madura mempunyai nilai kalor yang tinggi (di samping bunganya yang disukai lebah madu), sehingga dijadikan tanaman perintis untuk menghijaukan lahan marjinal / kritis. Harga kayu kaliandra Rp.367ribu per ton atau peletnya Rp.1,4-2,5juta per ton. Bahan bakar PLTU batubara kadangkala dicampur dengan pelet kayu kaliandra merah dengan sistem Co-firing atau co-combustion yang ditambah alat grate stoker. Jarak sumber pelet kayu terhadap PLTBm sebaiknya kurang dari 80km guna mengurangi biaya transportasi.
  • Jepang memanfaatkan dahan & ranting kayu (30% dari pohon tebangan) guna membangun industri ET di Bengkulu sebagai pilot project di Indonesia (bila sukses akan diteruskan ke Kalimantan, Sulawesi, dan Papua).
  •  PLN dan General Electric International Operation Co. bekerjasama membangun 2 unit PLTBm (2x0,5 MW) (dari serpihan kayu/tumbuhan organik) di Bali & P. Sumba (NTT) yang melahap lahan sekitar 100 Ha.
  • PLTBm Morowali 10 MW, Sulteng, dibangun oleh PT PLN (via anak perusahaannya, PT Prima Layanan Nasional) bekerjasama dengan Pemda Morowali senilai Rp.30miliar berbahan bakar kayu kaliandra merah yang banyak tersedia di daerah tsb. Pembangkit tsb ditujukan untuk melistriki industri smelter NPI (Nickel Pig Iron) dan menjamin ketersediaan listrik masyarakat.  COD sekitar 2017/2018.
  • Investor Korsel, hasil kerjasama Korsel-Indonesia yang diteken Indonesia 6/3/2009 di bidang wood pellet energyPT Indoco Group membangun HTI seluas 200 ribu Ha dengan dana Rp.3 triliun guna memanfaatkan "pelet kayu" di Sulbar. Indoco group melalui PT Bara Indoco (68.015 Ha) dan PT Bio Energy Indoco (21.580 Ha) sudah menanam 89.595 Ha (45%). Sebelumnya, ia telah membangun pabrik pelet kayu (berdiameter 6-10 mm dan panjang 10-30 mm, dengan energi setara 4,7 kWh/kg) di Wonosobo, Jateng dengan kapasitas 200 ribu ton/tahun yang menggunakan kayu hutan rakyat dan limbah industri gergaji, limbah tebangan dan limbah industri kayu lain. 
  • Medco Energy via PT Selaras Inti Semesta membangun HTI seluas 169.400 Ha guna memproduksi 200 ribu ton chip/tahun.

 Serbuk Gergaji / Serbuk Kayu + Serut Kayu

Serbuk gergaji dapat dimanfaatkan sebagai
  • Pembuatan pelet kayu, sekaligus sebagai umpan PLTU biomassa dan campuran PLTU Batubara
  • Bahan campuran pembuatan papan partikel. Serbuk gergaji disatukan dengan lem membentuk papan.
  • Diubah menjadi pulp untuk bahan baku kertas.
  • menjadi mulsa (pertanian)
  • Penyerap cairan agar cairan tumpah mudah dibersihkan
  • Bahan bakar briket

Gambut/Tanah Organik/Tanah Rawang/Tanah Danau
 
Gambut itu bahan bakar (tahap awal pembentukan batubara, sebagai pengganti batubara muda), dan kelimpahannya di Indonesia ternyata sangat luas, keempat terbesar di dunia (20,6 juta Ha, 10,8%) setelah Kanada (170 juta Ha), Rusia (150 Ha), dan AS (40 juta Ha). Gambut tersebar di Sumatera (~35%, dataran rendah pantai Timur, terutama di Riau, Sumsel, Jambi, Sumut, dan Lampung), Kalimantan (~30%, Kalteng, Kalbar), Papua (~30%, Papua Barat, Papua, Papua Timur), dan Sulawesi (~3%). Ketebalan gambut di Indonesia diperkirakan rerata 3-5 m di bagian Barat, dan 1-2 m di bagian Timur. Gambut terbentuk, karena curah hujan merata sepanjang tahun dan topografi tak rata, sehingga banyak daerah cekungan dengan genangan air disertai onggokan bahan organik. 

Suasana kurang oksigen membuat tanaman lambat hancur, menyerap karbon, dan membentuk lahan tersusun oleh bahan organik dengan ketebalan hingga 20 meter. 
Kegunaan gambut lainnya adalah untuk menyuburkan rerumputan yang kering di musim kemarau dengan cara cukup menaburkannya di atas rumput. Kemampuan gambut menyerap & menahan air dimanfaatkan untuk menumbuhkan tanaman (tomat, blueberries, bawang merah, nenas, dll) tanpa perawatan. Status lahan gambut (LG) Indonesia (Sumatera, Kalimantan, dan Papua): Hutan (sebagian besar dibalak, 61%); Terbakar (7%); Semak belukar (tidak ada hutan, terganggu, 24%); dan Dibudidayakan/dikelola (5%). Sekitar 23% luasan lahan gambut berada di tangan para pemegang konsesi (sawit, dan kayu) baik digunakan maupun tidak, yang akan terus terdegradasi, dan sulit direstorasi bila para pemegang konsesi tidak bekerjasama.

PLTU Gambut Toppila, 190 MW
Nilai bakar Gambut Kalbar kering 5628,73 kkal/kg dekat dengan nilai bakar batubara muda (~6000 kkal/kg). Komposisi kimia gambut adalah C 56,82%, H2 6,58%, N2 1,65%, O2 30,21%, S 0,17% dan abu 4,57%. Komposisi abu gambut terutama terdiri atas SiO2 31,66 %, Al2O3 18,89%, Fe2O3 11,29%, dan 7,46% MgO. Penambangan dan perataannya menggunakan teknik khusus terutama untuk bahan bakar PLTU dan holtikultura [chek kualitas gambut, penggalian & perataan, pemotongan, 4, 5]. Gambut kering dapat pula dibuat pelet terlebih dahulu (mirip kayu) untuk menaikkan nilai kalornya, atau dicampur dengan biomassa lainya sebelum diumpankan ke dalam PLTU. Gambut dapat digunakan sebagai bahan Bakar (PLTU, briket, keperluan rumah tangga / kompor dengan memperhatikan dampak lingkungan secara hati-hati dan tata-kelola air yang baik). 

Hal itu sebagai langkah awal pemanfaatan LG daripada dibiarkan terus menerus terbakar / dibakar [1, 2, 3, 4, 5] oleh oknum tertentu sepanjang tahun tanpa menghasilkan listrik, sekaligus si pemilik konsesi gambut dapat menjaga arealnya dari pembakaran liar. Gambut dengan tebal 2 m dan luas 7.500 Ha dapat menghasilkan listrik ~120MW selama 20 tahun yang dapat menekan biaya energi listrik hingga 5 sen USD/kWh (2011). Langkah berikutnya (setelah dimanfaatkan untuk PLTU dan abu sisa pembakaran ditebarkan kembali ke tempat semula) LG dapat dihutankan kembali.

Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres No.1/2016 dengan membentuk BRG (Badan Restorasi Gambut) guna merestorasi LG. Indonesia yang berkolaborasi dengan Norwegia (bantu dana US$50juta (bagian dari fase II US$140juta untuk program BRG)

Caranya adalah dengan membuat embung-embung, revegetasi / reforestasi LG dengan aneka tegakan rawa (misalnya pohon bangiran), penimbunan kanal-kanal (sepanjang 4500km) agar air LG tidak mengalir ke Laut Jawa, melindungi areal yang direstorasi dari gangguan, dll. agar kelembaban LG tetap terjaga. Bantuan lainnya: AS US$17juta, dan Yayasan Packard US$15juta. 
Tahun 2017 pemerintah menargetkan restorasi LG seluas 400.000 Ha (Prov. Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Papua), sebagai bagian dari program restorasi LG hingga tahun 2020 (sekitar 2juta Ha).
  • Indonesia dan Finlandia (kontribusi energi dari LG 5-7%) sepakat meningkatkan kerma pengelolaan LG menjadi energi terbarukan
  • PLTU Gambut pertama di Indonesia, PLTU Mempawah (3x67 MW), Kab. Pontianak, Kalbar berbahan bakar gambut akan dibangun oleh PT Sebukit Power (SP) sebagai IPP, investasi US4400juta dengan teknologi Finlandia. PT SP meneken MoU dengan PLN untuk penjualan listrik selama 30 tahun, 4,774 sen US$/kWh. PLTU yang direncanakan dibangun di atas lahan 19.350 Ha, 2000 Ha digunakan untuk konservasi. Akan tetapi, status PLTU saat ini tidak jelas (tampaknya proyek tsb terhenti, adanya aturan bahwa gambut adalah hutan lindung yang tidak boleh ditambang).
  • Gambut tetangga sudah dijadikan BB PLTU di negaranya masing-masing. PLTU Toppila adalah PLTU gambut terbesar di dunia yang terletak di Oulu, Finlandia dengan kapasitas 190 MW (2 unit, 77 MW dan 113 MW). Sementara PLTU Myllykoski berBB campuran (gambut dan biomassa). 
  • PLTU gambut terbesar di Afrika dan sedang dibangun adalah PLTU Hakan (80 MW / 120 MW)  Mumba, Ruwanda dan akan beroperasi sekitar tahun 2017, dengan menambang bahan bakar 44-70 ton gambut/jam pada lahan 800Ha.
  • Gambut yang melimpah juga digunakan sebagai bahan bakar PLTU di Rusia, Belarus, Ukraina, dan negara-negara di Baltik dengan menggunakan Peat Combustion Technology yang dicampur dengan BB biomassa lainnya. Contoh PLTU Rusia adalah Shatura Power station yang menggunakan BB gas alam 78%, gambut 11,5%, minyak bakar 6,8%, batubara 3,7%). Semula, PLTU (shatura-1, 2x210MW), sejak 1925, menggunakan gambut 40%, lalu diturunkan hingga 1% pada tahun 1980. Kemudian, BB umpan untuk 4 PLTU didiversifikasi ke multi BB (Shatura-2, 3, & 4 bukan gambut).
Nanas Raksasa lahan gambut
Bila LG tidak dimanfaatkan sebagai Bahan Bakar, maka LG dapat dimanfaatkan untuk menanam pepohonan, misalnya budidaya sagu, kelapa, bawang merah, pinang, buah naga, karet, nenas, gaharu, timun, padi, sayuran, terong, pare, cabai, bunga kol, palawija, wortel, dll. guna menghindari ancaman kebakaran dengan teknik 1) pengelolaan tata-air, 2) pemberian abu layang sawit, dan 3) Restorasi ekosistem, yang dilakukan dengan bantuan skema emisi karbon. 

Bawang merah di LG Pontianak
Akan tetapi, LG tidak dapat langsung ditanami jenis tanaman hortikultura itu (sayur & buah-buahan yang umumnya menghendaki pH 6-7 dan adanya hara N, P, dan K yang cukup), karena pH tanah gambut yang rendah. Oleh karena itu, pH tanah gambut perlu dinaikkan. Sementara, limbah PLTU chip dan cangkang sawit (abu layang sawit) dapat menaikkan pH gambut. Rerata pH gambut awal 4,35 sedangkan pH abu layang sawit 10,44. Sepuluh ton abu layang sawit per Ha dapat menaikkan pH lahan gambut menjadi 6,36 setelah 2 bulan penambahan. Abu layang sawit mengandung kation-kation yang diperlukan tanaman seperti Ca, Mg, Zn, P, dan K serta tidak mengandung logam-logam berat berbahaya bagi tanah dan tanaman.
  • BRG bersama CIRAD meneliti potensi pemanfaatan energi biomassa di LG dan Lahan Mineral di Kab Ogan Komering Ilir (OKI) dengan menanam tanaman Ramin, Jelutung Rawa, Punak, Perupuk, Meranti, dll. Hasil litbang cukup baik dengan kelembaban meningkat. Sukses itu akan ditularkan ke proyek percontohan di Muba (Musi Banyuasin). LG di Sumsel sekitar 1,4 jua Ha.
  • Di samping itu, BRG (Agustus 2018) menyiapkan peternakan sapi (sapi Bali) di atas LG (2 Ha) di Ds. Tanjung Taruna, Kab. Pulang Pisau, Kalteng, guna mengatasi masalah impor daging sapi. Ada 10 sapi jantan (Penggemukan), 40 sapi betina (IB), dan 2 sapi jantan (pembuahan alami). Rumput gajah, peking, jagung, dan sorgum sebagai pakan utama. Kotorannya dijadikan biogas.Kegiatan ini hasil kerma IPB, Hokkaido Univ (Jepang), dan Pemkab Pulang Pisau.
  • Apabila LG hendak ditanami Sawit (sudah ada 1juta Ha LG ditanami sawit), tirulah teknik tanam versi Woodman Group (Malaysia), yaitu LG harus dipadatkan / kompaksi menggunakan gerakan ekskavator 5-6 kali (pohon/batang yang ada dicabut) sedalam 60cm, kemudian setelah 1 tahun baru ditanami, dipadatkan lagi tahun ke-1 dan ke-2 pasca penanaman (total minim = 3kali), sehingga pupuk dan air tertahan di akar sawit di lahan berpori rapat, dan tidak ada ruang bagi api untuk merambat. Produksi dapat naik ~2 kali menjadi 25 bahkan 40 ton/Ha/th (bila tidak dipadatkan, rongga tanah masih lebar, pupuk mudah larut, tanah LG mudah dimasuki api dan terbakar, dan hanya menghasilkan 15 ton/Ha). Bila ada banyak kayu (virgin peat) pemadatan harus lebih intensif. Untuk LG 400.000Ha perlu 300 ekskavator. 
  • Pelatihan teknologi hidrologi dan pengelolaan LG kepada para petani (Ds. Arang-arang, Parit, Tangkit, Jambi), stakeholder, dll dari PT. Bakrie Sumatra Plantation Tbk telah dilakukan.  
  • Cara lain untuk menyuburkan LG adalah pemberian mikroba tanah yang tepat, agar pH dan nutrisi tanah menaik. Mintalah nasehat dari peneliti ahli mikroba tanah, agar LG subur kembali hanya dalam waktu 3 tahun. 
  • Pengalaman menunjukkan bahwa LG yang ditanami nanas dan lidah buaya (struktur daun yang keras dan berair) dengan jarak rapat ternyata relatif tidak ikut terbakar. 
  • LG di Ds. Riding, Kec Pangkalan Lampam, Kab. Ogan Komering Ilir (OKI) berhasil ditanami padi (382 Ha) oleh PT BMH dengan target 2.000 Ha. Jauh sebelumnya (th 1949), Ds. Rawa Lakbok, Ciamis, Jabar (sekitar 3000Ha) juga pernah menjadi LG yang telah berhasil ditanami padi.
  • Jagung hibrida di LG Ds. Sungai Bulan, Singkawang sukses dibudidaya oleh kelompok tani "Tani Mukti" hingga mencapai 3,6 ton/Ha.
  • Ahmad (asal Bima, NTB) sukses menghijaukan LG dengan tanaman jagung selain kangkung, cabai, timun, tomat, kacang panjang, dan tanaman utama (labu air, paredan gambas). Fajar Haryadi (pok-tani Bina Bersama) juga berhasil menanam jagung di sela-sela kebun sawit (TBM, Tanamas Belum menghasilkan) di LG, Kotawaringin Barat, Kalteng. TBM sawit di Riau pun diusahakan untuk ditanami jagung.

Limbah Jagung (+sekam padi)

Tahun 2013, produksi jagung 18.506.287 ton yang berasal dari luas lahan sekitar 3.820.161 Ha, dan tongkol/bonggol yang diperoleh sekitar 5.551.886 ton [Satu ton jagung menghasilkan 700kg biji jagung dan 300kg (30%) tongkol jagung]. Selulosa tongkol jagung sekitar 40%, hemiselulosa 36%, lignin 16%, dan lain-lain 8%, yang cocok untuk dibuat plastik biodegradable (selulosa asetat) yang ditambah zat kitosan (sebagai anti bakteri).
  • PLTBm tongkol jagung Pulubala (1x0,5MW) Ds. Pongaila, Kec. Pakubala, Kab. Gorontalo beroperasi Juli 2014 dan masuk grid PLN hanya pada beban puncak saja. Tongkol jagung dibeli dari masyarakat Rp.10.000/30kg (karung). Kebutuhan tongkol jagung sekitar 4-6 ton (untuk pengoperasian sekitar 4-6 jam).
  • Provinsi Gorontalo mengembangkan PLTBm (Biomassa) limbah jagung dan sekam padi bekerjasama dengan LIG Ensulting Co Ltd (Korea Selatan) dengan kapasitas 12 MW. Tahun 2013, areal jagung seluas 140,423 Ha menghasilkan produksi 669.093 ton dan limbah berupa tongkol (200.000 ton), batang, dan daun sebanyak 2,5 juta ton. Sementara, padi seluas 44.829 Ha menghasilkan limbah sekam padi 67.000 ton. PLTBm tersebut membutuhkan limbah jagung dan sekam padi 350 ton/hari. 

Jerami+sekam padi

Per 1 Ha sawah menghasilkan kira-kira 5 ton jerami dan 1 ton sekam. Artinya, 1 MW listrik dihasilkan dari 1500 Ha sawah. Sementara, luas lahan padi Indonesia sekitar 12,87 juta Ha (th 2010) yang berarti energi listrik setidaknya 8.600 MW dapat dipetik dari jerami+sekam padi, bila panen dilaksanakan setahun sekali (panen umumnya dilaksanakan dua kali setahun).
  • PT Xoma Power Nusantara menggandeng pengembang listrik swasta dari Rusia (JSC PromSvyaz Automatika) dan Babcock and Brown (Australia, penyandang dana sekitar Rp.220 miliar) akan membangun PLTBm dari jerami+sekam berkapasitas 10-22 MW (tergantung ketersediaan Jerami+sekam) di Serdang Bedagai (Sergai), Sumut. Kalori jerami+sekam sekitar 3.180 kalori/kg sedangkan batu bara sekitar 5.000-6.000 kalori/kg. Listrik sebesar 10 MW memerlukan 80.000 ton jerami+sekam.
  • PT Bioguna Sustainable Power membangun PLTBm 6 MW berbahan bakar sekam padi di Gerbang Kawasan Industri Makassar, Sulsel dengan dana sekitar US$20-23juta.
  • HIVOS + kemenESDM + masyarakat sekitar Ds Rakawatu, Kec. Lewat Tidar, Sumba Timur, NTT mengubah sekam padi menjadi listrik. Proses Gasifikasi (pyrolisis, combustion, dan gasifikasi) via reaktor terjadi pada suhu ~1000oC, lalu campuran gas (CO, CO2, CH4, H2, H2O) menuju mesin diesel yang dapat menggerakkan turbin, sehingga menghasilkan listrik 50kW.

Gas TPA (Gas Metan dari Sampah Organik)
GALFAD
Sampah diolah dengan 5 cara: 1) Ball Press, sampah dipres, padatan dibungkus plastik, untuk dijadikan penahan erosi, air yang keluar dijadikan pupuk; 2) Incinerator skala besar, 900-1800 ton dibakar; 3) GALFAD (Gasification, Landfill, an Aerobic Digestion), gas metan yang timbul di TPA dimanfaatkan untuk menjadi energi listrik. 1 MW setara dengan 30-50 ton sampah; 4) Bio Pupuk: sampah terpilih dihancurkan dengan tekanan hingga menjadi bubur, lalu diberi mikroba dalam bak cerna tanpa oksigen; 5) Sampah jadi Energi (WtE): sampah digunakan sebagai bahan baku PLTSa. Sampah 1500-1800 ton/hari akan menghasilkan listrik 30-36 MW.


PLTSa (Sampah jadi Energi, WtE)

PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) adalah pembangkit listrik mengunakan bahan bakar sampah kota yng berlokasi di TPA milik Pemda. Pemerintah mendorong pemanfaatan energi dari sampah kota menggunakan teknologi: 1) Thermal Treatment (Grate, Fluidized Bed, Direct Melting, Gassification, dan Plasma gasification; dan 2) Non-thermal Treatment (Wet AD dan Dry AD). Perpres No.35/2018 menjelaskan PLN seharusnya mendukung PLTSa di 12 kota, yaitu Palembang, Tangerang, Tangerang Selatan, DKI Jakarta, Bandung, Bekasi, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Manado, dan Bali. Pemerintah menugaskan PLN untuk membangun PLTSa di TPA Suwung (Sarbagita) Bali, sedangkan proses pengadaan PLTSa untuk 11 kota lainnya akan dilakukan oleh Pemda via pelelangan atau penunjukan langsung kepada Badan Usaha. Untuk kota di luar 12 kota tersebut, transaksi jual listrik menggunakan Permen ESDM No.50/2017 via BOO.
 

Rencana PLTSa (2019-2028): Tersebar: NAD (10MW); Sumut (13MW); Jawa-Bali (88MW); Riau (10MW); Sumbar (10MW); Jambi (10MW); Bengkulu (10MW); Lampung (15MW);

Sumsel 
  • Konstruksi PLTSa (IPP, MW): Sukawinatan (EBTKE)/Palembang (0,5/2019)
  • Rencana PLTSa (IPP, MW): Sumsel Tersebar (25/2022).
  • Potensi PLTSa (MW): Palembang (25).
DKI Jakarta 
  • Rencana PLTSa / EBT Lainnya: Kuota Tersebar (IPP, 85MW, 2022); 
Banten 
  • Rencana PLTSa (IPP, MW): Tersebar (2x20/2022); 
  • Potensi PLTSa (MW): Tangerang (20); Tangerang Selatan (20).
Jabar 
  • Konstruksi PLTSa (IPP, MW): Sumur batu (1,5/2019)
  • Rencana PLTSa (IPP, MW): Kuota Tersebar (29/2022); 
  • Potensi PLTSa (MW): Purwakarta (10); Bekasi (5-10MW); Bogor (5-10MW); Cirebon (5-10MW); Cianjur (5-10MW);
Jateng 
  • Rencana PLTSa (IPP, MW): Kuota Tersebar (5/2020, 20/2022)
  • Potensi PLTSa (MW): Semarang (10); Surakarta (15); Pekalongan (10).
Jatim 
  • Pengadaan: PLTSa Tersebar (Unallocated, 10MW, 2022); 
  • Potensi: PLTSa Jatim (10MW).
Bali 
  • Rencana PLTSa (Unallocated, MW): Kuota Tersebar (15/2022).
  • Potensi PLTSa (MW): Suwung Bali (15).
Sulut
  • Rencana PLTSa (IPP, MW): Sulbagut (kuota) Tersebar (10/2022).
  • Potensi PLTSa (MW): Manado (20).
Sulsel
  • Rencana PLTSa (IPP, MW): Sulbagsel (kuota) Tersebar (10/2025).
  • Potensi: PLTSa Makassar (20).
Papua (1MW); NTB (2MW); NTT (1MW), 2019.
Kalbar: Potensi PLTSa (MW): Siantan (10, Siantan/Pontianak). 
WtE via gasifikasi plasma dan 2 turbin.

Sampah (ton/hari) di kota-kota besar Indonesia amat besar jumlahnya (>175.000 ton/hari). Jakarta menghasilkan (ton/hari) sampah 8000, Bandung 1.100, Denpasar 2.000, Surabaya 1.800, Medan 1.700, Makassar 870, Palembang 750, Yogyakarta 300, dan Semarang 700. Sebagian besar sampah itu masuk ke TPA (sebagian kecil diolah via teknologi landfill untuk mendapatkan biogas). Idealnya, sampah organik dan lainnya (kertas, plastik, karet, kulit, kayu/pelet kayu) dikonversi menjadi gas sintetik via proses pirolisis / termolisis, sedangkan besi, aluminium, gelas, pasir, dll. didaur-ulang / dijual. Sampah tanpa pemilahan (tetap dalam bentuk campuran) menjadi gas sintetik dikonversi menggunakan teknologi via autoclaving dilanjutkan dengan gasifikasi, atau langsung menggunakan teknologi gasifikasi plasma. Setiap 500 ton/hari sampah (via biogas) yang diolah setara dengan daya listrik 6 MW. Sementara, 1000 ton/hari sampah Indonesia dengan teknologi autoclaving diikuti gasifikasi atau langsung via gasifikasi (gasifkasi plasma) akan menghasilkan listrik lebih besar, yaitu sekitar 50 MW yang dihasilkan oleh 2 turbin, yaitu turbin gas (via syngas) dan turbin uap (via boiler yang dipanasi gas buang).
  • Pemkot Tangerang meneken kerjasama dengan PLN dalam penyediaan BB jumputan padat (dari sampah) untuk co-firing PLTU pada anak usaha PT IP (Indonesia Power).
  • Beberapa perusahaan asing dan dalam negeri (misalnya PT STI) sedang menjajagi untuk mengkonversi awal sampah menjadi listrik di Indonesia, misalnya menggunakan teknologi autoclaving (Estech USA LLC, P ~6bar, T ~160 oC, Green Power, Inc., Bioelektra Group SA (Poland, Warzawa)), hidrotermal (presto, P ~2,5MPa; T ~220 oC, mengubah sampah menjadi flocks atau batubara muda), dan 
    proses termal dan konversi (termasuk gasifikasi & gasifikasi plasma (Plazarium, dll). Sampah tanpa sortir seperti kertas, karet, plastik, tekstil dan sepatu, limbah rumah sakit, limbah pertanian, perkebunan, limbah TPA, limbah kilang minyak & industri kimia, limbah kemasan / tetrapack semuanya dapat diubah menjadi flocks, syngas, atau bahan bakar (Fortan) dan akhirnya menjadi listrik. Semua teknologi itu siap melahap limbah plastik (Indonesia membuang plastik ~187,3juta ton, sementara baru ~9 juta ton per tahun dapat dikonversi menjadi listrik). Nilai panas plastik cukup tinggi sekitar 22-41,8MJ/kg (lebih tinggi dari batubara bituminus ~26MJ/kg). Informasi penggunaan teknologi itu belum terlihat digunakan secara komersial menjadi listrik di Indonesia, kecuali penggunaan biogas menjadi listrik di beberapa fasilitas landfill.
Mesin PLTSa Bantar Gebang
  • Dianggap wanprestasi, Juli 2016, kontrak PT GTJ (Gondang Tua Jaya), PT NOEI (Navigat Organic Energy Indonesia) dan Pemprov DKI Jkt dihentikan. Sejak itu, TPS Bantar Gebang diswakelola oleh Pemprov DKI Jkt dengan merekrut mantan karyawan GTJ dan NOEI (~381 orang) menjadi pekerja harian lepas (PHL) Pemprov DKI Jkt. Meskipun begitu, Oktober 2017, PT NOEI masih diberi kesempatan mengelola gas metan menjadi tenaga listrik (hasil penjualan listriknya diberikan kepada NOEI sebagai biaya rutin untuk perawatan, perbaikan, dan perusahaan) yang Power house-nya berada di Kel. Ciketing.
  •  Sebelumnya PLTSa di Bantar Gebang dikelola oleh PT NOEI memproduksi listrik 10 MW dengan teknologi GALFAD dan kapasitas itu akan terus dinaikkan hingga 100 MW (2023) guna memanfaatkan sekitar 7.000 ton sampah/hari dari Jakarta, & 1.000 ton/hari dari Bekasi. Pertamina dulu (lalu batal) bekerjasama dengan PT GTJ dan Solena Fuels terlibat dalam pemanfaatan sampah Bantar Gebang tersebut dengan menyuntikkan dana sekitar US$300juta guna membangun PLTsa lebih besar, 138 MW, (terbesar di dunia). Pabrik kompos dari sampah organik  dari pasar tradisional telah dibangun oleh PT GTJ dan PT Mitra Patriot (Perusda Bekasi) dan saat ini diswakelola oleh Pemprov DKI dengan kapasitas 40 ton/hari (2017), dan akan terus ditingkatkan di masa depan. Sementara, pabrik daur-uang sampah plastik menghasilkan 5-7 ton bijih plastik/hari.
  • Pem. Swedia bekerjasama dengan  pemkot. Palu, Palangkaraya, dan Sleman membangun proyek pilot penyediaan listrik dari biogas yang berasal dari sampah. 
  • PLTSa Batam 10 MW, Kep Riau, direncanakan dibangun oleh Pemkot Batam + Bright PLN Batam guna memanfaatkan 1000 ton sampah/hari. 
  • PT Gikoko Kogyo Indonesia mengembangkan PLT gas metan dari TPA di Makassar, Bekasi (Sumur Batu 0,2-0,5MW), Pontianak, dan Palembang (TPA Sukawinatan)
  • PLT Sampah (Biometha green) menjadi pilot project di perumahan Griya Taman Lestari, Sumedang. 
  • Workshop Pelatihan / training pengelolaan sampah menjadi biogas dilakukan di Kel.Cipadung, Kec.Cibiru, Jabar.
  • Teknologi CGC (Clean, Green, Conversion) yang ditemukan oleh Nur Firdaus (pemilik Paten teknologi konversi sampah CGC Sapu Jagad) dari kelompok LRMI (Lembaga Riset Muda Indonesia) dapat pula dijadikan pilihan pemanfaatan sampah menjadi listrik sekaligus menghasilkan BBM. Teknologi itu telah diterapkan pula di TPA Rawa Kucing, Tangerang (April 2014). Kapasitas PLTSa sekitar 30-100 ton sampah/hari. Sampah basah dan kering, organik dan anorganik dapat dibakar langsung tanpa BBM atau energi listrik untuk mengoperasikannya yang prosesnya meniru magma dalam bumi (800 oC). Sekitar 20 ton sampah dapat menghasilkan listrik 250kW dan 2.000 liter BBM. Biaya alat sekitar Rp.7miliar.

BIOGAS (GAS METAN)
Contoh Instalasi Biogas
Biogas dapat menjadi solusi alternatif untuk kompor, penerangan dan energi listrik (bioelektrik) dari genset biogas. Sumber penghasil biogas di pedesaan dan di lingkungan pesantren adalah kotoran ternak (sapi, kerbau kuda, babi) / tinja santri, sampah, buah busuk, ampas tahu, limbah pertanian (sawit, padat/cair, dll), eceng gondok, rumput laut, limbah cair pabrik tapioka, dll. UGM telah mengembangkan teknologi purifikasi biogas (dari gas impuritas seperti CO2, H2S, uap air, dll. menggunakan resin / tukar ion) dan menyimpan biogas dalam tabung agar dapat digunakan pada mesin-mesin/genset. Contoh teknologi pembuatan biogas dijelaskan (Badan Litbang Petanian); LIPI (P2-Telimek) (limbah kotoran sapi khusus pedesaan, Instalasi biogas di Ds.Girimekar, Kec.Cilengkrang, Bandung).

PLTBg/PLTBio yang sedang dan akan dibangun di beberapa lokasi di Indonesia adalah:

Aceh
  • PPA PLTBg (IPP, MW): Aceh Tamiang (3/2022).
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Sinabang/Simeuleu, (kuota) Tersebar (3/2023); Sumatera (kuota) Tersebar (3/2025).  
Sumut
  • PPA PLTBg (IPP, 2020, MW); Kwala Sawit (1); Pagar Merbau (1).
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Sumatera (kuota) Tersebar (50/2022, 82,6/2024, 5/2026); (kuota) Kepulauan Sumut (9,8/2023)
  • Potensi PLTBg (MW): Pasir Mandoge (2,2); Huta Bayu (1,7); Langkat (1,7); Padang Lawas (1,4); Sei Suka (2); Mandailing Natal (2).
Riau
  • PPA PLTBg (IPP, 2019, MW): Ujung Batu (3). 
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Sumatera (kuota) Tersebar (50/2022, 87,6/2024, 5/2026);
  • Potensi PLTBg (MW): Pelalawan-1 (1);  Pelalawan 1,2,3,4,5 (1,2+1,3+2+1+8,3); Rokan Hulu-1,2,4 (1+3+3); Rokan Hilir (1); Bengkalis-1 (1); Indragiri Hilir-2 (5);Siak-3 (1); Tersebar (23,3).
Bangka-Belitung
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Bangka (kuota) Tersebar (4/2020; 4/2025); Belitung (kuota) Tersebar (2/2020, 3/2024).
  • Potensi PLTBg (MW): Bangka Tengah (2); Bangka Barat (6); Belitung (5).
Jambi
  • Konstruksi PLTBg (IPP, MW): Karang Anyer (EBTKE) (1/2020); PLTBio Sumatera (kuota) Tersebar (50/2022, 87,6/2024, 5/2026).
  • Potensi PLTBg (MW): Sungai Gelam (2); Pelawan Sarolangun (1,3); Muaro Jambi (2,2).
Sumbar
  •  Rencana PLTBio (IPP, MW):Sumatera (kuota) Tersebar (50/2022, 87,6/2024, 5/2026).
Sumsel: Potensi PLTBg (MW): Muara Enim (2); Simapang Sender (3).

Bengkulu
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Sumatera (kuota) Tersebar (50/2022, 87,6/2024, 5/2026).
  • Potensi PLTBg (MW): Lubuk Banyau (2,5).
Lampung
  • Konstruksi PLTBg (IPP, MW): Terbangi Ilir (2,5/2020).
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Sumatera (kuota) Tersebar (50/2022, 87,6/2024, 5/2026).
Jabar: Rencana PLTBg (IPP, MW): Cianjur (5/2023).

Kalbar
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Meliau (kuota) tersebar (2/2020); Ketapang (kuota) Tersebar (10/2020, 5/2021), Khatulistiwa (kuota) Tersebar (5/2020); Nangah Pinoh (kuota) Tersebar (10/2021); Putussibau (kuota) Tersebar (10/2021); Sanggau (kuota) Tersebar (1,2/2021); Sekadau (kuota) Tersebar (10/2021); Sintang (kuota) Tersebar (10/2021); Balai Karangan (kuota) Tersebar (6/2021).
  • Potensi PLTBg (MW): Meliau (Kab. Sanggau) (2); Landak (Kab. Landak) (2).
Kalsel
  • Konstruksi PLTBg (IPP, MW): Sukadamai (2,4/2019); PLTBio Mantuil (kuota) Tersebar (10/2020).
  • Potensi PLTBg (MW): Tanah Laut (1).
Kalteng
  • Potensi PLTBg (MW): Kotawaringin Barat (8); Bukit Makmur, Lamandau (1); Sukamara (2); Tamiyang Layang (3).
Kaltim
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Penajam Paser (kuota) Tersebar (10/2020); Berau (kuota) Tersebar (3/2020); Paser (1MW, Grogot).
  • Potensi PLTBg (MW): Berau (3); Paser, Grogot (1).
Kaltara: Rencana PLTBio (IPP, MW): Malinau (kuota) Tersebar (10/2020).

Sulteng: Rencana PLTBio (IPP, MW): Sulbagsel (kuota) Tersebar (10/2023).

Maluku
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Wai Tala Seram (kuota) Tersebar (6/2022); Langgur 2 (10/2024); Dobo 2 (10/2027); Namlea 2 (10/2028); Saumlaki 2 (10/2028).
Maluku Utara
  • Rencana PLTBio (IPP, MW): Bacan (kuota) Tersebar (4/2022); Halmahera (10/2022); Bacan 2 (10/2028); Sanana 2 (5/2028).

Limbah ternak/manusia

Peluang pengembangan biogas Indonesia sangat menjanjikan. Th 2014, Indonesia memiliki 15,19 juta sapi ternak dan perah; 36,2 juta kambing/domba/kerbau; 0,455juta kuda; 7,87juta babi; 1.590,07juta ayam (buras + ras petelur + ras pedaging); 52,78juta itik;  dan 252 juta penduduk Indonesia penghasil biogas yang amat besar. Seekor sapi dewasa menghasilkan sekitar 10-20 kg kotoran/hari (tergantung jenis sapi). Setiap 20 ekor sapi menghasilkan 20 m3 biogas/hari yang setara dengan energi listrik 12 kWh yang cocok untuk 6 rumah selama 10 jam dengan daya 100-200 Watt/rumah. [1kg kotoran sapi menghasilkan 0,0125m3 biogas; 1m3 biogas = 0,65m3CH4; 100kg CH3OH butuh 56,5kgCH4]. Proses pembuatan biogas dari kotoran ternak (+tinja) dijelaskan. Biogas akan keluar mendorong slurry dan gas disimpan, sedangkan slurry ditampung untuk dijadikan pupuk organik.
Potensi: 1 juta unit (bak cerna = digester).
  • Tiga ratus unit bak cerna yang memanfaatkan kotoran sapi dibangun di DME Haurngombong, kec. Pamulihan, Kab. Sumedang, Prov. Jabar. Energi biogas baru dimanfaatkan 40% yang membangkitkan 130 instalasi, sedangkan satu instalasi melayani 3-4 KK. SDAEM Sleman, DIY memanfaatkan kotoran sapi di 7 desa.
  • Koperasi SAE Pujon di Kab. Malang (th 2017, beranggotakan 8000 orang peternak sapi dengan produksi susu sapi rerata 80ton/hari atau 6,7% dari total susu sapi Jatim 1200ton/hari)  yang bermitra dengan HIVOS (LSM Belanda) hingga Feb 2013, sekitar 2609 reaktor biogas Rumah Tangga (BIRU) sudah terbangun di Malang, dan 5100 reaktor biogas di Jatim, sementara target nasional sekitar 8300 unit. HIVOS juga telah membangun bak-cerna di P. Sumba (2013) sebagai program biogas dari kotoran ternak. Pemerintah dan HIVOS juga membidik NTB, Bali (Gianyar, Bangli, Buleleng, Tabanan, Badung, Klungkung), Sulsel, Jabar, Jateng, Jatim, dan DIY untuk mencapai target itu.
  • Program Biru (IDBP, Indonesia Domestic Biogas Programme) berkontribusi dalam memperbaiki akses ke energi terbarukan, meningkatkan kualitas kesehatan keluarga, dan penghematan subsidi pemerintah pada minyak tanah. Sekitar 25.000 unit bak-cerna di 16 provinsi akan dikembangkan hingga th 2018. Tgl 3 Okt 2016 sudah dibangun sekitar 18.476 bak-cerna.
  • Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, provinsi DIY, memanfaatkan biogas dari limbah ternak dan limbah pabrik tahu dengan membangun bak cerna 136 unit yang dikembangkan sejak tahun 2008. Penduduk Kulon Progo juga telah membangun 200 unit yang tersebar di Kab. Kulon Progo. Daerah yang dikenai Pilot Project adalah Lendah, Temon, Wates, Pengawasih, dan Galur. Tahun 2011 pemerintah memberikan dana Rp.388juta untuk membangun 21 unit bak cerna bagi keluarga miskin yang memiliki sapi dan kerbau. Setiap unit memerlukan dana Rp.18juta untuk 3 KK yang membutuhkan kotoran 3-4 ekor sapi. Daerah lain di Kulon Progo yang juga mengembangkan biogas hingga mencapai 160 unit adalah desa Pendoworejo, dan Girimulyo.
  •  Kotoran ternak sapi diubah menjadi biogas: Karang Bangi Kulon, Ds. Ngeposari, Gunung Kidul, DIY.

Buah Busuk

Banyak sekali buah dan sayur mayur busuk di pasar tradisional Indonesia yang juga berpotensi untuk dijadikan biogas dan menghasilkan listrik. Buah-buahan yang kurang cocok untuk bak cerna adalah jeruk (kandungan limonen-nya bersifat antibakteri, sehingga produk gas metan berkurang). Selama ini buah yang cocok: pepaya, semangka, melon, pisang, dan apel. Buah-buahan lainnya yang mengandung benda keras (biji & kulit, seperti salak dan durian) dicacah dan dihaluskan, kemudian diproses dengan bakteri khusus. Biji salak dapat pula dijadikan briket atau bahan minuman (kopi salak).
  • UGM bekerjasama dengan pemerintah Swedia mengembangkan teknologi pengelolaan limbah buah busuk menjadi pembangkit listrik biogas di pasar buah Gemah Ripah Gamping, Sleman, DIY (menghasilkan 10 ton buah busuk/hari, dan hanya 4 ton/hari yang dimanfaatkan menjadi sumber listrik).  Sekitar 4 ton buah busuk/hari (terutama semangka & melon) difermentasi dalam 2 bak cerna (digester) (D = 8 m dan t = 8 m) (anaerob) sehingga menghasilkan gas metan yang menuju generator penghasil listrik sekitar 548 kWh/hari untuk 500 KK (termasuk penerangan jalan dan pasar Gemah Ripah) dengan dana 1,6 milyar.
  • Pemkot Balikpapan (Kerma dengan UGM) membangun PLT Biogas di sekitar pasar-pasar tradisional Balikpapan guna memanfaatkan limbah sayuran dan buah-buahan (sekitar 310 ton/hari) sekaligus memenuhi kebutuhan listrik di pasar selain sebagai kompos. Pilot project dilakukan di Pasar Pandansari (studi kelayakan oleh tim UGM selesai th 2012). Satu PLT Biogas menelan biaya Rp.(0,8-1)miliar termasuk transmisi dan instalasi pada lapak pedagang di pasar. Keberhasilan PLT Biogas di Pandansari ditularkan ke pasar Klandasan dan Pasar Induk.

Limbah Cair & Ampas Tahu

Di Indonesia terdapat 84.000 industri tahu yang menghasilkan limbah cair 20 juta m3/tahun. PTL BPPT (Pusat Teknologi Lingkungan BPPT) membantu mengolah limbah tsb menggunakan Fixed Bed Reactor di desa Kalisari dan Cikembulan, Kab. Banyumas dengan dana Kemenristek. Satu m3 limbah cair tahu menghasilkan 6.500 liter biogas. Sementara, biogas juga dapat diperoleh pula dari ampas tahu. Sekitar 2,4 liter larutan ampas tahu dapat menghasilkan 382 liter biogas (via bak-cerna). Contoh: air limbah tahu (Ds. Kalisari, Banyumas, Jateng; Ds. Pekalongan, Jateng; Tarakan, Kalimantan) diproses (digester, anaerob) menjadi biogas. Contoh: ampas tahu + Kotoran sapi diubah manjadi biogas: Kanoman, Boyolali, Jateng.

Repu (Ampas Sagu) 

Sekitar 2 juta ton ton Repu (ampas sagu setelah diambil patinya) per tahun di Kab. Kep. Meranti, Prov.Riau (penghasil sagu terbesar di Indonesia) dapat diubah menjadi pakan ternak (mengandung 2,3-3,36% protein dan sisa pati 53%) untuk 12 ribu ekor sapi (atau itik, ayam, dan babi) atau sebagai BB biogas yang berasal dari 60 industri pengolahan sagu. Bila repu itu dibiarkan saja akan menghasilkan bau busuk dan merusak lingkungan, dan biota di sungai dan di laut, karena 47 unit pabrik pengolahan sagu tsb berada di bibir sungai, bahkan sebagian besar diduga belum memiliki Rencana Pengolahan Limbah (RPL). Repu dapat mengganti konsumsi jagung dan dedak padi yang harganya cukup tinggi. Bila repu difermentasi, maka kadar protein meningkat menjadi 14%, dan bila ditambah temu lawak akan menjadi penambah nafsu makan ayam broiler (30% repu, 40% jagung, 10% dedak, dan 20% ikan rucah). Repu juga berguna sebagai media tanam jamur tiram (pengganti serbuk gergaji). Repu kering ditambah larutan gula aren / kelapa dan garam halus dapat dijadikan pakan sapi. Satu tual sagu (batang sagu berukuran 1 m) ~70kg, mengandung pati 30-33kg, kulit batang (uyung 15kg), dan sisanya 25kg repu (ampas sagu) basah; artinya satu tual sagu setara 25kg repu basah. Contoh: Cirebon saja perlu kuota sagu ~1.440.000 tual/bulan yang menghasilkan 36ribu ton repu/bulan atau 432ribu ton/tahun,  PT NSP memproduksi tepung 900 ton/bulan yang berarti menghasilkan repu basah 900x 25/30 = 750 ton/bulan, atau 9.000 ribu ton/th. 
Repu, daun sagu, dan ekstrak rumen sapi dicampur dalam fermentor untuk menghasilkan biogas.

 Limbah Cair Sawit (Limbah CPO) POME (= Palm Oil Mill Effluent)

POME keluar dari pabrik dalam keadaan panas, 60-80 oC, pH asam 3,3-4,6, berisi padatan, minyak, lemak, kadar COD dan BOD yang tinggi. Ada 4 model kolam pengolahan POME, 1) kolam lemak (Fait Pit); 2) kolam pendingin (Cooling Pond); 3) kolam anaerobik (Anaerobic Pond); 4) kolam terbuka (kurang ramah lingkungan). Sisa limbah cair mengandung kadar N dan P tinggi yang dapat digunakan sebagai pupuk.

Indonesia memiliki sekitar 800 pabrik sawit yang berpotensi memiliki setidaknya 800 PLTBg (biogas), dan bila diasumsikan hanya 1MW listrik per PLTBg dapat ditapis dari POME, maka di Indonesia akan hadir PLTBg 800x1MW. Sementara, survei dari MCA-Indonesia, listrik POME yang berasal dari 600-650 pabrik sawit sekitar 1-1,3GW.

Prov. Riau memiliki kebun sawit 2,2juta Ha (2013) (Indonesia 9,2juta), yang mengolah 36juta ton TBS/th, sehingga mampu memproduksi minyak sawit ~7,2juta ton dan limbah cair (POME) 18 juta m3 yang berpotensi menghasilkan listrik 135MW dari PLTBg.


Proyek percontohan PLTBg (Biogas) Rokan Hulu 1 MW (untuk ~1050 KK) dari POME (berasal dari pabrik sawit 45 tonTBS per jam) kali pertama dibangun oleh PT ARP (Arya Rama Prakarsa) dengan biaya APBN Rp.28miliar dan dana APBD di desa Rantau Sakti, Kec.Tambusai Utara, Kab.Rokan Hulu, Riau. Bagian penting peralatan proyek adalah: Cooling Pond, Receiving Tank, Pompa-pompa, instrumentasi, HE, Mixing Tank, Kolam reaktor Biogas (39.000 m3), Scrubber, Cyclone, Blower, Filter, Flare, dan Gas Engine (dari General Electric 1 MW).

PT Karya Mas Energi bekerjasama dengan PTPN V di Tandun, Riau juga membangun PLTBg 1 MW dari POME yang berasal dari pabrik sawit berkapasitas 35 ton TBS/jam. Teknologi capped anaerobic pond (covered Lagoon) dengan membran HDPE digunakan untuk memproduksi biogas 600m3/jam (5,044 MJ/j) hingga memperoleh listrik ~1 MW. Lahan 1 Ha dengan kolam 50x110m dapat menampung 27.000 m3 POME, sehingga menghasilkan biogas terfilter dari gas sulfur 24-27ribu m3. Investasi yang diperlukan 2,5-3jutaUSD dengan waktu pembangunan selama 10-12 bulan.

PT SSL (Saudara Sejati Luhur, Asian Agri Group) membangun dan mengoperasikan 5 PLTBg berbahan baku POME sehingga total menjadi 10MW di Sumut (2; Negeri Lama Dua, Ds. Sidomulyo, Bilah Hilir, Labuhan Batu; dan Gn. Melayu satu, Ds. Batu Anam,  Rahuning, Asahan), Riau (2; Ukui Satu, Ds. Air Hitam, Ukui, Pelalawan; dan Buatan Satu, Ds. Bukit Agung, Pangkalan Kerinci, Pelalawan), dan Jambi (1; Taman Raja, Ds. Lubuk Bernai, Batang Asam, Tanjung Jabung Barat) dengan teknologi Jepang (digester tank & MBR / Membrane Bio Reactor tank).
  • PT SSMS Tbk (Sawit Sumbermas Sarana)  memiliki 6 PKS (Pabrik Kelapa Sawit). Tiap pabrik berkapasitas 60ton/j menghasilkan biogas dari POME dan listrik yang diperoleh sekitar 1,6-2MW (investasi: Rp.50M).
  • PT PEI (Pasadena Engineering Indonesia) juga membangun PLTBg di Rokan Hulu dengan kapasitas 45 ton TBS/j yang menghasilkan listrik 1 MW untuk 1050KK. 
  • KESDM membangun PLTBg via PTPN II di Pagar Merbau (1MW) dan Kwala Sawit (1MW) (Des 2015)
  • PLTBg swasta lainnya yang telah beroperasi: PTPN X (2MW, off grid) Sidoarjo; Austindo (1,2MW) Babel (on grid); masih ada  9  perusahaan PLTBg POME (~17,85MW) lainnya yang mengajukan penetapan pengembang (des 2015).
  • PT Sampoerna Agro Tbk (+anak perusahaan PT Mutiara Bunda Jaya) mengoperasikan PLTBg 2MW di Kec. Mesuji, dan 2MW di kec. Mesuji Raya, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel.
  • PT NBE (Nagata Bio Energi, pengelola dana proyek dari teknologi POME jadi biogas hingga bangunan fisik) melakukan kerma BOT dengan PT STP (Suryabumi Tunggal Perkasa, penyiapan lahan dan POME) membangun PLTBg 2,4MW di Kab. Tanah Bumbu, Kalsel. 
  • AANE (PT Austindo Aufwind New Energy) membangun PLTBg Jangkang 1,2-1,8MW dari POME untuk PT PLN Belitung Timur guna menutupi defisit 1,1MW.
  • PTPN V Pekanbaru, Jambi mengembangkan pembangkit listrik dengan memanfaatkan limbah cair (PLT Biogas) dan limbah padat (PLTBm) tanaman sawit. Th 2011, dari PLT biogas diperoleh 13,8 MW, dan dari PLTBm diperoleh 35,6 MW. Pada th 2012, ditargetkan 14,8 MW (PLT biogas) dan 38,3 MW (PLTBm). Sementara, ada 10 pabrik kelapa sawit di Kab. Muarojambi yang berpotensi menghasilkan listrik 15-20 MW.
  • Pemkab. Berau (prov. Kaltim, ibukota Kab.: Tanjung Redeb), Kutai Timur, dan Kutai Barat meneken MoU dengan PLN memanfaatkan POME menjadi gas metan (biogas) dari 2 pabrik CPO (PT Hutan Hijau Mas) dan PT Tanjung Buyu Perkasa guna memenuhi kebutuhan listrik di 4 Kampung di Kec. Segah, dan beberapa kampung di Taliyasan, Biatan, dan Tabalar yang akan direalisasikan th 2016. Daya total listrik gas metan berasal dari POME Kaltim diharapkan 30MW (2018). Dua Pabrik CPO lainnya (Kec. Taliyasan dan Kec. Kelay) juga menghasilkan POME yang diubah menjadi gas metan dan menghasilkan listrik.
  • PLN juga meneken MoU dengan perusahaan sawit terbesar di Kukar (PT Rea Kaltim Plantation) di Kembang Janggut, membangun PLTBg biogas 2x4 MW guna memenuhi kebutuhan listrik di Hulu Mahakam (Kec. Kenohan, Kembang Janggut, dan Tabang). Dua bak cerna besar (200x100m, kedalaman 10m) ditempatkan di Kec. Kembang Janggut (di Ds. Muai / Reaktor Cakra, dan di Ds. Pulau Pinang / reaktor Perdana). Kapasitas puncak per unit 4 MW. Kedua reaktor tsb diawasi oleh UNFCC/PBB. Ia beroperasi Des 2015.

Limbah Cair Pabrik Tepung Tapioka

Pabrik tepung tapioka dengan bahan baku singkong selain memproduksi tepung, juga akan menghasilkan limbah gas (dari senyawa organik dan anorganik yang mengandung N2, S, dan P dari pembusukan protein), padat, dan cair. Limbah padat berupa kulit, ampas, dan onggok (proses pemerasan dan penyaringan). Limbah cair berasal dari proses pencucian dan pengendapan.
proses pembuatan Tepung kasava (Bimo): ada 2 proses, yaitu proses di area basah dan kering: Area basah berupa 1) pengupasan dan pencucian singkong;  dan kering yang menjadi bahan baku tepung); 2) pemotongan /penyawutan / perajangan (1-4mm); 3) perendaman dan fermentasi (ragi); dan 4) penirisan (dipusingkan), guna membuang air sebelum dikeringkan. Proses di area kering: 1) Pengeringan; 2) penepungan (digiling dengan mesin tepung); dan 3) pengayakan (tepung halus dan kasar); lalu dijual sebagai tepung halus (kualitas tinggi, buat kue, dll) dan tepung kasar.
Limbah cair industri tapioka tradisional mencapai 14-18m3 per ton ubi kayu. Akan tetapi, akan menurun menjadi 8 m3/ton ubi kayu bila menggunakan teknologi yang lebih baik. Limbah cair mengandung padatan tersuspensi 10.000mg/L, dan bahan organik 1.500 - 5.300mg/L.
Kualitas limbah cair  dapat dilihat dari parameter berikut:
Keruh: terjadi karena zat organik (sisa pati) terurai, mikro-organisme dan koloid lainnya tidak dapat mengendap segera. 
Warna: bila putih kekuningan masih baru, bila abu-abu gelap ia basi/busuk.
Bau: bila masih baru berbau khas ubi; setelah 1-2 hari menjadi asam, lalu menjadi busuk dengan bau kahs tidak sedap. Hal itu akibat penguraian senyawa organik H2S, P, dan amoniak yng amat menusuk yang tercium sejauh 5km.
Padatan Tersuspensi: mempengaruhi kekeruhan dan warna. Besarnya sekitar 1500 - 5000mg/L.makin tinggi padatan tersuspensi,  BOD dan COD makin tinggi.
pH (Keasamaan): bila masih segar pH 6-6,5; limbah terurai menjadi asam pH 4,0.
BOD (Biochemical Oxigen Demand): 3000-7500mg/L;
Sianida (HCN): sangat beracun, dalam air minum <0,05ppm/L, Dalam limbah maks 0,5mg/L (Kepmen LH No.51 tahun 1995).
  • Contoh: Pabrik tepung tapioka modern (bukan manual) PT BAA (Bangka Asindo Agri, Jln TPA RT01, kel. Kenanga, Kec. Sungailiat, kab. Bangka, punya kebun inti singkong 1000Ha di Kec. Belinyu) yang berkapasitas 250 ton/hari, dibangun di atas lahan 2 Ha dengan total luas lahan 30Ha, berbahan baku singkong kasesa (1000 ton/hari, singkong diperoleh dari rakyat hasil kerma dengan pemkab Bangka, dan produksi sendiri). Energi listrik dipasok dari PLN. Sementara, PT BAA juga membangun fasilitas biogas dari limbah cair singkong untuk menghasilkan listrik sekitar 5MW (bila pabrik tsb beroperasi penuh). Sekitar 2MW akan diserap pabrik, sisanya akan dijual ke penduduk yang berada di sekitar pabrik.

Limbah Mendong/Eceng Gondok

Potensi Eceng gondok (EG) Indonesia untuk dijadikan bioelektrik cukup besar. Pantauan Udara (LAPAN) mengungkapkan bahwa ada sekitar 840 danau besar (luas rerata >30km2), dan 735 danau kecil ditumbuhi EG. EG banyak menyerap oksigen dalam air sehingga populasi ikan dalam waduk / danau menurun, dan bila EG mati menjadi lumpur, maka lumpur tsb akan mendangkalkan rawa. Bila lumpur tsb dimanfaatkan, ia berguna sebagai bahan pupuk. EG mengandung 43% hemiselulosa dan selulosa 17% yang akan dihidrolisis menjadi CH4 dan CO2 oleh bakteri via Anaerob Digestion (AD).

Penduduk di sekitar Waduk Cirata (Jabar), Saguling (PT IP), Cihampelas, Batujajar, danau Tempe, danau Tondano (Minahasa), dll memanfaatkan eceng gondok menjadi biogas dan bioelektrik. Danau / waduk lainnya waduk Darma (Kuningan), Sungai Martapura (Banjarmasin), dam Duriangkang, Mukakuning, Sei Beduk (Batam), danau Batur, (Bali), danau Buyan (Bali), danau Maninjau (Padang), danau Galela, danau Panggang (Kalsel), waduk Benanga (Samarinda), Danau Wisata Martubung (Labuhan, Medan), Danau Tanjung Bunga (Makassar), dan beberapa waduk di jakarta (Situ Rawabadung, Cakung, Jaktim; Waduk Sunter Utara, Jakut, waduk Cincin, kali kanal Lagoa, dll) belum dimanfaatkan sebagai bioelektrik. Bila belum ada fasilitas bioelektrik, cara kuno menghilangkan EG adalah menggunakan predator (ikan herbivora sebagai pemakan eceng gondok).  Contoh: Ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan koan ditebarkan sebanyak 47.800 ekor (2.000 ekor induk dan 45.800 ekor benih berukuran 8-12 cm), di danau Kerinci dengan catatan penduduk/nelayan sekitar danau dilarang beberapa waktu untuk menangkap ikan di danau. Ikan grass carp memakan akar dan daun eceng gondok. Cara ini berhasil membersihkan EG hingga tinggal 5% selama 2 tahun (selama 2 minggu, ikan koan dapat menghambat pertumbuhan EG 52%).


Danau Martubung dikepung EG
Sebenarnya EG dapat dimanfaatkan misalnya, diolah menjadi tepung EG (oleh BBPBAT, Sukabumi via program GERPARI = Gerakan Pakan Ikan Mandiri, menggunakan enzim Mina Grow) sebagai pengganti dedak (Rp.3000 - 4000/kg) untuk pakan ikan (lele, nila, dan patin) dengan kadar protein 12,51%, dan harganya lebih murah, yaitu Rp.1000/kg

Selain itu, EG menjadi bahan baku kertas, bahan kerajinan rumah tangga (pengganti rotan), zat pito hara memacu pertumbuhan tanaman yang baik sebagai pupuk organik (lumpur rawa banyak diambil penduduk sebagai kompos), penyerap logam berat dalam air (berfungsi sebagai penjernihan air), produksi biogas pengganti BBM (dengan produk samping pakan ikan, dan pupuk organik), bioelektrik, BB briket, komposit polimer (selulosa) dalam teknologi membran untuk menjernihkan air, dan bahan bioplastik (biokresek) ramah lingkungan yang akan hancur selama 4 bulan.


Mesin pembersih eceng gondok yang mampu bekerja dengan cepat di permukaan danau, waduk (mis. Pluit), sungai, dll. amat diperlukan, misalnya mesin pembersih buatan PT Global Sahat Arta. Harga per unitnya sekitar Rp.1-2 miliar.

Setiap 150 kg biomassa via instalasi biogas akan dihasilkan 6 m3 biometan yang  dapat menyalakan genset 1 kW selama 6 jam (6 kWh), dan 300 liter pupuk organik cair (POC). Instalasi biogas seharga Rp40juta itu adalah digester 3 m3, termasuk alat pemurni metan, kompor, kompressor, genset biogas dan instalasinya (4 unit baterai 12V/40Ah kapasitas 1,92kWh, sistem charger regulator via inverter 1 kW ke arus ac 220V); sekali genset on, baterai otomatis akan terisi-ulang [Pendapatan sehari: 6xRp.1200/kWh = Rp.7.200; POC: 300 x Rp.5000/liter = Rp.1.500.000; Pupuk Padat: 50xRp.1000=Rp.50.000; Total: Rp.1.557.200 (kotor); Pendapatan bersih (70%) dan sudah bayar pajak (25%): Rp.817.530; Sekitar 2 bulan produksi, modal telah kembali].
  • Mahasiswa FRI (Tel-U) Bandung memanfaatkan limbah kerajinan mendong (tumbuhan rawa sebagai bahan untuk tikar, tas, dompet, tempat pensil/sampah/tisu/toples, pigura, dll.) menjadi biogas. 
  • Wisatawan diajak membantu membersihkan EG di Rawa Pening; Mahasiswa T.Kimia UNDIP Semarang, Jateng memanfaatkan EG menjadi biogas (+kotoran sapi sebagai stater awal pemberian bakteri anaerob, 1x sajadi Rawa pening.
  • Distamben Kalsel mengembangkan instalasi biogas dari eceng gondok di Kab. Hulu Sungai Utara (1 unit) dan kab. Hulu Sungai Tengah (1 unit). Instalasi biogas lainnya dibangun di Kab. Tabalong (34 unit), Balangan (41 unit), Hulu Sungai tengah (13 unit), Tanah Laut (122 unit), Tapin (25 unit), Hulu Sungai Selatan (50 unit), Barito Kuala (70 unit), Tanah Bumbu (40 unit), Kotabaru (50 unit), dan Banjar (5 unit).
  • Kaltim (Kukar) yang memiliki danau Jempang 15.000 Ha, Danau Semayang 13.000 Ha, dan Danu Melintang 11.000 Ha yang penuh eceng gondok diusulkan oleh PT Cipta Visi Sinar Kencana untuk mengembangkan teknologi bioelektrik, dan diduga akan menghasilkan listrik sangat besar, 10,8 GWh (Rp.10,8miliar; untuk tarif Rp1.000/kWh).

Rumput laut
  • PT PJB (Pembangkit Listrik Jawa Bali) yang membentuk konsorsium dengan Ingenieursbureau De Raaij en Datema B.V - PT. Dutacipta Pakarperkasa mengembangkan Pembangkit listrik biogas (PLTBg) 100MW dengan bahan dasar rumput laut di Amurang, Minahasa Selatan (Sulut), dan Sumenep, Madura (Jatim). Bila sukses, pengembangan ini akan diteruskan ke daerah lain, karena dengan BB rumput laut akan lebih efisien dan bersih dibandingkan batubara.
  • Susanto, Undip Semarang, memanfaatkan rumput laut Sargassum, Gracilaria dan Padina sebagai penghasil biogas yang masing-masing berkadar metan rerata 18,23%, 17,1% dan 14,58%. 


MINYAK TANAH / BENSIN DARI BIOMASSA

Teknologi pirolisis, perengkahan, dan distilasi (disebut pula Integrated Autothermal Technology) dapat digunakan untuk mengubah biomassa (terutama struktur pejal TKS), ranting/cabang kayu, bagas, jerami, dll. menjadi bensin, minyak tanah, solar, dll sesuai dengan katalisnya. Sepuluh persen dari sekitar 98juta ton/tahun limbah atau sekitar 9,8juta ton BBM atau 235.000 barrel/hari dapat diperoleh.
Teknologi pirolisis adalah pemanasan tanpa oksigen pada suhu 500 oC terhadap biomassa (polimer) yang mengandung hemiselulosa (terurai 200-260 oC), selulosa (240-350 oC), lignin (280-500 oC), protein limbah organik, dll yang diubah menjadi molekul lebih kecil dan menghasilkan uap organik, gas, residu padat yang mengandung karbon dan abu. Uap/gas tersebut dikondensasikan hingga menghasilkan minyak pirolisis (biasa disebut minyak bio).  Minyak tsb diproses lanjut dengan perengkahan pada suhu 700 oC yang disertai katalis misalnya zeolit, potongan besi, kobalt, dll. guna mengarah hasil yang diinginkan, misalnya, avtur, bensin, minyak tanah, solar, dll. sekaligus didistilasi guna memurnikannya.

CBM (Coal Bed Methane) (Sweet Gas, tanpa gas H2S)


Potensi gas metan batubara Indonesia: 6 terbesar dunia, 453,3 triliun kaki kubik (TCF) (cadangan terbukti 112,47 TCF, potensial 57,60 TCF) (6% cadangan total dunia) tersebar di 11 cekungan, di antaranya adalah 1) high prospective: Sumsel (183TCF), Kalsel (Barito, 101,6), Kaltim (Kutai, 80,4), Sumteng (Riau, 52,5); 2) Medium: Tarakan Utara (17,5), Berau (8,4), Ombilin (0,5), Pasir/Asam-asam (3), dan Jatibarang/Jabar (0,8); 3) Low prospective: Sulawesi (2), dan Bengkulu (3,6). Th 2011 pemerintah memiliki 23 + 13 + 10 + 4 kontrak WK CBM. Tahun 2015, diharapkan mencapai 500juta ft3/hari (500 MMSCPD), 1000 (th 2020), dan 1500 (th 2025). Rig untuk CBM lebih murah dari rig migas biasa, pengeboran hanya sekitar 700-1000m, keluar pertama adalah air, kemudian gas metan. Sekitar 20 Rig CBM (Lemigas + Balitbang ESDM+UPN) akan dibangun.
Kandungan gas metan dalam CBM adalah 93-97% (ion Cl ~400 ppm, sisanya gas CO2, dll. di-flare).
  • Operator West Sangatta I, Sekayu, Tanjung Enim, Barito Banjar, dan Sanga-sanga (Kaltim) menghasilkan gas setara energi listrik 15,75 MW.
  • VICO + PLN mengoperasikan PLT CBM pertama di Indonesia (2 MW), di lapangan Mutiara, Kutai Kartanegara dg investasi sekitar Rp.2 Triliun. Biaya pembangkitannya masih lebih tinggi dibandingkan dengan PLT rerata di Kaltim (Rp850/kWh) yaitu sekitar Rp1.150/kWh, tetapi masih di bawah solar (Rp2600/kWh).
  • Pertamina (PHE Metana) mengelola 2 blok di Kalimantan dan 7 blok di Sumatera (misalnya Blok Muara Enim III, Ds.Jiwa Baru, Kec.Lubai, Muara Enim, Sumsel).
  • Perusahaan lain terlibat CBM: Ephindo, Medco Energy International, Pertamina Hulu Energi (PHE), Energi Mega Persada, dan Bumi Resources.

SHALE GAS


Shale Gas diperoleh dari serpihan batuan shale atau tempat terbentuknya gas bumi yang tersembunyi dalam perut bumi, dan berada di kedalaman sekitar 2000-2300m. Teknologi pengeluarannya: Horizontal drilling dan hydraulic fracturing. Pertamina mengusahakannya dengan menggandeng AS (negara yg lebih dulu berpengalaman di bidang shale gas). Pengusahaan Shale gas (migas non konvensional, MNK) diatur dalam Permen ESDM No.5 tahun 2012. Shale gas dan CBM (distudi 2010-2013) termasuk MNK, selain itu ada Shale oil, tight sand gas (distudi 2014-2016), metana batubara, dan metan hidrat. Gas-gas tsb akan dikomersialkan th 2017.
Potensi: diperkirakan sekitar 574 TCF (sementara CBM: 453,3 TCF; dan Gas bumi 334,5 TCF). Studi bersama diminta oleh 10 investor bersama-sama dengan 5 Perguruan Tinggi yang ditunjuk pemerintah: ITB, UGM, UPN, Univ. Trisakti, dan Univ. Padjadjaran. Saat ini ia tersedia di 7 cekungan: Sumatera (3) (Baong shale, Telisa shale, dan Gumai shale), P. Jawa (2), Kalimantan (2), dan Papua (1) sebagai Klasafet formation. Ladang pertama shale gas adalah di WK Sumbagut (Sumatera Bagian Utara) yang dioperasikan oleh PT PHE MNK Sumbagut (18,56 TCF) sejak 2011.


GAS HIDRAT METAN


Gas hidrat metan berada di dasar laut yang dikenal sebagai sumber gas alam bawah laut atau sumber bencana alam di laut bila ceroboh menanganinya. BPPT, BGR Jerman, dan JAMSTEC-Jepang mengobservasi bahwa cadangan gas Hidrat Indonesia sekitar 17,7 triliun m3 (amat besar) di perairan Selatan Sumsel, selat Sunda, dan Selatan Jawa Barat (cadangan gas alam Natuna sekitar 1/3-nya), sedangkan di laut Sulawesi sekitar 6,6 triliun m3. Teknologi eksplorasi gas hidrat (yang harus ditangani secara ekstra hati-hati) belum dikuasai Indonesia. Jepang berhasil mengeksplorasi gas hidrat untuk pertama kalinya pada bulan Maret tahun 2013, dikomersialkan tahun 2016.
Ardian Nengkoda (FT-UGM, 2016) menyarankan bahwa di antara cara produksi seperti injeksi termal, depressuration, kombinasi depressuration dan injeksi CO2, maka  paling layak adalah depressurization (dari hasil SWOT dan evaluasi HAZID), dengan tekanan hidrat dissosiasi 101 psia, tekanan kritis 778 psia, dan suhu kritis 79 oC. 


BATUBARA TERCAIRKAN (Liquefied Coal) 


Kilang batubara tercairkan dengan kapasitas 0,8 - 1,1juta barrel akan dibangun di Sumsel oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam (PT TBBA) yang bernegosiasi (MoU) dengan South Africa's Sasol Ltd. memanfaatkan dana investasi US$ 5,2 miliar. Perusahaan itu bernegosiasi juga dengan PT Pertamina dan PT TBBA untuk memproduksi batubara tercairkan dengan investasi US$10miliar sekitar tahun 2015. Tempat kilang lain yang cocok adalah Musi Banyuasin, Sumsel (2,9 miliar ton batubara), dan Berau, Kaltim (3 miliar ton batubara). Sekitar 30.000 ton batubara akan menghasilkan 130.000 barrel minyak/hari.
  • PLTU LCS (Liquid Coal Slurry) 1x700kW didemokan PLN dan PT JGC di Karawang, Jabar yang disimulasikan seperti pembangkit dan tenaga listrik kepulauan. Sasaran lokasi: Papua, dan Maluku sebagai pengganti PLTD untuk beban dasar.
  • Riset batubara padat yang berasal dari Tanjung Enim, Sumsel, menjadi batubara cair (via proses biosolubilisasi dengan bantuan mikroba Trichoderma) sekelas bensin & solar dilakukan peneliti Teknik Kimia ITB, setelah melalui proses biodesulfurisasi (pengurai sulfur batubara oleh mikroba).


BATUBARA TERGASKAN (Gasified coal


Gasifikasi batubara adalah mengkonversi batubara menjadi produk gas (syngas) dalam reaktor (CO, H2, CH4, H2O/uap air, dan O2), dengan atau tanpa udara, campuran udara/uap air atau oksigen/uap air. Produk gas tersebut dimanfaatkan untuk industri logam, keramik, PLTD, Syngas untuk pupuk (misalnya, di PT Pupuk Kujang, Cikampek). PT PLN (Persero) banyak memiliki PLTD yang masih menggunakan solar. Teknologi yang tersedia: 1) Fixed bed gasification, 2) Fluidized bed gasification, 3) Entrained bed gasification. Abu yang dihasilkan: 1) abu kering, 2) abu cair.
  • PT Bukit Asam (Persero) Tbk bersama perusahaan konsorsium lainnya (Pertamina, Pupuk Indonesia, Chandra Asri Petrochemical, Lemigas, Tekmira) mengerjakan FS proyek DME 0,4juta ton/tahun (USD10miliar). Akhir tahun 2018 mulai dikerjakan.
  • ZCET (Zemag Clean Energy Technology) GmbH, Jerman, tertarik mengembangkan gasifikasi batubara menajdi syngas guna memproduksi metanol, bahan baku pupuk. Gas dapat dijual sekitar US$ 4-5/MMBTU. Investasi diperkirakan sekitar Rp.13 triliun guna mengembangkan gasifikasi batubara 1000 MT di Kalimantan, 100.000 ton batubara dapat diubah menjadi gas 3.600 MMBTU/hari (Jan 2017).
  • Perusahaan Jepang IHI Corp. telah membuat proyek fasilitas purwarupa gasifikasi batubara di pabrik Pupuk Kujang, Jabar. PT Pupuk Indonesia menjadi penyedia lahan, IHI Corp. menjadi pengembang dan penyedia teknologi dengan melibatkan sarjana teknik DN. Umpan 50 ton batubara muda dikonversikan menjadi syngas 1800mmbtu dengan komposisi: CO 20%, H2 50%, CO2 30%; COD th 2017.
  • PLN melakukan uji-coba batubara tergaskan (syngas, Synthetic natural gas, CO & H2) sebagai bahan bakar PLTD (konversi BB diesel ke gas) dengan menggandeng PT Bio Energy Prima Indonesia (via MoU) di PLTD Sorek 250 kW, Kab. Pelalawan, Riau & Kepri. 
  • Uji-coba lainnya dilakukan oleh PLN - PT CGI - Puslitbang Mineral & Batubara ESDM untuk menghasilkan syngas sebagai umpan PLTD di Palimanan. Gasifier: Fixed bed buatan China, umpan 150-200 kg batubara/jam + udara/uap air, dengan mesin diesel 250kVA (milik PLNJP), sistem manual, non turbo. Kemudian dilanjutkan menggunakan mesin diesel 450kVA, sistem otomatis, turbo (milik tekMIRA).
  • Studi kelayakan pemanfaatan Teknologi TIGAR untuk menghasilkan syngas sebagai bahan baku pupuk, dilakukan oleh oleh puslitbang tekMIRA, PT Pusri, dan Jepang (Ishikawajima Harima Heavy Industry, IHI).
  • Sementara, PT Sekawan Intipratama Tbk (SIAP) meneken kontrak dengan ProCone GmbH (kontraktor EPC) asal Swiss memulai proyek gasifikasi batubara ke etanol (Teknologi Jerman) dengan nilai investasi 500-750 juta Euro untuk memroduksi 0,48-1,35juta ton etanol/tahun. Tanah seluas 60 Ha telah dibebaskan yang berdekatan dengan batubara (IUP seluas 5ribu Ha) milik PT Indo Wana Bara Mining Coal di Melak, Kb. Kutai Barat, Kaltim. Batubara yang ada sekitar 533,31 juta ton.

disusun oleh: Fathurrachman Fagi; WA 0812-1088-1386; ffagi@yahoo.com

(Bersambung ke bag. 2 / to be continued)
______________________________________________________
Bagi anda yang meng-copy & paste tulisan ini di blog anda;  
cobalah ikhlas menyebutkan link sumbernya 
http://energibarudanterbarukan.blogspot.co.id/2014/09/1b-kondisi-ebt-di-indonesia.html